Jakarta, NU Online
Kepala Badan (Kaban) Litbang Diklat Kementerian Agama RI Prof Amien Suyitno menyebut bahwa potensi intoleransi tak hanya muncul dari persoalan tafsir agama. Akan tetapi, juga bisa lahir dari tafsir sosial kehidupan masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan Prof Suyitno saat memberikan pidato kunci dalam Diskusi Publik bertajuk Pendidikan Moderasi Beragama bagi Pendidik, Mahasiswa, dan Serikat Pekerja di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, pada Jumat (19/5/2023).
“Orang sulit menjadi toleran kalau perutnya lapar ketika menjadi pengangguran dan tidak punya sumber pendapatan. Sangat mungkin tafsir-tafsir sosial itu (memunculkan intoleransi),” kata Prof Suyitno.
Guru besar UIN Raden Fatah Palembang ini kemudian menyitir hadits Nabi Muhammad saw yang menyebutkan bahwa kemiskinan atau kefakiran dekat kepada kekufuran.
“Nyaris saja orang yang fakir itu menjadi kafir. Jadi, fakir itu mendekati kekufuran. Bisa murtad agama. Bahkan, bisa murtad bernegara,” tegas Prof Suyitno.
Lebih lanjut, di hadapan mahasiswa Unusia, mantan Direktur Diktis Kemenag ini mengingatkan soal potensi menjadi pengangguran setelah lulus dan diwisuda.
“Kalau faktornya ekonomi, pengangguran, tidak punya pekerjaan itu memberi gejala juga di mahasiswa,” ujar Wakil Ketua Lembaga Pendidikan Tinggi (LPT) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini.
Karena itu, lanjut dia, moderasi beragama tidak hanya perlu dilihat dalam perspektif teologis. Tetapi, juga sudut pandang sosial-ekonomi yang sangat kompleks di tengah kehidupan masyarakat dan bisa memicu lahirnya radikalisme dan intoleransi.
Pendampingan masyarakat
Prof Suyitno lalu mendorong mahasiswa Unusia untuk mengambil peran untuk membantu memberikan pendampingan kepada masyarakat. Misalnya, mahasiswa perlu berperan membantu negara dalam mengatasi tengkes atau stunting.
Dalam hal ini, ia mendorong mahasiswa Unusia bekerja sama dengan Kementerian Sosial (Kemensos) dan beberapa kementerian terkait yang punya program pengentasan tengkes di bawah koordinasi Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin.
“Mahasiswa Unusia mestinya mengambil peran itu. Kita tidak boleh tinggal diam untuk mengatasi stunting. Itu upaya dalam rangka penguatan moderasi berbasis pengentasan stunting,” tutur mantan Direktur GTK Ditjen Pendis Kemenag ini.
Sebagai informasi, diskusi publik ini diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Federasi Transportasi, Pendidikan, dan Informal (F-TPI) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) bekerja sama dengan Kementerian Agama.
Diskusi publik ini menghadirkan tiga narasumber utama, yakni Wakil Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarbumusi Suharjono, Wakil Rektor Unusia Jakarta Fathu Yasik, dan Sekretaris Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PBNU Harianto Oghie.
Hadir pada kesempatan ini, Ketua Umum PP F-TPI Sarbumusi Fika Taufiqurrahman dan Ketua Umum PP Federasi Buruh Migran Nusantara (F-Buminu) Sarbumusi, serta lebih dari 100 peserta yang didominasi oleh mahasiswa Unusia.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Musthofa Asrori
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.