Sufyan ats-Tsuri yang bermukim di Makkah selama tiga tahun suatu hari menyaksikan seorang pria penduduk setempat mengunjungi Masjidil Haram. Pria ini melaksanakan thawaf, sembahyang dua rakaat, lantas mengucapkan salam kepada ulama kelahiran Kufah itu, sebelum akhirnya pulang ke rumahnya.
Peristiwa yang ternyata rutin terjadi saban siang membuat Sufyan menaruh rasa kagum dan simpati kepadanya. Sufyan pun berulang kali mendatanginya hingga suatu saat pria ahli ibadah tersebut jatuh sakit dan seperti hendak menemui ajal.
Ia pun memanggil Sufyan ats-Tsauri dan berwasiat, “Apabila aku mati, mandikanlah aku dengan tanganmu sendiri, shalatkan, lalu kuburkan. Dan jangan kau tinggalkan aku sendirian di kuburan malam itu. Bacakan talqîn (tuntunlah) aku tentang tauhid dalam menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir.”
Sufyan yang bernama lengkap Sufyan bin Sa’id bin Masruq bin Habib bin Rafi’ bin Abdillah dikenal tak hanya sebagai ulama yang berpengetahuan sangat luas, tapi juga pribadi yang wara’, zuhud, dan teguh dalam memegang janji. Dan Sufyan mengiyakan semua pesan yang disampaikan sahabat karibnya tersebut.
Ketika pria ahli ibadah itu wafat, Sufyan mulai melaksanakan wasiat satu per satu, termasuk rela bermalam di sebelah kuburan sang sahabat. Dalam kesunyian itulah, ia memperoleh pengalaman spiritual yang tak disangka-sangka.
Menurut penuturan Sufyan ats-Tsauri sendiri sebagaimana direkam kitab an-Nawâdir karya Ahmad Syihabuddin al-Qalyubi, kala itu antara tidur dan terjaga, Sufyan tiba-tiba mendengar suara asing dari atas, “Wahai Sufyan, pria ini tak membutuhkan penjagaanmu, talqînmu, juga hiburanmu. Kamilah yang akan menghibur dan menuntunnya.”
“Dengan apa?”
“Dengan puasa Ramadhan yang disambung puasa enam hari pada bulan Syawal,” jelas suara itu.
Sufyan bangun, membuka mata dan tak ia dapati siapa pun di sekelilingnya. Ia berwudhu lalu menunaikan shalat. Saat tidur kembali, suara itu hadir lagi. Begitu seterusnya sampai berulang tiga kali. Sufyan pun mantap bahwa apa yang ia alami berasal dari Allah, bukan dari setan.
Ia lantas meninggalkan kuburan pria ahli ibadah tersebut dengan tenang dan berdoa, “Allâhumma waffiqnî li shiyâmi dzâlik bi mannika wa karamika, âmîn (Ya Allah, berikanlah aku taufiq untuk menjalankan puasa itu atas anugerah dan kemuliaan-Mu. Amin).”
Editor: Abdul Manap
Sumber: NU Online
https://jabar.nu.or.id/hikmah/kisah-puasa-syawal-dan-suara-ghaib-di-kuburan-EfOqy