Mental manusia bisa mengalami masalah kesehatan, sebagaimana yang terjadi pada tubuhnya secara umum. Kesehatan mental mencakup hal-hal yang berkaitan dengan kondisi perasaan, emosi dan psikis.
Belakangan ini, kesehatan mental atau yang populer disebut dengan mental health menjadi perbincangan hangat masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Sebab banyak tindakan berbahaya dan mengancam keselamatan, bermula terjadi karena masalah kesehatan mental.
Ada sejumlah kasus di Indonesia yang dipicu oleh kesehatan mental. Misalnya seorang suami memutilasi istrinya di Ciamis dan bunuh diri seorang polisi di Kabupaten Sorong. Kedua masalah tersebut terjadi akibat masalah gangguan mental, berupa depresi berat.
Oleh karena itu, merawat kesehatan mental merupakan aspek yang sangat penting untuk menentukan keberlangsungan hidup manusia. Lantas bagaimana kiat dalam Islam untuk merawat masalah kesehatan mental semacam ini? Simak penjelasannya berikut ini.
Kiat merawat kesehatan mental
Menjaga kesehatan mental dapat dikategorikan ke dalam maqashidus syari’ah (tujuan-tujuan pemberlakuan syariat), karena termasuk salah satu jalan untuk mewujudkan hifzhun nafs yang berarti menjaga keselamatan nyawa manusia.
Dalam kaidah ushul fiqih dijelaskan, al-amru bisyai’i amrun biwasailihi yang berarti memerintahkan sesuatu berarti memerintahkan pula seluruh wasilahnya. Artinya, menjaga kesehatan mental adalah suatu perintah wajib, sebab menjadi wasilah untuk menjaga keselamatan nyawa manusia.
Adapun kiat untuk merawat kesehatan mental yang dapat dilakukan untuk menghindari segala akibat buruk, di antaranya adalah sebagaimana berikut:
1. Berdzikir kepada Allah
Orang yang memiliki masalah gangguan mental biasanya tidak tenang dalam menjalani kehidupan. Terlalu banyak memikirkan masalah secara terus-menerus bisa membuat stres dan mengantarkan pelakunya kepada masalah serius, misalnya depresi.
Untuk menghindarinya, maka dianjurkan untuk mengelola segala bentuk pikiran dan menggantinya dengan berdzikir kepada Allah swt. Dengan berdzikir, hati manusia dapat merasakan ketenangan. Sebagaimana firman Allah swt dalam Al-Qur’an,
اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ ۗ
Artinya: “Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 28)
Al-Mawardi dalam kitab tafsirnya, An-Nukat wa al-‘Uyun menjelaskan, ada 3 cara untuk mencapai ketenangan saat mengingat Allah swt., yaitu berusaha taat kepada-Nya, melakukan amal kebaikan atau mengharapkan pahala-Nya,dan mengingat janji-janji-Nya di akhirat, berupa kenikmatan jika beramal saleh di dunia. (Al-Mawardi, An-Naktu wa al-‘Uyun, [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 2010) juz 3, halaman 110)
2. Ujian tidak melewati kapasitas
Setelah senantiasa berdzikir kepada Allah, maka seseorang yang memiliki masalah berat harus berusaha meyakini bahwa apa yang sedang ia alami tidak akan melewati kapasitas dan batas kemampuan dirinya. Dengan meyakini hal tersebut, tentu akan membuat kesehatan mental menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Allah swt menjelaskan di dalam Al-Qur’an bahwa setiap ujian atau masalah yang menimpa manusia, tidak akan pernah melebihi kapasitas dan kemampuan diri mereka sendiri.
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)
Al-Baidhawi dalam kitab tafsirnya, Anwaruttanzil wa Asrorutta’wil menjelaskan, Allah akan melapangkan urusan (masalah) manusia sesuai dengan kapasitas masing-masing, yakni sebagai sebuah anugerah dan kasih sayang terhadap mereka. Selain itu, Allah akan memudahkan kadar beban yang diterima oleh manusia, sekiranya tetap setara dengan kesanggupan yang mereka miliki, bahkan sampai diringankan lagi.
Dalam ayat lain Allah berfirman, “Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan ia tidak akan pernah menghendaki kesukaran untuk kalian.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185). Artinya, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pembebanan berlebih dan kesukaran dalam ujian yang diberikan Allah kepada manusia. (Al-Baidhawi, Anwaruttanzil wa Asrorutta’wil, [Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-‘Arabi, 1996] juz 1, halaman 166)
3. Setelah kesulitan pasti ada kemudahan
Selanjutnya, ketika telah mampu mengelola diri untuk senantiasa tenang dengan berdzikir kepada Allah dan meyakini bahwa beban atau masalah tidak akan melebihi batas kemampuan, maka kiat berikutnya adalah percaya bahwa setiap kesulitan dalam sebuah masalah, pasti akan berlalu juga.
Dalam Al-Qur’an secara tegas disampaikan, bahwa setelah kesusahan akan datang kelapangan dari Allah swt.
فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ ٥ اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
Artinya: “Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah [94]: 5-6).
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, menjelaskan bahwa Allah swt mengabarkan, sesungguhnya setelah kesusahan akan datang kemudahaan. Kemudian menegaskan kabar tersebut dengan ayat ini.
Ia juga menyampaikan sebuah hadits Nabi saw yang menjelaskan makna ayat di atas, diriwayatkan oleh Auf al-A’rabi dari al-Hasan, ia berkata, bahwasanya suatu hari Nabi Muhammad Saw keluar rumah dalam keadaan senang dan berbahagia seraya tertawa, sembari bersabda, “Kesulitan tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan, kesusahan tidak akan mengalahkan dua kemudahan, sebab “Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.”. (HR. Auf al-A’rabi) (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 2010] juz 8, halaman 417).
Demikian kiat-kiat untuk merawat kesehatan mental menurut Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, yaitu meraih ketenangan dengan mengingat Allah, meyakini bahwa setiap ujian tidak akan melebihi batas kemampuan diri, dan percaya bahwa setiap kesusahan akan datang kemudahan. Wallahua’lam
Muhaimin Yasin, Alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat dan Mahasantri Ma’had Aly Sa’iidusshiddiqiyah Jakarta.
https://islam.nu.or.id/syariah/3-kiat-merawat-kesehatan-mental-menurut-islam-1F8F7