Perhelatan Konferensi wilayah (konferwil) NU Jateng yang dihelat di Kota Pekalongan, Selasa 6 Maret 2024 berhasil melahirkan kepemimpinan baru Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah masa khidmah 2024-2029. Meski hanya berlangsung sehari semalam, berhasil melaksanakan sarat dan rukunnya, termasuk memilih rais dan ketua baru.
Kandidat ketua PWNU Jateng yang ikut kontestasi bisa dikatakan merupakan kader baik dan berbakat. Mereka, selain kader NU karir juga alim karena sebagai pengasuh pesantren dan intelektual. Sebagai akademisi KH Abdul Ghaffar Rozin nama lengkapnya memiliki nasab ke NUan yang baik, memiliki sanad ke NUan yang baik dan masih berusia muda. Melalui proses yang dinamis, terpilih Rais KH Ubaidullah shodaqoh nama yang sangat familiar dan ketua Gus Gaffar Rozin, tokoh muda yang namanya cukup populer. Duet pemimpin ini merepresentasikan generasi tua dan generasi muda, sangat ideal untuk mensinergikan tradisional dan progresif.
Sosok Gus Rozin
Gus Rozin adalah sosok yang tidak asing bagi warga NU, lokal Jateng maupun nasional. Terlahir dan tumbuh kembang di lingkungan pesantren dan mendapatkan pendidikan dasar dari ulama kharismatik, KH Sahal Mahfudz (alm). Dua jalur pendidikan dilaluinya, yaitu jalur tradisional pesantren dan jalur pendidikan modern pada jenjang sarjana dan pasca-sarjana, bahkan merupakan abituren Australia. Sehingga, selain menguasai ilmu-ilmu agama yang berbasis kitab klasik/salafiyah juga menguasai ilmu-ilmu kontemporer.
Memiliki pengalaman organisasi yang berjenjang, dari Ikatan Pelajar Nahdlatul ulama (IPNU), Gerakan Pemuda Ansor sampai PBNU. Dari level daerah sampai level tertinggi (PBNU), sekarang ini masuk jajaran Wakil Sekjen PBNU, sebelumnya Ketua RMI.
Berdasarkan catatan penulis, Gus Rozin merupakan Ketua PWNU Jateng katagori paket lengkap dan termuda. Dia sebagai ulama, akademisi, dan kader karir. Dia doktor, pimpinan pesantren rujukan dan rektor perguruan tinggi swasta. Pernah menjadi staf ahli presiden Jokowi, bidang keagamaan, anggota tim komunikasi sosial Menteri Sekretaris Negara, anggota Ketahanan Pangan Nasional, wakil Sekjen MUI, Dewan Pakar Pimpinan Pusat Masyarakat Ekonomi Syari’ah, dewan pengarah badan arbitrase syariah nasional dan banyak medan pengabdian lainnya. Artinya, pengalaman kerja dan pengabdian yang dimilikinya dari desa sampai istana negara, dari yang bersifat nirlaba sampai yang berorientasi laba. Kualifikasi pendidikan dan heterogenitas pengabdian seperti itu tentunya akan sangat mempengaruhi dan mewarnai pola kepemimpinannya. Dalam konteks kaum milenial dia juga memiliki relevansi yang signifikan.
Sebelumnya, PWNU Jateng kebanyakan dipimpin agamawan dan akademisi. Seperti, H Imam Sofwan, KH Buchori Masruri, H Ahmad, H Adnan, H Abu habsin dan sejumlah plt. Pengalaman kiprah mereka di luar NU pada level Jawa Tengah, belum menyentuh kementerian dan istana negara.
Ada benarnya, bahwa kualifikasi pendidikan dan pengalaman pengabdian tidak linier atau tidak berkorelasi dengan kepemimpinan secara mutlak. Sebab kepemimpinan selain dipengaruhi oleh knowledge leadership juga dipengaruhi oleh beyond leadership. Meski demikian melihat track record Gus Rozin, Insyaallah dia akan mampu mengemban amanat mandataris Konferwil PWNU Jateng dengan prestasi yang mentereng. Prestasi mentereng membutuhkan prasyarat adanya kondisi dinamis yang konstruktif, inner circle dengan komitmen tinggi mensupport pimpinan, sehingga tiada yang melakukan subordinasi dan kontrak pengkhidmatan yang jelas. Dalam konteks ini, dengan pengalaman yang menasional, Gus Rozin tentunya sudah memiliki list calon nama dalam kepengurusannya, yang memungkinkan sangat solid dan kondusif.
Program Sosialisasi
Pemimpin visioner akan melahirkan program kerja yang visioner pula. Sebab, cara berpikir kepemimpinan visioner, pertama akan berorientasi pada trend watching, yaitu memprediksi berbagai kemungkinan yang ada di masa depan melalui data data yang inner sense yang dimilikinya. Kedua, envisioning, yaitu merumuskan visi berdasarkan pengamatan trend perubahan yang akan terjadi di masa mendatang. Dengan cara berpikir seperti itu, Gus Rozin tentunya tidak akan menumpuk program kerja klasik, seperti sosialisasi, desiminasi dan sejenisnya, lalu stagnan di tengah jalan dan menguap pada masa akhir kepengurusan. Atau sekadar menginventarisasi program PCNU dan MWCNU yang memiliki nilai unggul lalu melakukan ‘intervensi’ afirmatif.
