Salah satu ibadah yang dianjurkan saat memasuki bulan Muharram adalah mengusap kepala yatim. Dan perlu diketahui bahwa yatim adalah anak berusia belum baligh yang tidak memiliki ayah, sebab ditinggal wafat, sehingga kasih sayang seorang ayah tidak ia dapatkan.
Bulan Muharram yang seringkali disebut sebagai bulannya yatim, terlebih pada tanggal 10 Muharram banyak masyarakat yang mengadakan kegiatan santunan dan mengusap kepala yatim.
Apakah hal in i ada anjuran dan dalilnya? Perhatikan hadits yang berasal dari Musnad Ahmad, 7/36 berikut:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ مَسَحَ رَأْسَ يَتِيمٍ لَمْ يَمْسَحْهُ إِلَّا لِلَّهِ كَانَ لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ مَرَّتْ عَلَيْهَا يَدُهُ حَسَنَاتٌ وَمَنْ أَحْسَنَ إِلَى يَتِيمَةٍ أَوْ يَتِيمٍ عِنْدَهُ كُنْتُ أَنَا وَهُوَ فِي الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ وَفَرَّقَ بَيْنَ أُصْبُعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
Artinya: Diriwayatkan dari Umamah, sesungguhnya Nabi bersabda: Barang siapa mengusap kepala yatim semata-mata karena Allah, maka setiap rambut yang ia usap memperoleh satu kebaikan. Barang siapa berbuat baik kepada yatim di sekitarnya, maka ia denganku ketika di surga seperti dua jari ini. Nabi menunjukkan dua jarinya; jari telunjuk dan jari tengahnya.
Secara tekstual hadits ini tidak menyebutkan secara spesifik harus diselenggarakan pada tanggal 10 Muharram, namun mengusap kepala yatim tetap dianjurkan kapan pun. Pertanyaannya mengapa yang dianjurkan adalah mengusap kepala anak yatim? apa hikmahnya?
Dalam kitab Majma’ Zawaid dijelaskan seperti ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا شَكَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ: امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمِ الْمِسْكِينَ». رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ.
Artinya: Diriwayatkan dari Abi Hurairah, sesungguhnya seseorang melaporkan kekerasan hatinya kepada Nabi Muhammad, lalu Nabi berpesan: Usaplah kepala yatim dan berilah makanan orang miskin. (HR Ahmad, para perawinya sahih)
Dalam salah satu riwayat Tabrani dari Abu Darda’ memiliki pesan senada:
وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: «أَتَى النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – رَجُلٌ يَشْكُو قَسْوَةَ قَلْبِهِ، قَالَ: ” أَتُحِبُّ أَنْ يَلِينَ قَلْبُكَ وَتُدْرَكَ حَاجَتُكَ؟ ارْحَمِ الْيَتِيمَ، وَامْسَحْ رَأْسَهُ، وَأَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ، يَلِنْ قَلْبُكَ وَتُدْرِكْ حَاجَتَكَ». رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ وَفِي إِسْنَادِهِ مَنْ لَمْ يُسَمَّ، وَبَقِيَّةُ: مُدَلِّسٌ
Artinya: Diriwayatkan dari Abi Darda’ , ia berkata: Seorang laki-laki sowan Rasulullah mengeluhkan kekerasan hatinya, lalu Rasulullah berpesan: Apakah kamu ingin hatimu lembut dan hajatmu terkabul? Sayangilah yatim, usaplah kepalanya, berilah ia makan dari makananmu, maka hatimu akan lembut dan hajatmu akan terkabul. (HR Tabrani, sanadnya ada yang tidak disebutkan dan sebagian mudallis).
Kemudian dalam kitab Tanbihul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiya wal Mursalin karya Abullaits Assamarqandi (w. 373 H) menyebutkan besarnya pahala mengusap kepala yatim:
مَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أَعْطَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ثَوَابَ عَشْرَةِ آلافِ مَلَكٍ ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشْرَةِ آلَافِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ وَعَشْرَةِ آلافِ شَهِيدٍ ، وَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رَفَعَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ دَرَجَةً
Artinya: Barang siapa berpuasa para hari Asyura (tanggal 10) Muharran, niscaya Allah akan memberikan seribu pahala malaikat dan pahala 10.000 pahala syuhada’. Dan barang siapa mengusap kepala yatim pada hari Asyura, niscaya Allah mengangkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya.
Dari beberapa redaksi hadits di atas dapat disimpulkan bahwa hikmah mengusap kepala yatim adalah membentuk kasih sayang dan kepedulian kepada mereka. Di sisi lain, yatim merindukan belaian kasih sayang ayahnya. Sehingga dari pertemuan itu akan mengubah hati yang keras menjadi lembut dan doa terkabulkan.
Anjuran mengusap kepala sangat logis, sebab kepala merupakan anggota tubuh manusia paling penting dan mulia. Di dalam kepala tersimpan akal pikiran, sekaligus yang membedakan manusia dengan binatang. Wallahu a’lam.