Sayyidina Hasan bin Ali adalah putra pertama dari pasangan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah. Hasan dikenal sebagai orang yang penyayang dan penuh cinta kasih. Imam Jalaluddin Suyuthi dalam kitab Tarikh Khulafa, menggambarkannya sebagai laki-laki yang memiliki kepribadian sempurna. Dia sosok pemimpin, penyabar, tegas, pemurah, dan akhlaknya terpuji, tidak menyukai pertengkaran dan pertumpahan darah.
Rasulullah dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Hakim, bersumber daru Abi Sa’id al Khuduri, memuji sosok Hasan sebagai ahli surga;
وأخرج الترمذي والحاكم عن أبي سعيد الخدري، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “الحسن والحسن سيدا شباب أهل الجنة
Artinya; Meriwayatkan Imam Tirmidzi dan Hakim, dari Abi Sa’id al Khuduri, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hasan dan Husein adalah dua pemimpin para pemuda penghuni surga.”
Sementara itu, Umair bin Ishaq, salah seorang sahabat yang menjadi saksi kebaikan hati Hasan bin Ali. Ia menuturkan, bahwa cucu tercinta Rasulullah itu tidak pernah sama-sekali keluar dari mulutnya kata-kata kasar. Alkisah, Gubernur Marwan, termasuk orang yang sering mencaci-maki Ali dalam setiap khutbah Jumat. Suatu waktu, Marwan mengirim orang untuk menemui Hasan, dan menitipkan pesan hinaan sang Gubernur. Dalam pesannya Marwan mengatakan Ali dan Hasan sebagai keledai;
بعلي وبعلي وبعلي وبك وبك، وما وجدت مثلك إلا مثل البغلة، يقال لها: من أبوك؟ فتقول: أمي الفرس،
Artinya: “Ali dan kamu! Aku tidak menganggapmu kecuali sebagai seekor keledai yang jika ditanya siapa ayahnya, maka ia akan menjawab; ibuku seekor kuda,” [Imam Jalaluddin Suyuthi, Tarikh Khulafa, [Mekkah, Maktabah Nizar Musthafa Al Baz, 2004], hal. 146.
Mendengar umpatan dan hinaan tersebut, Hasan tidak pernah membalasnya, dan senantiasa sabar. Ia justru berkata kepada utusan tersebut, untuk menyampaikan pesan ini;
ارجع إليه فقل له: إني والله لا أمحو عنك شيئًا مما قلت بأن أسبك ولكن موعدي وموعدك الله فإن كنت صادقًا جزاك الله بصدقك وإن كنت كاذبًا فالله أشد نقمة
Artinya: “Pergi dan kembali kepadanya, katakan aku tidak akan membalas ucapannya dan tidak akan mencaci-makinya karena perkataanmu ini. Namun ingatlah perjumpaan kita di hadapan Allah. Jika kamu benar, Allah akan membalas kejujuranmu, namun jika kamu bohong, sesungguhnya siksa Allah sangat pedih.”
Di kisah lain, ketika ayahnya wafat, Hasan dilantik orang Kufah untuk menjadi Gubernur dan tinggal di sana selama 6 bulan. Namun, Muawiyah datang menemuinya dan meminta agar Hasan segera menyerahkan jabatannya. Tak keberatan, Hasan bersedia menyerahkan jabatan dengan syarat, kelak jabatan tersebut diserahkan kembali kepadanya, dan Muawiyah tidak akan menuntut apapun kepada penduduk Madinah, Hijaz, dan Irak atas apa yang terjadi di masa pemerintahan ayahnya.
Kemudian Muawiyah menyetujuinya dan mereka berdamai. Hasan turun dari kekuasaan, bulan Rabiul Awal, tahun 41 H. Setelah peristiwa itu, pelbagai hinaan dan cemoohan dilontarkan kepada Hasan, karena memilih damai dan memberikan tampuk kekuasaannya. Imam Jalaluddin Suyuthi mencatat, ada orang yang memanggilnya dengan “lelaki yang menghinakan umat Islam” atau “orang yang sudah menghinakan orang mukmin”. Panggilan kecewa ini tidak diambil pusing Hasan, dan ia senantiasa ramah dan berbaik hati pada mereka yang membencinya.
Salah satu sahabat, Jubair bin Nafir, penasaran dengan keputusan Hasan berdamai dengan Muawiyah, dan bertanya langsung pada Hasan terkait keputusannya. Lantas Hasan menjawab, “Aku bukan orang yang menghinakan kaum mukminin, aku tidak suka membunuh kalian lantaran berebut kekuasaan. Kendati pun semua orang Arab sudah berada di bawah telapak tanganku dan mau membelaku jika diperintahkan. Namun demi mencari ridla Allah, aku tidak akan membiarkan mereka dan mencegah pertumpahan darah di antara umat Rasulullah,”.
Di lain kisah, Hasan wafat karena diracun oleh istrinya yang bernama Ja’dah binti Asy’ats bin Qais. Karena termakan bujuk rayu maut dari Yazid bin Muawiyah, kelak akan menikahinya jika dia berhasil membunuh Hasan.
Di tengah sakit yang dialaminya, Husein bin Ali, saudaranya memaksa Hasan memberitahu orang yang tega hati meracuninya. Namun Hasan tidak mau memberitahunya. Hasan berkata;
الله أشد نقمة إن كان الذي أظن وإلا فلا يقتل بي والله بريء
Artinya: “Allah lebih dahsyat balasannya, jika benar dugaanku, bahwa aku diracun. Jika tidak, demi Allah jangan sampai ada orang yang terbunuh karena diriku.”
Demikian sekilas kisah kebaikan hati Hasan bin Ali, cucu Rasulullah Muhammad SAW. Dalam catatan sejarah Islam menggambarkan kedermawanan, belas kasih, dan akhlak mulia yang dimiliki oleh keluarga Nabi Muhammad.
Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Islam, tinggal di Ciputat.
Sumber: NU Online
https://jateng.nu.or.id/keislaman/kisah-kemuliaan-hati-sayyidina-hasan-bin-ali-cucu-rasulullah-ET8Iv