Surabaya, NU Online Jatim
Alumni Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) sekaligus Senator asal Jawa Timur, AA Ahmad Nawardi mendesak pemerintah untuk melarang penjualan, peredaran, distribusi dan pemakaian serta kepemilikan jam tangan produk Swatch yang mengandung elemen LGBT. Tidak hanya jam, ia juga meminta pemerintah melarang film Barbie karena mengandung simbol-simbol LGBT.
Pernyataan itu disampaikan menyusul peredaran masif jam produk Watch edisi Pride Collection yang mengandung elemen LGBT serta film Barbie yang sedang tayang di bioskop. Di Indonesia. Pride merupakan bulan perayaan yang diselenggarakan pada Juni lalu oleh komunitas LGBT dunia.
Menurutnya, kampanye menyimpang terus digelorakan oleh komunitas LGBT baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi lewat media sosial, produk, film dan tindakan nyata di masyarakat.
“Toko-toko Swatch hari ini dipenuhi oleh jam tangan Pride Collection. Film Barbie juga dipenuhi penonton anak-anak dan muda-muda,” katanya, Sabtu (13/08/2023).
Pemerintah Malaysia menurut anggota Komite 3 DPD RI ini sudah lebih dahulu melarang peredaran dan pemakaian jam tangan tersebut. Bahkan Malaysia mengancam akan menghukum warganya yang terbukti, menjual, mendistribusikan dan memakai jam tangan warna-warni tersebut.
“Kita ini negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Jangan membiarkan LGBT menguasai anak-muda kita,” tegasnya.
Mantan wartawan Tempo ini menyatakan, produk-produk yang mengandung simbol LGBT merupakan sebuah kampanye dan sosialisasi ajakan agar anak-anak muda yang polos dan tidak memahami LGBT masuk dalam perangkap mereka. Produk itu merusak dan berpotensi merusak moral anak bangsa.
Tidak hanya produk jam Swatch, tapi film Barbie yang sedang tayang di bioskop-bioskop di Indonesia juga mengandung elemen LGBT. Beberapa negara di timur tengah sudah melarang pemutaran film tersebut seperti Kuwait dan Lebanon, bahkan beberapa negara lainnya menyusul.
“Dalam peraturan perundang undangan bahkan dalam ajaran berbagai agama, LGBT sangat dilarang. Karena selain merusak moral dan perilaku menyimpang juga tidak sesuai kodrat manusia. Jika pemerintah membiarkan ke depan bangsa ini akan dikuasai LGBT,” paparnya.
Selain itu, komitmen pemerintah mewujudkan bonus demografi yang berkualitas pada tahun 2030 hingga 2040 harus dibarengi dengan kualitas moral penduduk usia produktif tanpa pengaruh LGBT.
“Janganlah masa depan kita seperti benua Eropa yang menghadapi angka kelahiran paling rendah hanya 0.06 persen pada 2023 ini karena melegalkan LGBT, bahkan merestui nikah sesama jenis, mana mungkin melahirkan anak,” tandasnya.