Mukjizat Nabi di Bulan Syawal yang Melahirkan Kesetiakawanan Sosial

Mukjizat merupakan peristiwa di luar kebiasaan yang menjadi bukti kenabian. Meskipun demikian, nabi tetaplah seorang manusia yang memiliki sifat basyariyah sehingga ada kesamaan dengan manusia lainnya dan beberapa hal penting pada Beliau dapat ditiru oleh sesama manusia. Sebagai contoh, nabi merasakan lapar sebagaimana orang lain, tetapi di balik laparnya nabi ada mukjizat dan berbagai hikmah yang bisa menjadi pelajaran. Mukjizatnya tidak dapat ditiru, tetapi hikmah dan nilai keteladanannya dapat dicontoh umatnya.

 

Seringkali Allah menurunkan mukjizat kepada nabi dan rasul-Nya pada situasi sulit sehingga menjadi solusi bagi umatnya. Namun, turunnya mukjizat bukanlah suatu kebetulan. Kronologi, waktu, dan tempat terjadinya mukjizat perlu untuk dikaji sebagai tanda kebesaran Allah dan kebenaran Islam. Mukjizat apa yang terjadi pada Bulan Syawal dan ada kaitannya dengan rasa lapar? Apa hikmah dari kelaparan yang dirasakan oleh Nabi dan umatnya lalu diberi solusi dengan mukjizat dari Allah?

 

Ada mukjizat pada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terjadi pada Bulan Syawal di tahun ke 5 Hijriah. Peristiwa unik ini terjadi pada Perang Khandaq ketika nabi dan para sahabat sedang menggali parit dan dilanda kelaparan hebat. Kaum muslimin saat itu bekerja dengan giat dan penuh semangat meskipun mereka kekurangan makanan. Di tengah situasi yang tidak menentu, terjadilah peristiwa kelaparan yang menerpa kaum muslimin termasuk nabinya.

 

Salah seorang sahabat yaitu Anas bin Malik Radliyallahu ‘anh bersaksi bahwa masing-masing orang yang sedang menggali parit hanya dibekali dengan tepung gandum segenggaman tangan. Apabila hendak dimakan, tepung itu dicampur dengan minyak sehingga terbentuk adonan. Kerongkongan mereka jarang tersentuh oleh makanan sehingga mulut-mulut mereka mengeluarkan bau yang tidak sedap.

 

Seorang sahabat yang lain yaitu Abu Thalhah menggambarkan dahsyatnya peristiwa kelaparan itu sehingga mereka melaporkannya kepada Rasulullah. Saat itu, solusi yang ditemukan hanyalah dengan mengganjal perut dengan batu. Rasulullah pun mengganjal perutnya dengan dua buah batu. Namun, di saat seolah tidak ada jalan keluar pada waktu itu, terjadilah mukjizat kenabian yang akan membuktikan kebenaran ajaran Islam melalui Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.

 

Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury menggambarkan penderitaan umat Islam dan nabinya saat itu sebagai berikut:

 

Selama penggalian parit ini terjadi beberapa tanda kenabian yang berkaitan dengan rasa lapar yang mendera mereka. Jabir bin Abdullah melihat Beliau yang benar-benar tersiksa karena rasa lapar. Lalu dia menyembelih seekor hewan dan istrinya menanak satu sha’ tepung gandum. Setelah masak, Jabir membisiki Rasulullah secara pelan-pelan agar datang ke rumahnya bersama beberapa sahabat saja tapi Beliau justru mengajak semua orang yang sedang menggali parit yang jumlahnya ada seribu orang. Lalu mereka melahap makanan yang tak seberapa banyak itu hingga semua kenyang. Bahkan masih ada sisa dagingnya, begitu pula adonan tepung untuk rotinya.” (Syekh Shafiyurrahmman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiiqul Makhtum, Dar Ihyait Turats, 1976: halaman 278)

 

Dalam hadits riwayat Imam Bukhari yang memuat tentang detail peristiwa itu, disebutkan bahwa satu-satunya hewan yang disembelih saat itu adalah anak kambing. Hal lain yang menarik adalah cara Nabi mendatangkan mukjizat yaitu dengan meludahi masakan yang dibuat oleh Sahabat Jabir dan istrinya.

