Bandarlampung, NU Online
Selama Ramadhan 1444 H ini, Ta’lif wa Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Kota Bandarlampung, Provinsi Lampung menggelar sebuah Talk Show yang diberi nama Taraweh. Kata Taraweh ini merupakan akronim dari Temu Ramadhan Weh yang menghadirkan beragam nara sumber dengan berbagai latar belakang keahlian.
Pada edisi Ahad (16/4/2023), Taraweh menghadirkan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Provinsi Lampung, Puji Raharjo yang mengupas judul Mengislamkan AI (Artificial Intelligence). Puji mengungkapkan bahwa setelah penemuan mesin pencari seperti Google yang memudahkan semua orang dalam mencari data, saat ini telah muncul teknologi baru yakni AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan.
Ia menjelaskan bahwa teknologi AI (Artificial Intelligence) merupakan teknologi yang memungkinkan mesin atau komputer untuk melakukan tugas yang membutuhkan kecerdasan manusia, seperti memperoleh informasi, memahami bahasa alami, belajar, dan mengambil keputusan.
AI memungkinkan komputer untuk belajar dari data dan pengalaman, serta dapat menemukan pola dan informasi tersembunyi di dalamnya. Contoh penerapan teknologi AI termasuk pengenalan suara dan gambar, sistem pengenalan wajah, kendaraan otonom, dan chatbot. Teknologi AI berkembang pesat dan digunakan dalam berbagai sektor, termasuk bisnis, industri, kesehatan, dan pemerintahan.
Terkait perkembangan teknologi ini, Puji mengatakan bahwa teknologi internet khususnya AI yang berkembang saat ini ia ibaratkan seperti mesin jahit dan manusia adalah tukang jahitnya. Bagus dan tidaknya kain yang dijahit tergantung kepada kemampuan tukang jahit dalam mengolahnya.
“Kecerdasan buatan itu sekedar mesin jahit. Yang dia bisa menjahit pola seperti apapun, model apapun, bahan apapun bisa dijahit. Tapi kalau tukang jahitnya nggak pintar, ya bahannya walaupun bagus-bagus semua, ketika menjadi produk maka produk yang tidak bagus,” jelas pria yang merupakan Bendahara Umum PWNU Lampung ini.
Teknologi yang berkembang saat ini ia ibaratkan juga seperti pisau yang bisa memberi manfaat dan juga membahayakan, tinggal siapa yang memegang pisau tersebut. Menurutnya, teknologi tidak bisa mengalahkan kesempurnaan dan kecerdasan manusia karena teknologi tidak punya rasa, tidak punya intuisi dan juga tak punya iman.
Puji menambahkan bahwa teknologi internet seperti AI seharusnya tidak dijadikan sebagai tujuan (ghayah) namun sebagai alat semata (washilah) untuk memudahkan menemukan jawaban. Setelah ditemukan jawabannya maka harus kembali ditelaah kembali kebenarannya.
Karena lanjutnya, dalam menjawab sebuah pertanyaan semisal terkait dengan hukum agama, teknologi internet lebih mengedepankan jawaban yang paling populer dan paling sering muncul kata kuncinya. Bukan jawaban yang paling benar. Sistem algoritma dalam teknologi internet menjadikan kita disuguhi hal-hal yang memang sering dilakukan di dunia maya.
“Perlu keahlian khusus atau basis (dasar) tentang ilmu agama sehingga tidak tersesat. Jangan percaya 100 persen kepada jawaban yang diberikan,” katanya.
Dari hal ini, penting ditekankan bahwa untuk belajar agama, seseorang harus belajar kepada orang yang memiliki sanad atau silsilah keilmuan. “Manusia itu tidak bisa dikalahkan oleh mesin. Secerdas apa pun mesinnya,” tegasnya.
Mengutip salah satu ahli, Puji mengingatkan bahwa teknologi adalah otak kedua manusia. Otak pertama yang kita miliki digunakan untuk melakukan kreasi yang kreatif, sementara pengetahuan bisa disimpan di otak yang lain yakni teknologi.
“Jadi ketika kita punya second brain (otak kedua), kita bisa memadukan kemampuan logic kita, daya analitis kita dengan pengetahuan yang ada di dunia maya atau di teknologi tadi,” paparnya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://www.nu.or.id/daerah/teknologi-internet-seperti-mesin-jahit-manusia-tukang-jahitnya-LzPYo