Pendidikan Dikorporasi, Rektor UII Bangun Gerakan Kultural

Semarang, NU Online Jateng

Paham Neoliberalisme dinilai sudah memasuki dunia pendidikan. Dalam pendidikan negara demokrasi sebetulnya bisa dianggap positif. Hal ini mengingat kebebasan berpendapat akan mendewasakan intelektual bangsa. Namun, ketika mencapai titik ekstrem, hal tersebut dapat memengaruhi kuasa pasar dan elektoral yang implikasinya adalah korporasi pendidikan.

Hal itu disampaikan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid saat acara Suluk Senin Pahing yang digelar Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah KH Ubaidillah Shodaqoh di Pondok Pesantren Al-Itqon, Semarang, Jawa Tengah, Senin (29/7/2024).

Melihat hal tersebut, Wahid membangun gerakan kultural dengan mengeluarkan Surat Edaran nomor: 2748/Rek/10/SP/VII/2024 yang berisi penolakan pencantuman gelar akademiknya pada dokumen kampus.

“Sebenarnya mengapa melakukan yang demikian yaitu untuk membangun gerakan kultural, yaitu gerakan yang tidak memiliki konsekuensi administratif. Gerakan kultural menjadi berhasil ketika diamini orang banyak, diikuti tanpa pertentangan, dan yang tidak ikut tidak mempermasalahkan,” tuturnya.

Gerakan itu baginya penting di saat dunia pendidikan tak lebih berupa korporatisasi. Kampus dianggap korporat dengan rektor sebagai manajer, dosen menjadi buruh, sedangkan mahasiswa dianggap sebagai konsumen. Pentingnya gerakan ini untuk mengembalikan perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan pengetahuan yang mengawal moralitas bangsa.

“Yang saya harapkan kampus atau perguruan tinggi kembali menjadi sebuah lembaga pengembangan ilmu pengetahuan yang mengawal moralitas bangsa. Dosen sebagai kolega intelektual yang punya kedaulatan berpendapat. Mahasiswa dianggap sebagai aspiran yang mencari pengetahuan. Penelitian sebagai ikhtiar suci untuk meningkatkan dan menjawab tantangan-tantangan yang ada,” ujarnya.

“Inilah yang sekarang tertutup oleh mazhab neoliberalisme dan digunakan oleh rezim saat ini yang lepas tangan terkait anggaran pendidikan perguruan tinggi,” lanjut Wahid dalam acara rutinan ke-30 bertajuk tema “Desakralisasi Jabatan Akademik” itu.

Hal tersebut berimbas pada penilaian bahwa kuliah hanya dapat diakses oleh orang-orang berada. Sementara orang yang tidak mampu mulai mengidentifikasi dan menerima yang demikian sebagai realitas ketidakmampuannya.

Selain itu, Wahid juga menyampaikan bahwa gerakan itu dilakukan dengan harapan persoalan budaya kolegial harus tetap ada. Pun adanya upaya penghidupan kembali tanggung jawab sosial, dan sebagai ikhtiar agar tidak terjadi barter kepentingan oleh para pemangku kebijakan karena melekatnya sebutan prof dengan segala keistimewaan yang diperolehnya.

Selain Wahid, hadir pula Rektor Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Mudzakkir Ali dan Dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes) Saratri Wilonoyudho. Kegiatan ini dipandu Budayawan Sendang Mulyana dan diikuti peserta dari berbagai kalangan. 

Pengirim: Ahlun Najah Faqrullah


https://jateng.nu.or.id/nasional/pendidikan-dikorporasi-rektor-uii-bangun-gerakan-kultural-IxjW5

Author: Zant