Semarang, NU Online Jateng
Sebanyak 18 calon Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah mengikuti Pendidikan Menengah Kepemimpinan Nahdlatul Ulama (PMKNU) selama 5 hari di Pesantren Darussalam Pabelan Kabupaten Semarang.
Ketua PWNU Jateng KH Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, PMKNU merupakan amanat dari konstitusi perkumpulan, sehingga harus diikuti oleh para pengurus dan calon pengurus NU. Diberikan waktu satu tahun bagi pengurus yang belum lulus kaderisasi PMKNU bagi para pengurus dan calon pengurus di level wilayah dan cabang.
“Jadi, semua pengurus NU di tingkat wilayah dan cabang wajib mengikuti program PMKNU sampai lulus sebagaimana diatur dalam peraturan perkumpulan NU,” tegasnya.
Menurutnya, ada konsekuensi logis jika pengurus tidak lulus kaderisasi PMKNU. Karena sesuai Perkum, mereka bisa di antarwaktukan, alias tidak jadi pengurus harian. “Semua peserta, terlebih para pengurus PWNU Jateng bisa mengikuti kegiatan sampai selesai dan lulus, selanjutnya melakukan pengkhidmatan dibarengi dengan ilmu dan niat yang kokoh,” ujarnya.
Wakil Ketua PWNU Jateng Mufid Rahmat dalam siaran pers yang diterima redaksi NU Online Jateng, Sabtu (25/5/2024) menjelaskan, semula ada 20 calon pengurus yang mendatar PMKNU, tapi 2 orang mengundurkan diri karena menunaikan ibadah haji.
“Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 22-26 Mei 2024 selain diikuti oleh peserta dari PWNU Jateng PMKNU juga diikuti oleh pengurus cabang NU di Jawa Tengah, cabang dari Jawa Timur, Jawa Barat, bahkan dari sumatera, total peserta ada 68 peserta,” terangnya.
Disampaikan, lebih dari 14 materi yang disampaikan pada kegiatan pengkaderan tingkat menengah NU dengan instruktur dan narasumber yang semuanya dari PBNU. Antara lain prof KH M Nuh, Sekjen PBNU KH Saifullah Yusuf, KH Fahmi Idris Akbar, dan lainnya.
Diketahui, perubahan sistem pengkaderan di NU merupakan tindak lanjut dari hasil Muktamar NU di Lampung yang tertuang dalam peraturan perkumpulan (Perkum). Tahap pelaksanaannya merupakan buah dari kerja keras Bidang Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi (OKK) PBNU.
Tim OKK melalui rangkaian tahapan sejak dari evaluasi, penyusunan kurikulum, uji publik hingga akhirnya sampai di tahap pelaksanaan. Pendidikan Menengah Kepemimpinan Nahdlatul Ulama (PMKNU) merupakan salah satu kegiatan rangkaian kaderisasi dan solid dalam mewujudkan transformasi yang membangun gerakan umat.
Menurut Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, sangat penting bagi kader PMKNU memahami NU secara akurat dan menyeluruh. Eksistensi NU harus bisa menjadi solusi bagi bermacam persoalan yang dihadapi oleh umat dan masyarakat.
“NU ini harus kita pahami dengan akurat. Dipahami seluruhnya, fungsinya, dan kedudukannya di tengah-tengah umat dan masyarakat harus menjadi solusi,” ungkapnya.
Menurut Gus Yahya panggilan akrabnya, ada tiga hal yang harus dipahami untuk menggambarkan NU, yakni NU sebagai imarah, ri’ayah, dan thariqah. “Pertama, NU ini adalah imarah, yaitu NU ini adalah entitas aktor yang memegang urusan orang banyak. Ini termasuk kategori ulil amri (pemerintah),” tegasnya.
Kedua lanjutnya, harus dipahami adalah NU sebagai ri’ayah yang bertugas mengayomi dan memelihara umat. Ri’ayah menegaskan bahwa kehadiran NU sebagai imarah itu memiliki peran dan tujuan yang jelas dalam mengurusi urusan umat dan masyarakat.
“Kita ingin supaya operasionalisasi dari NU mengurus urusan masyarakat ini dengan konkrit dan nyata. Supaya kita betul-betul hadir sebagaimana seharusnya imarah,” kata Gus Yahya.
NU sebagai thariqah lanjutnya, diwariskan dengan jaminan orang-orang yang secara estafet memegang sanad sampai Nabi Muhammad saw. Sanad yang terhubung itu harus dipraktikkan dan dirasionalisasikan ketersambungannya.
“NU sebagai thariqah untuk menjalani agama Islam. Maka kita harus menjalani agama ini dalam satu thariqah yang jelas. Sebab soal itu tidak bisa ngarang sendiri. Kita ikut NU ini karena kita hati-hati dalam soal agama sebagaimana peringatan, jangan sembarangan memilih (ajaran) agama,” pungkasnya. (*)