Pekalongan, NU Online Jateng
Salah satu program Universitas Islam negeri (UIN) KH Abdurrahman Wahid adalah mewajibkan mahasiswa dengan fasilitas Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk wajib tinggal di pesantren selama 1 tahun. Untuk memfasilitasi para mahasiswa tinggal di pesantren, RMINU Kota Pekalongan menjajaki kerja sama terkait dengan pesantrean untuk mahasiswa.
Ketua RMINU Kota Pekalongan Gus Ghulamin Halim mengatakan, pendirian pesantren disyaratkan adanya kiai yang ilmunya bersanad, ada santri, ada kurikulum, ada tempat belajar yang representatif.
“Terkait dengan mahasiswa penerima program KIP diharuskan tinggal di pesantren, kami berharap UIN Gus Dur meninjau ulang untuk menarik para santri yang selama ini telah tinggal di pesantren,” ujarnya saat silaturahim yang diterima Rektor UIN Gus Dur Prof Zainal Mustaqim pada selasa (12/12/2023) di kampus 2 UIN Gus Dur.
Disampaikan, penempatan mahasiswa santri di pesantren yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) dalam rangka membentengi akidah para santri untuk tetap bisa berguru pemilik ilmu yang sanad hingga Rasulullah.
“Pesantren yang bernaung di bawah bendera RMINU semua muktabar dan bersanad, berkurikulum dan berasrama dengan jelas,” terangnya.
Rektor UIN Gus Dur Prof KH Zainal Mustakim menjelaskan, sedari awal dirinya memberikan pesan agar melakukan kerja sama dengan pesantren yang memiliki pendekatan kurikulum yang berhaluan Aswaja.
“Selain itu apa yang diutarakan oleh RMINU merupakan masukan yang akan menjadi informasi untuk dirapatkan dalam forum pimpinan UIN Gus Dur,” kata Zainal yang juga Mustasyar PCNU Kota Pekalongan itu.
Disampaikan, ada sekitar 60% mahasiswa UIN Gus Dur yang kurang lebih berjumlah 15 ribu merupakan alumni sekolah umum (SMA/SMK). Di mana rata-rata mereka belum memiliki pemahaman keagamaan yang mumpuni.
“Sehingga ada kebijakan di UIN Gus Dur yang belum bisa membaca dan menulis Al-Qur’an masuk dalam kelas matrikulasi BTQ, hal ini menjadi program Ma’had Al-Jami’ah UIN Gus Dur, ketika sudah dinyatakan lulus BTQ maka akan diteruskan untuk kelas Tahfidhul Qur’an dan kelas Kitab Turots,” terangnya.
Ikhtiyar ini lanjutnya, tidak lain adalah untuk memberikan pemahaman keagamaan kepada mahasiswa UIN Gus Dur, meski belum bisa dikatakan ideal sebagaimana santri pesantren yang harus puluhan tahun belajar, setidaknya ini bagian dari ikhtiyar memberikan pemahaman dasar keagamaan bagi mahasiswa semua.
Rektor UIN Gus Dur juga berpesan kepada RMINU Kota Pekalongan bahwa kondisi para mahasiswa yang mayoritas masih bermasalah dalam hal baca Al-Qur’an karena proses panjang sehingga peran TPQ dan Madin perlu dimaksimalkan.
Pengirim: Adhim