Perlunya Menjaga Fitrah Jelang Pemilu 2024

Seperti tidak berpengaruh puasa Ramadhan kemarin jika pada bulan Syawal ini mulai menulis atau berkata tidak baik, tidak benar, hanya karena menjelang pemilu 2024. Memang tidak ada hubungan antara puasa Ramadhan dan pemilu. Puasa Ramadhan tiap tahun, sementara pemilu setiap lima tahun. Namun karena kepentingan politik praktis, jika tidak mampu memilih kosa kata atau perbendaharaan kalimat, serta bertindak tidak taat asas, akan dapat merusak nilai ibadah yang dijalankan. 

Puasa merupakan ibadah mahdhah, sedangkan pemilu merupakan ghairu mahdhah atau mu’amalah. Yang pertama bersifat vertikal, sedangkan yang kedua bersifat horisontal. Keduanya sepertinya berbeda, namun tidak dapat dipisahkan. 

Puasa merupakan bagian rukun Islam, sedang pemilu merupakan bagian rukun bernegara demokrasi. Puasa membentuk karakter kesalehan setiap insan yang menjalankannya. Sementara pemilu berorientasi pada terbentuknya pemerintahan untuk mengemban amanat negara. Negara menurut konstitusinya telah  mengamanatkan kepada pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Karena itu jika ditelaah dengan akal sehat, antara puasa Ramadhan dan pemilu sama-sama merupakan ladang ibadah. Keduanya tergantung pada niat, tujuan, dan prosesnya. Jika niatnya baik, tujuan baik, dengan proses yang tidak baik maka akan menjadi tidak baik. Jika niat dan tujuannya baik, dilakukan dengan proses yang baik, maka akan menjadi baik. Jika niat dan tujuannya tidak benar dengan proses yang tidak benar maka hasilnya juga tidak benar dan dosa. 

Jadi semua berpulang pada kata hati, derajat bertaqwa ini ada pada hati setiap insan yang menjadi pelaku. Hati yang baik akan membuahkan perilaku yang baik. Perilaku yang baik akan membahagiakan bagi pelaku dan orang di sekitarnya.

Karena itu apakah puasa Ramadhan kita akan berdampak positif bagi hati dan jiwa kita? Dengan puasa Ramadhan, qiyamullail dan membayar zakat akan membuat jiwa menjadi kembali pada fitrah, Insyaallah semua kesalahan yang telah lewat akan diampuni. Tentunya kondisi fitrah ini harus dipertahankan sampai bertemu pada Puasa Ramadhan berikutnya. Diharapkan juga berdampak pada kebaikan perilaku kita di semua bidang, termasuk politik. 

Dalam politik, boleh saja menggunakan hak-haknya yakni berkumpul, bersikap, mengeluarkan pikiran baik lisan maupun tulisan. Hal ini dijamin oleh undang-undang. Karena merupakan hak bagi setiap warga negara maka penggunaan hak seyogyanya tidak melampaui batas sehingga tidak terjebak pada penyampaian tulisan, perkataan, dan tindakan yang dapat mengotori hati yang telah kembali pada fitrah. Wallahu a’lam bis shawab

H Mohamad Muzamil, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah


https://jateng.nu.or.id/opini/perlunya-menjaga-fitrah-jelang-pemilu-2024-nFu5I

Author: Zant