Jalan Panjang Perempuan Yatim yang Akhirnya Bisa Kuliah ke Amerika

Surabaya, NU Online Jatim

Man jadda wajada, siapa yang sungguh-sungguh pasti sukses. Kalimat bijak yang kerap disampaikan di berbagai kesempatan ini memang bukan semata pemanis. Jennie Nabilah yang terlahir sebagai yatim dan nyaris gagal sekolah akhirnya mampu mewujudkan harapan untuk kuliah di Amerika.

Hal tersebut sebagaimana dikisahkan Jennie Nabilah di laman kemenag.go.id. Dengan runut, dirinya menjelaskan kisah perjalanan pendidikan sejak sekolah dasar. Jalan berliku untuk dapat mengenyam bangku sekolah hingga menengah atas. Bahkan, hal yang tidak disangka yakni memiliki kesempatan kuliah di kampus negeri dan kini bersiap untuk berangkat ke Amerika.

 

Nasib sebagai Yatim

Kala duduk di kelas 5 sekolah dasar, sang ayah meninggal dunia. Peristiwa ini mengguncang kehidupan keluarganya karena tulang punggung ekonomi keluarga harus pergi untuk selamanya. Dengan jalan yang tidak mudah, Jennie bisa menyelesaikan belajarnya di sekolah dasar. Tapi dirinya harus menghadapi kenyataan beratnya melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Kondisi ekonomi keluarga tidak sedang baik, sehingga dia pun terancam berhenti sekolah.

“Lulus sekolah dasar tahun 2016, saya hampir saja tidak bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama karena alasan biaya. Saat itu saya hampir putus sekolah,” kisahnya.

Padahal keinginan untuk melanjutkan sekolah demikian tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan kegigihannya dalam belajar. Bahkan, dia selalu meminta pergi ke sekolah, meski belum cukup secara umur.

“Saya sering merasa terpacu dan selalu ingin menemukan dan belajar hal baru. Tapi seperti jalan raya pada umumnya, pasti ada beberapa lubang yang harus dilewati,” sebutnya.

Lubang jalan yang dimaksud Jennie itu mulai dia rasakan semenjak ayahnya meninggal. Kondisi ekonomi keluarga sedang sulit sehingga tidak ada biaya untuk sekolah. Di tengah kesulitan untuk meneruskan pendidikan ke jenjang SMP, Tuhan memberi pertolongan. Tiba-tiba, tetangga rumah yang berprofesi sebagai guru les mendatanginya.

“Dia memberitahukan bahwa akan ada orang yang membantu biaya sekolahku hingga kuliah. Apa ini? Sesuatu yang sebelumnya terasa tidak mungkin digapai, tapi seolah surprise. Aku percaya bahwa setiap niat baik akan ada jalannya,” kenang Jennie dengan mata berkaca.

Benar adanya, penolong itu datang sehingga Jennie bisa melanjutkan pendidikan. Bantuan itu dipahaminya sebagai tanggung jawab yang harus dijalani dengan baik dan sungguh-sungguh. Setiap tahapan pendidikan lalu dilalui dengan serius. Jennie berupaya menumbuhkan jiwa kompetitif, meski di tengah fasilitas yang serba terbatas. Misalnya saat akan ikut olimpiade, jangankan ikut les, bahkan untuk buku soal latihan saja harus pinjam dan fotokopi.

“Dulu masih merasa pesimis ketika melihat teman sejawat yang bisa pergi ke les privat olimpiade. Namun, aku percaya yang terpenting jangan membatasi kegigihan diri sendiri, jangan membatasi kepercayaan kepada kemampuan diri sendiri, karena sebenarnya konsep itu yang mahal untuk berjalan,” tuturnya.

’Long life learning’, demikian Jennie menggambarkan semangatnya di SMP dan SMA. Dia ingin terus berusaha menemukan banyak pengalaman di setiap babaknya, hingga semua lancar dan gemilang. Namun, ceritanya kembali berbeda. Bak memutar kaset, dirinya kembali dihadapkan pada persoalan biaya saat akan melanjutkan pendidikannya.

“Orang yang selama ini membantu pendidikan saya dari SMP hingga SMA hanya sanggup untuk membiayai kuliah saya jika bukan melalui jalur mandiri,” kenangnya.

