Semarang, NU Online Jateng
Ketua Pimpinan Cabang (PC) Jamiyatul Qurra’ wal-Huffadh Nahdlatul Ulama (JQHNU) Kota Semarang Ahmad Rifqi Hidayat menegaskan, politik adalah hak pribadi, namun jangan membawa organisasi dalam lingkaran politik praktis partai politik (Parpol) maupun calon legislatif (caleg) tertentu pada pemilihan umum (Pemilu).
“Berpolitik itu hak pribadi, tugas sebagai warga negara untuk menyukseskan pemilu. Namun jangan membawa organisasi dalam politik praktis. Ini amanah penting dari majelis ilmi untuk kita semua,” ujarnya.
Ia menyampaikan hal itu saat pembentukan Pimpinan Anak Cabang (PAC) JQHNU Kecamatan Tugu di majelis taklim NU Mangkang Wetan, Tugu, Kota Semarang, Sabtu (1/7/2023) malam.
Disampaikan, memang menduduki posisi atau jabatan dalam organisasi itu memancing minat caleg untuk mendekat. Hal itu karena posisi ketua organisasi dianggap sebagai elektoral untuk menggiring massa.
“Sudah lazim kalau kita baca berita itu para pemimpin atau petinggi parpol selalu mengarahkan bawahannya agar mendekati tokoh masyarakat atau elektoral organisasi kemasyarakatan, JQHNU ini juga termasuk ormas keagamaan yang punya basis massa, dan jamaah yang jelas,” terangnya.
Karena itu lanjutnya, berpolitik jangan membawa organisasi, dan harus hati-hati. Kalau salah malah jamaah bisa bubrah.
Selain persoalan politik praktis, pendiri JQH Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang ini juga mengingatkan agar bersikap terbuka terhadap perkembangan metode yang ada.
“Ada banyak sekali metode cara cepat membaca Al-Qur’an juga perkembangan peminat belajar tentang Al-Qur’an. Banyak juga yang mengkritisi pelafalan huruf versi yang selama ini kita praktikkan,” ungkapnya.
Bahkan sambungnya, perbedaan cara baca itu akan semakin terasa ketika mendapati para pembaca Al-Qur’an Indonesia yang belajar dari Timur Tengah. Oleh karena itu lanjutnya, isu aktual tersebut perlu diikuti, namun jangan sampai terjebak untuk ikut mengoreksi antara teori dengan praktik.
“Kok bisa beda ya yang penting jelas kita diajari para guru kita itu demikian, bisa saja perbedaan cara pelafalan yang ada menjadi sebuah khasanah keilmuan membaca Al-Qur’an. Intinya runut dan manut sesuai sanad keilmuan,” jelasnya.
Dirinya juga mengingatkan, dewan organisasi merupakan pelaksana. Oleh sebab itu, berbagai hal yang akan diputuskan dalam permusyawaratan tetap atas izin majelis ilmi.
“Monggo, silahkan berkreasi dalam kegiatan, namun jangan melewati atau berbeda haluan dengan majelis ilmi. Ini bukan organisasi politik. Jadi sinergis, tidak boleh ada pecah kongsi,” tegasnya.
Sekretaris JQHNU Kota Semarang Robithoh Zain menambahkan, PAC JQHNU Kecamatan Tugu merupakan yang pertama kali terbentuk di Kota Semarang. Terbentuknya organisasi tingkat kecamatan juga merupakan idaman Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Tugu.
“MWCNU Tugu ini sudah lama ingin membentuk JQHNU, bahkan 2 tahun lalu juga sudah ada ancang-ancang, tapi baru terlaksana hari ini,” ucapnya.
Rais MWCNU Tugu KH Chumaidi Thoha berpesan untuk memperkuat silaturahim dan silatul ilmi, baik dengan ulama atau santri yang masih hidup maupun dengan yang sudah wafat.
“Ada banyak alumni Pesantren Al-Qur’an yang perlu didekati, jalin sillaturahim untuk ngaji bersama. Juga ada banyak makam ulama di Kecamatan Tugu ini yang perlu kita ziarahi,” tuturnya.
Maka dari itu sambungnya, kepengurusan JQHNU boleh diikuti santri yang belum hafal Al-Qur’an. Sifatnya umum, siapapun warga NU yang punya kapabilitas di bidang seni tilawah, kaligrafi, ilmu qiraat, tafsir, dan ilmu tafsir Al-Qur’an boleh ikut gabung menjadi pengurus JQHNU Kecamatan Tugu,” Kiai Chumaidi yang juga Pengasuh Pesantren Nurul Huda Mangkangwetan ini.
Pengirim: Ahmad Sibahul Khoir