Jakarta, NU Online
Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) menyoroti soal kekerasan dan pelecehan di tempat kerja yang kerap terjadi.
Hal tersebut diungkap Presiden Dewan Pimpinan Pusat K-Sarbumusi Irham Ali Saifuddin dalam rangka Peringatan Hari Buruh Internasional yang jatuh pada hari ini, 1 Mei 2023.
Irham menegaskan, Sarbumusi menuntut pemerintah untuk melakukan penguatan perlindungan buruh dari berbagai tindak pelecehan di tempat kerja, termasuk di sektor-sektor padat karya yakni tekstil, garmen, dan kelapa sawit yang menaungi jutaan buruh.
“(Penguatan perlindungan buruh dari pelecehan di tempat kerja itu) melalui ratifikasi Konvensi ILO (Internasional Labour Organization) Nomor 190 tentang Kekerasan dan Pelecehan di Tempat Kerja,” tegas Irham kepada NU Online, Ahad (30/4/2023) kemarin.
Sebagai informasi, Konvensi ILO Nomor 190 memuat tiga poin utama. Pertama, kekerasan dan pelecehan berbasis gender, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, harus diarusutamakan ke dalam keselamatan dan kesehatan kerja.
Kedua, pengusaha wajib mengambil tindakan dan membuat kebijakan tempat kerja berkonsultasi dengan serikat pekerja guna mencegah kekerasan dan pelecehan.
Ketiga, mewajibkan negara untuk menyediakan sumber daya dan pelatihan kepada serikat pekerja tentang kekerasan dan pelecehan di dunia kerja, termasuk kekerasan berbasis gender.
Apabila sebuah negara meratifikasi sebuah Konvensi ILO, maka pemerintahnya secara formal menyatakan komitmen untuk menerapkan seluruh kewajiban yang ditetapkan di dalam Konvensi tersebut. Lalu secara periodik melaporkan kepada ILO langkah-langkah yang diambil dalam hal ini.
Hingga kini, Indonesia belum memiliki payung hukum untuk menghentikan dan mencegah kekerasan seksual di lingkungan kerja.
Dilansir situsweb Magdalene, Konvensi ILO Nomor 90 tak hanya mengatur tentang kekerasan dan pelecehan yang dialami buruh di tempat kerja saja, tetapi di dunia kerja. Konvensi ini mengatur kekerasan dan pelecehan yang terjadi di rumah, di jalan, hingga di tempat kerja.
Konvensi ILO Nomor 90 juga mengakui bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang banyak dialami pekerja perempuan akan berimbas pada kerja-kerja mereka.
Kemudian, konvensi ini memberikan pengakuan kepada seluruh pekerja tidak hanya pekerja informal tetapi juga non-formal seperti pekerja rumah tangga dan pekerja disabilitas. Di dalam konvensi ini, mahasiswa magang diakui sebagai pekerja yang punya hak seperti pekerja lainnya.
Konvensi ILO Nomor 90 dibutuhkan karena tempat kerja yang menjadi tempat seseorang menghabiskan hampir sebagian besar waktunya masih dihantui dengan risiko kekerasan dan pelecehan seksual.
Kovensi ini dapat memberikan landasan hukum bagi semua pihak tentang kekerasan dan pelecehan dalam dunia kerja; baik itu pekerja, pihak manajemen, dan serikat buruh untuk menghadapi masalah ini.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syamsul Arifin
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.