Malang, NU Online Jatim
Pesantren Budaya Karanggenting Kota Malang memiliki beragam cara unik dalam mendidik santri. Pesantren binaan Pengurus Cabang (PC) Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (Lesbumi NU) Kota Malang ini mengajarkan santrinya memanah.
Inisiator sekaligus Ketua PC Lesbumi NU Kota Malang, Agus Fathul H Pranatapraja menjelaskan, kegiatan rutin di pesantren budaya ini di antaranya belajar memanah dan gladhen jemparingan. Belajar memanah ini diadakan karena timbul semacam keresahan tentang memanah yang seringkali dikaitkan oleh kelompok-kelompok Islam tertentu.
“Mereka serba melabeli dengan ‘Sunnah Nabi’. Meskipun memang iya, tetapi sebaiknya tidak usah terlalu hiperbola, membesar-besarkan kegiatan dengan embel-embel Sunnah Nabi,” ujar Gus Fathul H Pranatapraja kepada NU Online Jatim, Rabu (12/06/2024).
Ia menambahkan, akibat labelisasi tersebut akhirnya timbul semacam alergi sosial yang menjangkiti masyarakat terkait kegiatan memanah. Sehingga panahan atau memanah menjadi makna lain yang politis. Padahal, panahan atau memanah adalah salah satu olahraga dan juga bisa menjadi terapi fokus diri.
“Kami adakan supaya panahan atau memanah kembali menjadi milik publik, sebagai olahraga, tidak menjadi politis dan alat kampanye kelompok Islam tertentu,” urainya.
Sedangkan jemparingan juga diadakan karena bagian dari menjaga tradisi dan warisan leluhur Jawa. Jika memanah memiliki fungsi sebagai olahraga, maka jemparingan lebih menitikberatkan pada upaya mentransfer pengetahuan dan menyelami kearifan budaya.
Pasalnya, dalam jemparingan tidak serta merta teknik melepas dan melesatkan anak panah semata, melainkan ada tata laku dan tata krama dalam prosesnya. Sehingga jiwa raga bisa sekaligus merasakan dalam waktu bersamaan.
“Kedua kegiatan memanah dan jemparingan ini sama-sama kegiatan positif dan sebaiknya dijaga keberlangsungannya,” bebernya.
Alumnus Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang ini menyebutkan, kegiatan memanah dan jemparingan ini sudah berjalan hampir 2 bulan. Adapun lokasinya dipusatkan di Pesantren Budaya Karanggenting.
“Peserta yang datang macam-macam, mulai anak-anak di sekitar lokasi pesantren, ibu-ibu, mahasiswa, dan banyak orang yang datang dari luar,” ungkapnya.
Kegiatan ini juga melibatkan beberapa komunitas dari luar pesantren, di antaranya Lembah Manah (kelompok panahan), Laskar Panji Suryanegara (kelompok pelestari Jemparingan Malang), dan Persatuan Panahan Tradisional (Perpatri) Kota Malang.
Selain kegiatan memanah dan jemparingan, di Pesantren Budaya Karanggenting ini juga memiliki beragam kegiatan rutin lainnya. Di antaranya, setiap Rabu setelah Maghrib tahsinul qiroah, setiap Kamis ngaji Fasholatan dan Aqidatul Awam. Lalu, ada ngaji musik, belajar biola dan belajar trilogi musik pada hari Jumat setiap pukul 19.00 – 20.00 WIB.
Selanjutnya, setiap Sabtu sore ada ngaji teater, ngaji tubuh, ngaji seni peran, ngaji kitab. Lalu, untuk belajar memanah dan gladhen jemparingan setiap Ahad sore. Serta, setiap 35 hari sekali dilakukan pembacaan manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailany dan Suluk Banyu Mili.