Didorong spirit ingin setara dengan PWNU Jatim, setidaknya tidak mau disalip oleh PWNU yang masuk katagori bukan basis, perlu adanya program strategis jangka pendek dan jangka panjang, yang berorientasi pada kuantitas dan kualitas. Diakui atau tidak, lembaga pendidikan NU (formal) secara nasional tertinggal dengan lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah, misalnya, secara kualitas maupun kuantitas. Lembaga pendidikan PWNU Jateng secara umum belum setara dengan lembaga serupa yang dimiliki PWNU Jatim.
Di Jatim, misalnya, ada universitas NU Surabaya (Unusa), universitas Islam Malang (Unisma), Universitas Islam Darul Ulum Lamongan, Universitas Pesantren Darul Ulum Jombang dan Universitas Islam NU Blitar. Di Jawa Tengah yang relatif menonjol universitas Wahid Hasyim (Unwahas) juga ada UNU Surakarta, UNU Purwokerto, Unisnu Jepara, Unsiq Wonosobo, dan lain-lain. Itupun menyelipkan pertanyaan, siapa sebenarnya pemilik perguruan tinggi tersebut dan bagaimana hubungannya dengan PWNU Jateng.
Dengan terbatasnya lembaga pendidikan pada jenjang perguruan tinggi, misalnya, membawa konsekuensi banyaknya anak-anak NU yang eksodus menuju perguruan tinggi non NU. Juga banyaknya orang NU yang kurang tertarik memasukan anaknya ke perguruan tinggi NU, termasuk para tokohnya. Diperlukan adanya terobosan inovatif dan strategis dalam lembaga pendidikan PWNU Jawa Tengah, agar memiliki magnet.
Ada sebagian masyarakat yang beranggapan, bahwa mahal itu bagus dan inovasi kekinian itu keren. Karena itu terjadi trend sekolah berbiaya mahal justru laris/sangat dinikmati, sebaliknya sekolah berbiaya murah tidak diminati walaupun kualitasnya bagus. Padahal, sekolah yang berbiaya mahal belum tentu baik/berkualitas. Sekolah NU perlu membuat tagline sekaligus merealisasikannya, berkualitas tidak harus mahal, bukan malah salah kaprah mengadopsi model mereka, misalnya, membuat sekolah terpadu ( SDIT, SMPIT). Demikian pula di bidang kesehatan perlu adanya program strategis. Sebagai informasi, menyongsong satu abad NU, PWNU Jatim telah menyusun 5 gerakan, salah satunya membangun 100 rumah sakit atau faskes yang tersebar di Jatim. Sekarang ini telah dimiliki rumah sakit yang secara fisik dan kualitas bagus, melalui lembaga Yarsis, salah satunya terkoneksi dengan perguruan tinggi.
Sebagai Jamiyah yang berorientasi pada pengabdian dan pelayanan umat, kehadiran dua lembaga tersebut merupakan keniscayaan, karena merupakan basic needs yang harus dipenuhi. Lebih lebih dalam konteks strategi dakwah NU, kedua lembaga tersebut berkorelasi signifikan dengan ideologi Aswaja. Nilai-nilai Aswaja bisa tergerus atau tereduksi, terutama bagi mereka yang ideologi Aswaja nya kurang mantap.
5 tahun bukan waktu yang lama untuk melakukan program kerja besar, strategis dan visioner. Tapi, bagi pemimpin visioner limitasi waktu tidak menjadi alasan untuk menyerah, lebih-lebih yang dibutuhkan NU Jateng sekarang ini bukan sekadar ide atau gagasan tetap action dan kerja nyata. Bukan retorika tetapi riil. Sudah tidak waktunya mengumpulkan PCNU untuk sosialisasi, desiminasi dan sejenisnya, tetapi mengumpulkan mereka untuk melakukan penandatanganan MoU, kemitraan strategis, melaksanakan groundbreaking dan gunting pita peresmian gedung gedung ikonik, yang memotivasi Nahdliyyin.
Semuanya berdoa, semoga Gus Rozin mampu membentuk ‘kabinet’ kerja, bukan ‘kabinet’ akomodasi yang bersinergi dan saling melengkapi dalam komando mandataris dan spirit kebersamaan. Mereka diberikan kemudahan dalam mengimplementasikan amanat konferwil, sehingga keinginan era baru di Jateng bisa terwujud. Tentunya dukungan Nahdliyin semua struktur dan semua lini sangat di butuhkan. Wallahu a’lam bis shawab
H Mufid Rahmat, aktivis NU, mantan Ketua PW GP Ansor Jawa Tengah, tinggal di Boyolali
https://jateng.nu.or.id/opini/gus-rozin-dan-wajah-nu-jateng-ke-depan-YL4Yb