Brebes, NU Online Jateng
Menjadi kader dalam sebuah organisasi apapun tidak boleh keder, termasuk dalam berkhidmah kepada Nahdlatul Ulama. Hal ini dikatakan oleh M Firko Mulyono salah satu peserta yang mengikuti pengkaderan dalam Pendidikan Dasar Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama (PD-PKPNU) yang diadakan oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Bumiayu, Kabupaten Brebes.
Ada sisi yang menarik dari sosok Firko Mulyono, sebagai peserta yang ikut PD-PKPNU bersama dengan ibu tercintanya. Keduanya selalu duduk di depan dan sang ibu pun selalu menyemangati putranya ketika dicalonkan menjadi ketua kelas diangkatannya. Saat mau masuk mengikuti materi dan keluar kelas terlihat selalu berdua. Seperti keduanya tidak mau terpisahkan, walaupun saat berada dalam aktivitas pengkaderan. Karena teringat masa kecil Firko yang harus sudah berpisah dengan ayahnya.
Saat yel-yel dalam kelas, Firko pun sangat lantang dan tegas, sehingga mampu memberi semangat pada peserta lainnya yang berjumlah 55 orang dalam ruang kelas. Terlihat ibunya pun sangat bangga Firqo mampu memimpin yel-yel pada saat dan berakhirnya pemberian materi.
Walaupun dari peserta laki-laki 32 orang dan perempuan 23, sedangkan yang mampu menyelesaikan mengikuti pengkaderan sampai selesai berjumlah 46. Tetap saja suara lantang yel-yel Firko tidak ada bedanya. Dari awal hari pertama Jumat (22/12/2023) sampai penutupan di malam hari, Minggu (24/12/2023) tak terdengar serak, apalagi hilang suaranya.
Firko dapat dikatakan sebagai keluarga yang aktif di NU di desanya, kakaknya di Ansor yang bersama dan mengkadernya, kebetulan menjabat sebagai komandan Satuan Kordinasi Kelompok (Satkorkel), kepersonaliaan Banser tingkat desa, sedangkan ibunya yang bernama Latifah juga aktif di Muslimat Penggarutan, Bumiayu.
Keikutsertaan Firko di PD-PKPNU MWCNU Bumiayu yang bertempat di SMA Bustanul Ulum
Taloksari Kulon, Kalierang, Bumiayu didasari karena mendapatkan ridha dari keluarga untuk berkhidmat di NU dan untuk mempersiapkan diri mengikuti pengkaderan selanjutya di NU.
Walaupun tidak pernah mengenyam pendidikan di pesantren secara langsung, tetapi Firko adalah santri kalong di Pondok Pesantren Rubath Al-Musyarraf Penggarutan, Bumiayu yang diasuh oleh KH Shofiyullah Mukhlas.
Lebih jauh mengenal sosok Firko di masa anak-anaknya yang mungkin berbeda dengan teman-teman sepermainannya. Firko sudah ditinggal oleh ayahnya saat berumur 50 hari. Karena orang tuanya harus merantau di tanah seberang, mencari nafkah untuk anak dan istri, ternyata tidak kembali disebabkan oleh perahu yang ditumpanginya terbalik terkena badai dan ombak besar di laut.
Peristiwa ini terjadi pada akhir bulan Juli 2005, pencarian tetap saja dilakukan sampai sekarang. Walaupun dari pihak keluarga beranggapan ayahnya telah meninggalkan kita semua menuju Sang Ilahi. Adapun Firko sendiri mengetahui orang tuanya sudah tidak ada, pada saat ia duduk di bangku SMP kelas 1, karena selama ini ibu dan ayah sambungnya tidak pernah menceritakan tentang ayah Firko sebenarnya.
Saat tertulis di buku raport orang tuanya bernama Karjono atau Samuri. Ia bertanya kepada sang ibu. “Siapakah nama orang tua saya sebenarya bu?” Ibu Latifah pun menjelaskan bahwa Samuri adalah orang tua sambung sedangkan Karjono adalah orang tua kandungnya.
Lebih lanjut Ibu Latifah (lahir 5/2/1975) mengatakan, walaupun Firko tidak pernah melihat ayah kandungnya secara langsung, Namun bagi sang Ibu menginginkan, Firko sekarang dan yang akan datang, akan tetap dan harus menjadi kader NU yang militan. Ibu Latifah, walaupun hanya seorang pedagang kecil di kampung, ia akan selalu mendorong dan menginginkan anak-anaknya hidup dalam lingkungan dan berkhidmah pada NU.
Pengirim: Lukman
https://jateng.nu.or.id/sosok/cerita-peserta-pdpkpnu-kader-tidak-boleh-keder-8VVkz