Garut. NU Online Jabar
KH Ahmad Muwafiq mengatakan, kebenaran informasi mengenai kepastian bahwa para wali merupakan orang yang pertama kali dan yang paling dominan dalam mengislamkan Nusantara terbukti memang benar adanya. Menurutnya, keyakinan itu diperoleh berdasar pada realita bahwa ketika Islam datang ke Nusantara, orang yang mampu mengimbangi pemuka agama Hindu-Budha di Nusantara adalah para wali.
Hal tersebut saat memberikan taushiyah dihadapan ribuan Nahdliyin Garut dalam acara Resepsi 1 Abad NU yang dilaksanakan oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Bayongbong di Sub Terminal Agribisnis (STA) Bayongbong-Garut, Sabtu (25/02/2023) lalu.
Kiai yang akrab disapa Gus Muwafiq tersebut juga menjelaskan, berhubung di zaman Hindu-Budha, orang yang berhak bicara soal agama hanyalah para Brahmana. Maka orang yang dapat menandinginya harus orang yang mengerti akan agama pula. Orang yang dimaksud tiada lain adalah para wali.
Gus Muwafiq menilai, jika ada orang yang berasumsi bahwa agama Islam di Nusantara disebarkan oleh para saudagar atau pedagang, maka itu tidak benar adanya. Menurutnya, karena pada saat itu, yang berhak bicara terkait agama hanyalah para brahmana. Sementara, orang selain brahmana, tidak berhak membicarakan agama.
“Perlu diketahui, sebelum Islam datang, agama terbesar di Nusantara adalah agama Hindu. Dalam Hindu, yang boleh membicarakan agama yakni hanya Brahmana. Brahmana merupakan kasta tertinggi yang sudah dekat dengan Sang Widi yang tidak begitu mementingkan kehidupan dunia. Di bawahnya ada kasta kesatria (raja), wisya (pegawai), petani dan pedagang (sudra) yang semuanya itu tidak berhak bicara agama.”tuturnya.
Gus Muwafiq mengutip QS Yunus ayat 62 terkait dengan para wali yang sangat dekat kepada Allah yang tidak mementingkan kehidupan dunia.
اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ
Artinya: “Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa ketakutan pada mereka dan mereka tidak akan bersedih hati.” (QS Yunus [10]: 62).
Lebih lanjut Gus Muwafiq menambahkan, dalam mengislamkan Nusantara, para wali tidak memakai referensi dunia. Ketika berdakwah kepada orang-orang yang notabe sudah berpengetahuan dan beradab, para wali berdakwah dengan menggunakan pendekatan ukhrawi.
“Para wali itu kalau mau bekerja mengislamkan orang tidak menggunakan referensi dunia, tetapi langsung melalui kemampuan karomah yang telah diberikan Allah SWT,” tuturnya.
Menurutnya, Hal itu disebabkan karena para wali merupakan orang-orang yang sangat teguh memegang ajaran Islam, sehingga kemampuan dalam mengislamkan seseorang di luar nalar kemampuan orang biasa. Para wali merupakan orang yang tidak ada ketakutan sedikitpun dalam diri mereka, disebabkan karena ketakwaannya.
Ia mengutip QS Fussilat ayat 30
اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ
Artinya: “Sungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati.” (QS Fussilat [41]: 30).
Sadar karena penduduk Nusantara sudah berpengetahuan dan beradab, tegas Gus Muwafiq, maka para wali mengetahui bagaimana cara mengislamkan penduduk di Nusantara.
“Karena bangsa Nusantara sudah maju, berbudaya, dan beradab, maka yang dipikirkan para wali itu yakni bagaimana caranya dapat menyatukan bangsa yang sudah maju, kuat, dan berbeda-beda namun dapat mudah untuk memeluk agama Islam.” tegasnya.
Ia mengungkapkan, cara yang ditempuh para wali dalam mengislamkan Nusantara merupakan sebagai bagian menyatukan bangsa, suku, dan budaya yang berbeda-beda sebagaimana yang tersirat dalam ayat
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.” (QS al-Hujurat [49]: 13).
Pewarta: Rudi Sirojudin Abas
Editor: Muhammad Rizqy Fauzi