Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Qotrunnada Munawwaroh atau Alissa Wahid mengatakan bahwa rekontekstuliasasi norma agama atau fiqih menjadi penting mengingat perubahan realitas global yang terjadi.
“Mengapa rekontekstualisasi fiqih menjadi sangat penting, ini berkaitan dengan keadaan dunia saat ini,” kata Alissa Wahid saat mengisi Annual International Conference for Islamic Studies (AICIS) 2023 di Surabaya, Kamis (4/5/2023).
Menurutnya, realitas global hari ini menghadapkan masyarakat dengan beberapa situasi seperti globalisasi, migrasi, mobilitas vertikal, diversitas, vuca tuna (keadaan tanpa ketidakpastian), dan pembangunan berkelanjutan.
“Kita perlu benar-benar memikirkan titik temu antara agama dan situasi tersebut. Saya akan melihat negosiasi antara syariah dan kemanusiaan dalam konteks ini,” papar putri sulung Gus Dur itu.
Ia kemudian mencontohkan kasus perkawinan anak. Ia menilai, banyak faktor yang mendukung adanya pelestarian pandangan konservatif di masyarakat.
“Karena di sinilah contoh yang sangat nyata tentang bagaimana kita perlu mengontekstualisasikan fiqih,” ucap Alissa.
Perkara perkawinan anak, lanjut Alissa, masih menjadi PR besar, khususnya bagi masyarakat di Indonesia. Ini karena perkawinan anak mengarah pada siklus kemiskinan, stunting, kondisi kesehatan, serta kualitas pernikahan dan keluarga.
“Dalam data yang saya temukan, faktor pemicu pada praktik perkawinan anak adalah kebanyakan atas dasar paradigma keagamaan. Praktik perkawinan anak juga dilatarbelakangi masalah pendidikan keluarga, budaya patriarki, regulasi dan layanan dari pemerintah,” ungkap psikolog keluarga kelahiran Jombang itu.
Selain itu, menurut Alissa, justifikasi pendukung perkawinan anak juga berkaitan dengan pemikiran bahwa praktik tersebut sesuai aturan agama, telah dipraktikkan sejak dulu dan tidak masalah, lebih cepat anak perempuan menikah lebih baik bagi keluarga, serta lebih cepat lebih baik daripada tidak laku.
“Kemudian, mereka juga memahami bahwa menikah adalah jalan untuk mencegah zina, menikah adalah sunnah agama tidak boleh dihalang-halangi, nasib kita adalah kehendak Tuhan tidak perlu takut, menaati agama lebih penting daripada menaati pemerintah, menikah adalah setengah tujuan ibadah,” tutup Alissa.
Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Fathoni Ahmad
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://www.nu.or.id/nasional/alissa-wahid-jelaskan-alasan-pentingnya-rekontekstualisasi-fiqih-lTORL