Cinta yang Menyempurnakan Iman

Ketika seseorang senang saat saudaranya senang, itu adalah pengejawantahan cinta. Sebaliknya, dia akan sedih jika saudaranya sedih. Bahkan, akan marah jika saudaranya marah. Namun, semuanya dalam bingkai Islam dan iman, bukan hawa nafsu. Syekh Imam An-Nawawi membicarakan tentang indikator kesempurnaan iman dari pancaran cinta sebagaimana dalam hadits Rasulullah saw. Keterangan tersebut ada dalam hadits Nabi Muhammad saw yang termaktub dalam kitab Arbain Nawawi karya Imam An-Nawawi.

 لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ 

Artinya: “Salah satu dari kalian tidak (disebut) beriman (secara sempurna), hingga mencintai untuk saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.”

Hadits ini menegaskan bahwa keimanan seseorang belum sempurna sampai ia memiliki rasa cinta dan kepedulian terhadap orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Kata “tidak beriman” dalam hadits ini bukan berarti seseorang tidak dianggap sebagai seorang Muslim, melainkan menunjukkan bahwa keimanan tersebut belum mencapai kesempurnaan. Artinya, keimanan yang sempurna adalah keimanan yang membawa pelakunya untuk memiliki rasa kasih sayang, empati, dan perhatian terhadap orang lain.

Hadits ukhuwah ini termasuk shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Demikian juga Tirmidzi dan Nasa’i, dan masih ada yang lainnya. Diriwayatkan dari sahabat yang bernama Anas bin Malik atau Abu Hamzah. Anas ini termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Secara umum, hadits ini menjelaskan bahwa di antara kesempurnaan iman adalah ketika orang beriman mencintai saudara (seiman) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Artinya, orang beriman itu cinta, peduli dan perhatian kepada saudaranya.

Hadits ini mengajarkan nilai-nilai persaudaraan (ukhuwah) dalam Islam dan pentingnya menciptakan hubungan yang harmonis di antara sesama Muslim. Adapun beberapa hikmah yang bisa diambil dari hadits ini adalah:

Pertama, Menguatkan Persaudaraan: Dengan memiliki sikap mencintai sesama, persaudaraan antara umat Islam akan semakin kuat. Hal ini akan menciptakan hubungan yang lebih harmonis dan solid dalam komunitas Muslim.

Kedua, Menghindari Permusuhan dan Kedengkian: Ketika seorang Muslim mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, maka rasa permusuhan, kedengkian, iri hati, dan sifat-sifat buruk lainnya akan terhindarkan.

Ketiga, Membangun Masyarakat yang Sejahtera: Masyarakat yang anggotanya saling mencintai, tolong-menolong, dan menginginkan kebaikan satu sama lain akan menjadi masyarakat yang kuat, sejahtera, dan harmonis.

Keempat, Menumbuhkan Akhlak yang Mulia: Cinta kepada sesama merupakan bagian dari akhlak yang mulia, yang sangat ditekankan dalam Islam. Akhlak ini akan membawa seseorang menjadi pribadi yang baik, yang dapat menjadi teladan bagi orang lain.

Dengan demikian hadits yang menjelaskan tentang cinta kepada sesama Muslim ini menegaskan bahwa keimanan yang sempurna tidak hanya diukur dari ritual ibadah semata, tetapi juga dari sikap dan perilaku terhadap orang lain. Mencintai sesama Muslim sebagaimana mencintai diri sendiri adalah cerminan dari keimanan yang utuh, yang membawa dampak positif bagi diri sendiri dan masyarakat.

 

*Tulisan ini sebelumnya diterbitkan pada tanggal 04/04/2023 dan diterbitkan ulang setelah tahap editing.

 

https://jateng.nu.or.id/keislaman/cinta-yang-menyempurnakan-iman-xaHeJ

Author: Zant