Mahmoud Darwish dikenal sebagai sastrawan yang gencar menyuarakan kemerdekaan Palestina. Puisi-puisi Darwish seperti bom yang dirangkai dalam kata-kata. Sehingga memupuk semangat perjuangan rakyat Palestina kala itu.
Pria yang memiliki nama lengkap Mahmud Salim Husayn Darwish ini lahir pada 13 maret 1941 di bagian barat Palestina. Pada tahun 1948, saat usianya baru 7 tahun, ia dan keluarganya terpaksa mengungsi ke Lebanon akibat Nakba (malapetaka) yang menandai berdirinya negara Israel. Pengalaman pahit ini menjadi salah satu tema utama dalam karya-karyanya serta titik awal menulis puisi-puisi yang berdarah.
Meskipun berada dalam pengungsian, Darwish tetap tekun menempuh pendidikan. Pada tahun 1961, ia kembali ke Palestina dan bekerja sebagai jurnalis di beberapa surat kabar dan majalah. Di sinilah ia mulai aktif menulis puisi dan artikel politik. Hidup di pengasingan tidak mudah. Meskipun merasa betah di Kairo dan Paris, hati Mahmoud Darwish tetap tertambat pada tanah airnya, Palestina.
Pada tahun 1988, Mahmoud Darwish menulis pernyataan resmi kemerdekaan Palestina dan mengabdi di komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) hingga 1993. Sejak tahun 1995, ia kemudian tinggal di Kota Ramallah di tepi barat.
Pada tahun 2000, usulan Menteri Pendidikan Israel Yossi Sarid untuk mengajarkan karya Darwish di sekolah umum memicu badai politik, menyebabkan oposisi sayap kanan mengajukan mosi tidak percaya terhadap pemerintah. Pada Juli 2007, Darwish mengecam pengambilalihan berdarah jalur Gaza oleh Hamas, sebulan sebelum pembacaan puisi pertamanya di Israel sejak ia meninggalkan negara tersebut pada tahun 1970.
“Kami terbangun dari koma untuk melihat bendera satu warna (Hamas) diganti dengan bendera empat warna (Palestina),” katanya kala itu.
Karya-karyanya yang berani dan kritis terhadap Israel membuatnya dipenjara beberapa kali. Pada tahun 1970, ia meninggalkan Palestina dan hidup di pengasingan selama 26 tahun, berpindah-pindah antara Lebanon, Uni Soviet, Mesir, dan Prancis.
Di pengasingan, ia terus berkarya dan menjadi salah satu sastrawan Arab ternama. Kecintaannya pada puisi menjadikannya simbol perlawanan Palestina. Sepanjang karier kepenulisannya yang berlangsung selama 48 tahun dari 1960 hingga 2008, Mahmoud Darwish telah menerbitkan 26 antologi puisi.
Antologi pertamanya, yang berjudul ‘asafir bila ajnihah atau birds without wings (Burung-burung tanpa Sayap), diterbitkan pada tahun 1960. Dalam antologi ini, Darwish mempersonifikasikan cinta, perjuangan, pemberontakan, dan seruan atas kekacauan yang seakan-akan berdesakan di pintu kehidupannya, mendesaknya untuk menciptakan karya yang menggambarkan penderitaan Palestina yang tidak mampu mempertahankan dirinya sendiri.
Dalam antologi ini, terdapat banyak puisi baru, namun ada juga puisi lama yang pernah diterbitkan dan mungkin sudah dibaca oleh publik. Sebanyak 35 puisi dalam antologi ini menggambarkan ketidakberdayaan Palestina di bawah pendudukan Israel dari sudut pandang seorang pemuda menjelang usia 19 tahun.
Selain itu, masih banyak karya-karya puisi Mahmoud Darwish. Di antaranya, seperti Aurāq Zaitūn (Daun-daun Pohon Zaitun), ‘Āshiq min FalisṬīn (Perindu dari Palestina), Azhāru ad-Dammi (Bunga-bunga Darah), Ughniyatun ila al-WaṬan (Nyanyian untuk Tanah Air), Muhāwalatu Raqm 7 (Usaha Nomor 7), dan lain sebagainya.
Dalam perjalanan hidupnya, Mahmoud Darwish menerima berbagai penghargaan. Di antaranya, Penghargaan Lotus (1969), Penghargaan Mediterania (1980), Penghargaan Revolusi Palestina (1981), Penghargaan Papan Eropa untuk Puisi (1981), Penghargaan Ibn Sina di Uni Soviet (1982), dan Penghargaan Lenin di Uni Soviet (1983), Penghargaan Pangeran Claus Belanda (2004), dan Penghargaan Kebudayaan Al Owais bersama penyair Suriah Adonis (2004).
Mahmoud Darwish meninggal di RS Texas pada 9 Agustus 2008. Ia meninggal dunia karena serangan penyakit jantung. Jenazah Mahmoud Darwishh dimakamkan di Ramallah, Palestina, dengan diiringi ribuan warga Palestina.
Penulis: Faishol Hamim
https://jatim.nu.or.id/tokoh/mahmoud-darwish-suarakan-perlawanan-rakyat-palestina-lewat-puisi-JgTJS