Teladan Abu Bakar dalam Mengelola Uang Negara

Mengelola uang negara adalah tanggung jawab yang sangat besar, dan para pejabat yang terlibat dalam tugas ini harus mengutamakan amanah serta integritas. Uang negara merupakan dana yang dikumpulkan dari rakyat untuk kepentingan umum, sehingga setiap penggunaannya harus berdasarkan prinsip keadilan, transparansi, dan kemanfaatan bagi masyarakat. 

Para pejabat yang mengelola keuangan publik harus selalu ingat bahwa dana tersebut bukanlah milik pribadi, melainkan milik rakyat yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam konteks ini, penting bagi mereka untuk merenungi kisah-kisah teladan dari Khulafaur Rasyidin dan para pejabat Islam terdahulu yang memperlihatkan integritas dan keteladanan luar biasa dalam mengelola harta negara.

Para Khulafaur Rasyidin, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, dikenal dengan sikap mereka yang sangat berhati-hati dalam mengelola harta negara. Mereka tidak pernah menggunakan kekayaan negara untuk kepentingan pribadi dan selalu memastikan bahwa setiap sumber daya dipergunakan untuk kesejahteraan umat. 

Umar bin Khattab, misalnya, sangat tegas dalam memisahkan harta pribadi dan harta negara, bahkan mematikan lampu yang menggunakan minyak dari kas negara jika urusannya berubah menjadi pribadi. Keteladanan ini seharusnya menjadi cermin bagi para pejabat saat ini dalam mengelola uang negara, agar selalu berpegang pada amanah, kejujuran, dan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan publik.

Hal yang menjadikan khalifah Islam saat itu sedemikian rupa tidak lain dan tidak bukan adalah karena rasa takut mereka mengkonsumsi harta-harta yang syubhat dan haram. Rasulullah saw bersabda:   

منِ استعملناهُ على عملٍ فرزقناهُ رزقًا فما أخذَ بعدَ ذلِكَ فَهوَ غُلولٌ

Artinya: “Barang siapa yang telah kami angkat untuk melakukan suatu tugas, lalu ia telah kami beri gaji, maka apa saja yang diambil nya selain gaji adalah khianat.” (HR Abu Dawud)

Muhammad Sunandar pernah membahas soal teladan empat khalifah dalam mengelola uang negara dengan baik, di Nu Online ia mengatakan bahwa Abu Bakar setelah diangkat menjadi khalifah, tetap melanjutkan perdagangan pribadinya selama enam bulan untuk menafkahi keluarganya. 

Meskipun telah memegang posisi tertinggi dalam kepemimpinan umat Islam, Abu Bakar tidak menerima gaji sepeserpun dari baitul mal pada awal masa pemerintahannya. Ia memilih untuk tidak membebani kas negara dan mengandalkan usahanya sendiri guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Kisah ini menunjukkan betapa besar rasa tanggung jawab Abu Bakar terhadap harta negara dan keteladanannya dalam menjaga amanah dan integritas.

“Dikisahkan dalam Tabaqat Ibn Sa’d bahwa Abu Bakar sempat melanjutkan dagangannya selama enam bulan usai terangkat menjadi khalifah. Hal itu bertujuan untuk menafkahi keluarga dan anak-anaknya. Saat itu, ia belum menerima gaji sepeser pun sebagai khalifah,” tulis Sunandar.

Namun, Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah menasehati Abu Bakar untuk lebih fokus pada tugasnya sebagai khalifah dan pelayanan kepada umat Islam, serta menyarankan agar ia mengambil gaji dari baitul mal sebagai imbalan atas amanah yang diemban. 

Mereka menyadari bahwa untuk menjalankan tanggung jawab kepemimpinan dengan baik, Abu Bakar perlu mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Gaji tersebut akhirnya menjadi sumber penghidupan yang memadai, memungkinkan Abu Bakar untuk mengabdikan diri sepenuhnya dalam memimpin umat tanpa harus terbagi perhatiannya pada urusan dagang pribadi, sekaligus menegaskan pentingnya mendukung pemimpin yang jujur dan amanah dalam menjalankan tanggung jawab mereka. (Ibnu Sa’d, At-Tabaqat Al-Kubra, [Beirut, Darul Kutub Al-‘ilmiah: 1990 M], jilid III, halaman 137).

Selain kisah di atas, Sunandar juga mengungkapkan betapa luar biasanya Abu Bakar dalam mengelola keuangan negara, di mana ia tidak pernah mengharapkan sedikit pun uang negara untuk kepentingan pribadinya. Dalam kitab Tarikh At-Thabari diceritakan bahwa sebelum meninggal, Abu Bakar memberikan wasiat kepada keluarganya untuk mengembalikan seluruh harta yang diperolehnya dari gaji sebagai khalifah ke Baitul Mal.

“Selain itu, dalam Tarikh At-Tabari diceritakan bahwa Abu Bakar menjelang akhir hayatnya, memerintahkan sanak keluarganya untuk mengembalikan seluruh harta yang ia hasilkan dari gaji khalifah kepada baitul mal atau kas negara,” tutup Sunandar.

Teladan Abu Bakar dalam mengelola kas negara adalah contoh yang sangat inspiratif bagi kita semua, terutama bagi para pemimpin dan pejabat publik saat ini. Integritas dan komitmennya untuk tidak menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadi menunjukkan betapa pentingnya amanah dan tanggung jawab dalam setiap posisi kepemimpinan. 

Melalui kisah hidupnya, kita diajarkan bahwa harta negara seharusnya dikelola dengan penuh kehati-hatian, transparansi, dan keadilan demi kesejahteraan umat. Abu Bakar tidak hanya memisahkan harta pribadinya dari kas negara, tetapi juga menekankan pentingnya memberikan kembali kepada masyarakat melalui pengelolaan yang bijaksana. Sebagai generasi penerus, sudah sepatutnya kita meneladani sikap dan prinsip yang ditunjukkan oleh Abu Bakar, agar dapat membangun negara yang lebih baik dan lebih berkeadilan untuk semua.
 

https://jateng.nu.or.id/keislaman/teladan-abu-bakar-dalam-mengelola-uang-negara-wsuks

Author: Zant