NU Jateng Gelar Bahtsul Masail di Batang Besok, Ini Materi yang Bakal Dibahas (2-Habis)

Semarang, NU Online Jateng
Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah bakal menggelar kegiatan bahtsul masail di Pesantren Al-Inaroh Wonotunggal, Kabupaten Batang pada Senin (14/8/2023) besok.

Berbagai persiapan telah dilakukan di antaranya menggelar rapat koordinasi dengan pengelola pesantren maupun tim penyiapan materi bahtsul masail yan dipimpin Ketua LBMNU Jateng KH Zainal Amin.

Katib PWNU Jateng KH Abdul Munib Muchit mengatakan, seluruh persiapan sudah mendekati rampung. 3 materi pembahasan sudah dikirim ke cabang-cabang untuk dibahas, persiapan tempat sudah 100 persen, undangan ke peserta juga sudah dikirim.

“Alhamdulillah, kegiatan bahtsul masail terakhir pada periode PWNU Jateng 2018-2023 siap dihelat di Batang. Hasil dari LBMNU Jateng akan menjadi bahan usulan untuk dibahas di Munas dan Konbes PBNU di Jakarta pada September besok,” ujarnya Sabtu (12/8/2023)

Berikut asilah yang dibahas di Batang:

POLITIK UANG

Deskripsi Masalah
Politik uang (money politic) adalah sebuah upaya mempengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya. Dari pemahaman tersebut, politik uang adalah salah satu bentuk suap. Praktik ini akhirnya memunculkan para pemimpin yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan masyarakat
yang memilihnya. 

Dia merasa berkewajiban mencari keuntungan dari jabatannya, salah satunya untuk mengembalikan modal yang keluar dalam kampanye. Akhirnya setelah menjabat, dia akan melakukan berbagai kecurangan, menerima suap, gratifikasi atau korupsi lainnya
dengan berbagai macam bentuk. Tidak heran jika politik uang disebut sebagai ‘mother of corruption’ atau induknya korupsi.

Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Amir Arief mengatakan, politik uang telah menyebabkan politik berbiaya mahal. Selain untuk jual beli suara (vote buying), para kandidat juga harus membayar mahar politik kepada partai dengan nominal fantastis. Tentu saja, itu bukan hanya dari uangnya pribadi, melainkan donasi dari berbagai pihak yang mengharapkan timbal balik jika akhirnya dia terpilih. Perilaku ini biasa disebut investive corruption, atau investasi untuk korupsi. https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20230217-waspadai-bahaya-politik-uang-induk-dari- korupsi

Praktik politik uang yang selalu berulang telah menggeser pandangan sebagian masyarakat. Mereka sudah tidak menganggap tindakan tersebut sebagai hal yang tabu. Bahkan sebaliknya, sebagian dari mereka justru mentabukan kandidat yang tidak mau melakukannya praktik ini.

Dalam literatur fiqih ditemukan toleransi atas tindakan ini bila dilakukan dalam kondisi terpaksa, yaitu untuk memenangkan kebenaran atas kebatilan. Namun dominasi kepentingan individu dan kelompok menjadikan toleransi ini diaplikasikan secara subyektif. Sebagian masyarakat yang meyakini keharaman suap akhirnya meyakini kehalalan menerima pemberian untuk kepentingan politik ini atas dasar toleransi fiqih dalam hal diperbolehkanmemberikannya dalam kondisi tertentu.

Pertanyaan:

  1. Bagaimana pandangan fiqih dalam hal tindakan menerima pemberian untuk kepentinganpolitik?
  2. Apakah menerima pemberian termasuk dalam kategori janji untuk memberikan suara kepadapemberi?
  3. Saat menerima pemberian untuk kepentingan politik adalah tindakan yang dilarang, apa tindakan yang harus dilakukan penerima?

 

TAHQIQ FAKIR MISKIN

Deskripsi Masalah
Siapakah fakir miskin dalam konteks zaman sekarang? Dalam khazanah fiqih secara substansial miskin adalah orang yang tidak punya 80% biaya hidup layak untuk diri dan keluarganya sampai usia umumnya manusia 60-62 tahun. Fakir lebih parah tidak punya 40% biaya hidup tersebut.

Orang yang secara personal berstatus fakir miskin tapi ada pihak yang wajib menanggungnya, semisal orang tua ditanggung anak, istri ditanggung suami, maka gugur status miskinnya. Hal ini seperti orang yang bekerja dan dapat menghasilkan biaya hidup untuk setiap harinya yang juga gugur status fakir miskinnya.

Di sisi lain pembagian zakat, daging kurban, dan alokasi berbagai fidyah kepada fakir miskin seringkali hanya dengan melihat kesan sekilas dari pihak yang akan diberi. Kira- kira layak diberi, kira-kira tidak tidak diberi. Bahkan terkadang, fakir miskin yang dimaksud dalam soal pada praktiknya disamakan dengan fakir miskin penerima bantuan pemerintah yang sebenarnya sekilas tidak masuk dalam fakir miskin dalam perspektif fiqih.

Pertanyaan:

  1. Apa kategori fakir miskin menurut fiqih mazhab empat?
  2. Boleh dan cukupkah mengalokasikan zakat, daging kurban wajib, dan fidyah kepada fakir miskin dengan standar daftar penerima bantuan pemerintah?
  3. Bolehkan mengalokasikan zakat, daging kurban wajib, dan fidyah kepada fakir miskin dengan standar kira-kira sekilas saja, tanpa melihat indikasi-indikasi yang dapat membangun dugaan bahwa pihak tersebut memang benar-benar termasuk kategori fakir miskin sesuai standar fiqh?
  4. Orang yang secara personal berstatus fakir miskin dan ada pihak yang wajib menanggung nafkahnya, tapi secara nyata tidak terpenuhi, apakah tetap gugur status fakir miskinnya?
  5. Apakah maksud sebenarnya pendapat fiqih yang menyatakan orang yang bekerja setiap hari dan menghasilkan biaya kebutuhan hidup, menjadi gugur status fakir miskinnya?

Penulis: M Ngisom Al-Barony


https://jateng.nu.or.id/regional/nu-jateng-gelar-bahtsul-masail-di-batang-besok-ini-materi-yang-bakal-dibahas-2-habis-0LBil

Author: Zant