Di Halaqah Ulama Nasional, Kiai Masdar Jelaskan Hakikat Kitab Kuning

Lamongan, NU Online Jatim

Keberadaan kitab kuning tidak semata warisan karya ulama terdahulu. Namun ada makna yang lebih hakiki dari kitab kuning yang senantiasa dikaji di pesantren hingga kini.

Penegasan disampaikan Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Mas’udi yang hadir pada Halaqah Ulama Nasional yang diselenggarakan Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

 

“Kitab kuning ini sesungguhnya merupakan simbol dari para santri, para kiai yang tanpa pernah ragu untuk terus berguru, membaca, dan mengikuti fatwa ulama,” katanya pada acara yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Rabu (12/07/2023). 

 

Kitab kuning, menurutnya, merupakan petunjuk ulama dari zaman dulu. Dan di Tanah Air akan menjadi pembeda dengan pesantren modern yang mulai banyak tersebar.

“Sudah sangat jauh ke belakang, mungkin sudah ada 10 abad lalu untuk menjadi panutan pegangan dari segenap umat Islam khususnya dari kalangan pesantren Ahlussunnah wal Jamaah,” paparnya. 

 

Meskipun kitab kuning usianya sudah lama, Kiai Masdar Farid menyebut masih banyak yang relevan, misalnya kitab Safinatun Najah maupun Taqrib. Menurutnya, itu masih penting untuk dipahami bagi santri yang mendalami ilmu fiqih, begitu juga dengan ilmu lain. Dan santri harus bisa mengetahui dan menguasai aneka ilmu tersebut dengan baik.

 

“Kalau santri ingin menjadi kiai, tidak mungkin tanpa ilmu nahwu sharaf dan lain sebagainya, sebisa mungkin harus belajar yang matang, bahkan lebih tinggi lagi ilmu balaghahnya harus dipelajari,” katanya.

 

Kiai Masdar Farid menjelaskan, muslim di Indonesia merupakan mayoritas dan negara dengan jumlah penduduk Islam terbesar di dunia. Semua kini hidup tenteram dan damai tanpa ada konflik. 

 

“Ini saya pikir perlu digarisbawahi bahwa kedamaian di Indonesia luar biasa dibanding dengan beberapa negara lain, termasuk negara Islam di Timur Tengah yang bahasanya sama, budayanya sama ternyata gampang sekali ada konflik satu sama lain antar suku, bahkan antar negara,” katanya.

Selanjutnya, dia mengingatkan bahwa sebagai rakyat Indonesia harus bersyukur tinggal di Indonesia, sebab dianugerahi ketertiban, meskipun berbeda agama bisa bersaudara. Kemudian, perlu adanya apresiasi ijtihad para ulama pendiri negara ini yaitu dengan Pancasilanya.  Menurutnya, Pancasila memang disusun oleh para tokoh bangsa dengan berbagai kepercayaan dan agama. Akan tetapi seluruh isi dari Pancasila sebagai landasan negara ini, itu sesungguhnya sangat islami. 

“Misalnya Ketuhanan yang Maha Esa, itu jelas bagi umat Islam adalah tauhid, dan tauhid merupakan yang paling fundamental dari umat Islam dan jaminan selamat dunia dan akhirat,” katanya.

 

Halaqah Ulama Nasional dengan tema Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning ini hasil kerja sama antara RMI-PBNU dengan Kemenag RI. Acara akan berlangsung hingga hari ini, dan bersamaan dengan itu juga ada kegiatan Musabaqah Qira’atil Kutub Nasional (MQKN) hingga Selasa (18/07/2023).


https://jatim.nu.or.id/pantura/di-halaqah-ulama-nasional-kiai-masdar-jelaskan-hakikat-kitab-kuning-TBW2v

Author: Zant