Setiap perbuatan manusia yang bersifat duniawi terkadang membuat lupa pada akhirat. Terlalu memprioritaskan urusan-urusan dunia seringkali menjadikan jiwa seseorang hampa dari nilai-nilai spiritual. Jiwa yang seharusnya sama-sama mementingkan keduanya, justru lebih condong pada dunia yang bersifat sementara.
Dalam keadaan seperti ini, setiap dari manusia memerlukan media yang bisa mengantarkan jiwanya untuk kembali mengingat akhirat, atau menyeimbangkan antara keduanya. Nah, salah satu upaya untuk kembali mengingat akhirat dan berupaya menjadi orang-orang yang tidak terlalu cinta dunia adalah dengan cara berpuasa, seperti puasa enam hari di bulan Syawal seperti saat ini.
Selain menjadi upaya untuk kembali mengingat akhirat, puasa enam hari di bulan Syawal menjadi salah satu tanda keberhasilan seseorang dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Pahala yang akan didapatkan oleh orang yang puasa pada bulan Syawal tidak tanggung-tanggung, yaitu pahala setara dengan puasa selama satu tahun penuh. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw bersabda dalam salah satu haditsnya, yaitu:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ
Artinya, “Barangsiapa puasa Ramadhan, kemudian ia sertakan dengan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR Muslim).
Umumnya orang sangat sulit untuk bisa melaksanakan puasa selama satu tahun penuh. Karenanya, puasa enam hari saja pada bulan Syawal yang bisa mendatangkan pahala yang senilai puasa selama setahun sangat sayang sekali bila dilewatkan.
3 Tata Cara Pelaksanaan Puasa Syawal
Pelaksanaan puasa enam hari di bulan Syawal bisa dilakukan dengan tiga cara, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali (wafat 795 H) dalam salah satu karyanya, Lathaiful Ma’arif. Ia mengatakan bahwa cara dalam melaksanakan puasa Syawal ada tiga, yaitu:
- Dilakukan dengan terus-menerus, yaitu dengan cara berpuasa enam hari secara terus-menerus tanpa terpisah, dimulai tanggal 2 bulan Syawal hingga tanggal 7. Pendapat ini merupakan pendapat mayoritas ulama Syafi’iyah, dan Imam Ibnu Mubarak. Hal ini berdasarkan salah satu hadits Nabi saw:
مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ مُتَتَابعَةً فَكَأَنَّمَا صَامَ السَّنَةَ
Artinya, “Barangsiapa puasa enam hari setelah Idul Fitri secara terus-menerus, maka seperti berpuasa selama satu tahun.” (HR At-Thabarani).
- Boleh terus-menerus atau terpisah-pisah. Maksudnya boleh dilakukan dengan dua cara, yaitu terus-menerus atau terpisah-pisah, yang penting semuanya masih dilakukan di bulan Syawal, maka akan tetap mendapatkan anjuran puasa dan mendapatkan pahala setara dengan satu tahun sebagaimana hadits di atas. Pendapat ini merupakan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Waqi’ (guru Imam As-Syafi’i).
- Ketiga, dilakukan tiga hari sebelum puasa Ayyamul Bidh. Pendapat yang ketiga mengatakan bahwa puasa Syawal seharusnya tidak dilakukan langsung setelah hari raya Idul Fitri, karena masih menjadi momentum untuk makan dan minum, akan tetap puasa tiga hari sebelum Aayyamul Bidh (tanggal 13, 14, dan 15 dalam kalender Hijriyah), berarti puasa pada tanggal 10 Syawal hingga tanggal 17 Syawal, atau bisa juga puasa setelah Ayyamul Bidh. Pendapat ini menurut Imam Ma’mar dan Imam Abdurrazzaq.
Berdasarkan pada salah satu dari tiga cara di atas, maka orang-orang yang belum bisa melakukan puasa Syawal setelah hari raya, sudah saatnya untuk menunaikannya pada hari ini. Sebab, puasa Syawal bisa dilakukan kapan pun, yang penting masih ada di bulan ini, maka siapa saja bisa untuk melakukan puasa yang pahalanya setara dengan puasa setahun tersebut. (Ibnu Rajab Al-Hanbali, Lathaiful Ma’arif fima li Mawasimil ‘Am minal Wazhaif, 244-245).
Hikmah Puasa Syawal
Hikmah dianjurkannya puasa Syawal adalah agar umat Islam bisa tetap menjaga konsistensi puasanya setelah bulan Ramadhan, dan ini menjadi tanda-tanda diterimanya puasa Ramadhan. Artinya, orang yang mengerjakan puasa enam hari di bulan Syawal, baik secara terus-menerus atau tidak, menunjukkan bahwa puasanya selama Ramadhan diterima oleh Allah swt. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Rajab, yaitu:
عَلاَمَةُ قَبُوْلِ الطَّاعَةِ أَنْ تُوْصَلَ بِطَاعَةٍ بَعْدَهَا وَ عَلَامَةُ رَدِّهَا أَنْ تُوْصَلَ بِمَعْصِيَةٍ. مَا أَحْسَنَ الْحَسَنَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ وَأَقْبَحَ السَّيِّئَةِ بَعْدَ الْحَسَنَةِ
Artinya, “Tanda-tanda diterimanya ketaatan adalah dengan konsisten terus beribadah setelahnya. Dan tanda-tanda ditolaknya ketaatan adalah dengan melakukan kemaksiatan setelahnya. Betapa mulianya suatu ibadah yang dilakukan setelah ibadah yang lain, dan betapa jeleknya sebuah keburukan yang dilakukan setelah ibadah.” (Ibnu Rajab, 68).
Adapun faidah puasa Syawal adalah untuk menyempurnakan puasa selama bulan Ramadhan, sehingga nilai pahalanya bisa setara dengan puasa setahun. Puasa ini juga bisa menjadi penutup kekurangan-kekurangan puasa selama Ramadhan.
Demikian penjelasan tentang tiga tata cara dalam melakukan puasa enam hari pada bulan Syawal, hikmah, dan faidahnya. Wallahu a’lam.
Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://islam.nu.or.id/syariah/3-cara-puasa-syawal-pahala-hikmah-dan-faidahnya-pmZQJ