 

Secara detail, kejadian tersebut terekam dalam hadits shahih dari Sahabat Jabir sebagai berikut:

 

Tatkala penggalian parit pertahanan Khandaq sedang dilaksanakan, aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan lapar. Karena itu aku kembali kepada istriku, menanyakan kepadanya, apakah engkau mempunyai makanan? Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang lapar. Maka dikeluarkannya sebuah karung, di dalamnya terdapat satu sha’ (segantang) gandum. Di samping itu kami mempunyai seekor anak kambing. Lalu aku sembelih kambing itu, sementara istriku membuat adonan tepung. Ketika aku selesai mengerjakan pekerjaanku, aku lalu memotong-motong kecil daging kambing tersebut dan aku masukkan ke dalam periuk. Setelah itu aku pergi menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Istriku berkata kepadaku, janganlah kamu mempermalukanku di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat beliau. Aku langsung menemui beliau seraya berbisik kepadanya, wahai Rasulullah! Aku menyembelih seekor anak kambing milikku, dan istriku telah membuat adonan segantang gandum yang kami miliki. Karena itu sudilah kiranya Anda datang bersama-sama dengan beberapa orang sahabat. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berteriak: Hai para penggali Khandaq! Jabir telah membuat hidangan untuk kalian semua. Marilah kita makan bersama-sama! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata kepada Jabir: Jangan kamu menurunkan periukmu dan janganlah kamu memasak adonan rotimu sebelum aku datang. Lalu aku pulang. Tidak lama kemudian Rasulullah datang mendahului para sahabat. Ketika aku temui istriku, dia berkata, Bagaimana engkau ini? Bagaimana engkau ini? Jawabku, aku telah melakukan apa yang engkau pesankan kepadaku. Maka aku mengeluarkan adonan roti kami, kemudian nabi meludahi adonan itu untuk memberi keberkahan. Setelah itu beliau menuju periuk (tempat memasak kambing), maka beliau meludahi dan mendoakan keberkahan kepadanya, sesudah itu beliau berkata kepada istriku: Panggillah tukang roti untuk membantumu memasak. Nanti isikan masakan berdaging itu ke mangkok langsung dari kuali dan sekali-kali jangan kamu menurunkan periukmu. Kala itu para sahabat semuanya berjumlah seribu orang. Demi Allah, semuanya turut makan dan setelah itu mereka pergi. Tetapi periuk kami masih tetap penuh berisi seperti semula. Sedangkan adonan masih seperti semula. (Hadits riwayat Imam Bukhari)

 

Mengingat banyaknya penggali parit yang makan pada saat itu mencapai seribu orang, maka satu-satunya penjelasan untuk menjawab keanehan tersebut adalah bertambahnya jumlah hidangan makanan tanpa terlihat. Fenomena ini belum bisa dijelaskan secara ilmiah, tetapi juga tidak bisa diingkari kebenarannya. Ada rahasia di balik perintah Nabi yang harus dilaksanakan sahabat, yaitu tidak menurunkan periuk berisi daging dan tidak memasak adonan roti sebelum Beliau datang.

 

Bukan suatu kebetulan bahwa mukjizat itu terjadi di Bulan Syawal agar menjadi pengingat terhadap kesetiakawanan sosial. Saat itu, sahabat Jabir dan istrinya tidak punya makanan dalam jumlah banyak, tetapi diajarkan oleh Rasulullah untuk memiliki kesetiakawanan sosial yang tinggi dan langsung didampingi serta dituntun caranya oleh beliau. Cara yang dilakukan pun tak lazim, yaitu dengan meludahi makanan yang sedang dimasak. Maka inilah mukjizat yang hanya bisa dilakukan oleh nabi dan menjadi wasilah solusi umatnya.

 

Saat ini, bulan Syawal identik dengan hari raya umat Islam yaitu Idul Fitri atau lebaran yang memungkinkan berlimpahnya makanan. Namun, bisa jadi ada keprihatinan yang sedang terjadi seperti kelaparan, banyaknya pengangguran, bertambahnya kemiskinan maupun penderitaan lain yang tidak terlihat dan membutuhkan kepekaan sosial yang tinggi.

 

Oleh karena itu, kegembiraan setelah lebaran tidak boleh melupakan seorang muslim bahwa pada saat yang sama bisa jadi ada saudara muslim lain yang kurang beruntung. Mukjizat ludah Nabi Muhammad yang dapat memperbanyak makanan mungkin tidak akan terulang kembali, tetapi spirit ajaran Beliau yang memuat kesetiakawanan sosial di Bulan Syawal sangat layak untuk dilestarikan hingga saat ini. Wallahu a’lam bis shawab.

 

Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, pakar farmasi, pemerhati sejarah kedokteran dan sejarah peradaban Islam.

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/mukjizat-nabi-di-bulan-syawal-yang-melahirkan-kesetiakawanan-sosial-cBoyg

Author: Zant