 

Memupuk Asa

Matanya sembab. Dia tentu sangat berterima kasih atas bantuan yang dia terima sehingga bisa sekolah sampai lulus SMA. Tapi Jennie ingin kuliah. Dia berusaha mendaftar pada jalur prestasi dan lainnya, tentu bukan mandiri, sehingga memungkinkannya mendapat beasiswa. Namun, upayanya belum membuahkan hasil.

Bingung mendera. Liburan sekolah setelah lulus SMA praktis kurang bisa dinikmatinya, penuh keabuan. Apalagi, saat diskusi dengan keluarga dan teman-teman, tidak sedikit dari mereka yang bilang ”Sudah gak usah kuliah saja.”

“Sempat down. Tapi sejak kecil saya selalu ingin terus berjalan jauh di jenjang pendidikan. Sempat terbersit, apakah memang harus sampai di sini saja,” ungkap dia.

Dalam kondisi demikian, Jennie terus berupaya memupuk asa. Dia yakin akan ada jalan agar bisa terus kuliah. Karenanya, jika ada yang bertanya apakah ingin sekolah lebih tinggi lagi, Jennie selalu mengiyakannya.

Alhamdulillah, Tuhan menjawab doanya, bahkan melalui jalan di luar dugaan. Tetiba, ada orang yang datang ke rumah dan menawarkan bantuan untuk membiayai kuliahnya.

“Sekali lagi, memang manusia ini terbatas, tapi Tuhan tidak,” tegasnya.

Kini, ada dua orang yang membantu biaya pendidikan Jennie. Dia pun mendaftar dan diterima di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya. Jalan kuliah terasa semakin lempang karena mendapat beasiswa.

Hari demi hari, proses belajar di kampus dijalaninya hingga masuk semester lima. Sampai pada 15 Juni 2023, Jennie mendengar program MOSMA Kementerian Agama. Ada peluang beasiswa kuliah di luar negeri bagi mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).

MORA Overseas Student Mobility Awards (MOSMA) merupakan salah satu program implementasi Merdeka Belajar Kampus Merdeka. MOSMA berbentuk program mobilitas fisik yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar di perguruan tinggi luar negeri. Program ini berlangsung selama 1 semester dengan durasi maksimal 6 bulan. Melalui program ini, mahasiswa mendapatkan kredit yang dapat dikonversi ke dalam SKS (Satuan Kredit Semester) di kampus asal. Peluang ini tidak disia-siakan. Kuliah di Amerika yang tak pernah dibayangkan, kini jalanya demikian terbuka.

“Hadirnya program MOSMA terasa tepat waktu. Langsung saja jemput kesempatan, menyiapkan berkas, sertifikasi bahasa, wawancara, dan dinyatakan lolos dengan negara tujuan Amerika. Rencana Tuhan se-out of the box itu ya?” katanya dengan mata berbinar.

“Insyaallah saya terbang ke Amerika pada 26 Agustus 2023,” katanya mantap.

Pesan kepada Anak Muda

Jika diputar ulang, kata Jennie, dia tidak pernah menyangka bahwa anak yatim yang dulu terancam putus sekolah dan sempat disarankan tidak usah kuliah, sekarang akan mencicipi belajar di Amerika. Dia pun mengaku tidak pernah menduga. Sebagai manusia, Jennie hanya berusaha maksimal. Dia merasa memiliki tanggung jawab untuk memerdekakan hidup.

“Untuk seluruh pelajar, remaja, dan semuanya yang sedang berjuang untuk apapun itu yang kalian impikan, percayalah bahwa kalian memiliki kesempatan dan hak untuk berusaha mewujudkannya. Sejujurnya yang lebih mahal adalah keyakinan kepada diri untuk terus berjalan dan mewujudkannya. Percaya bahwa setiap niat baik ada jalannya, karena Tuhan tahu jalan yang tepat untuk kita,” pesan dia.

Di ujung keterangan, secara khusus Janie menyampaikan apresiasi kepada berbagai kalangan yang memberinya kesempatan. Khususnya kepada Kementerian Agama yang meluncurkan program MOSMA.

“Terima kasih Gus Men Yaqut Cholil Qoumas. Terima kasih MOSMA Kementerian Agama. Program ini terbukti memperluas akses bagi mahasiswa Indonesia untuk bisa menimba ilmu di seluruh penjuru dunia,” pungkas dia.


https://jatim.nu.or.id/rehat/jalan-panjang-perempuan-yatim-yang-akhirnya-bisa-kuliah-ke-amerika-HvoiU

Author: Zant