Jakarta, NU Online Jateng
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) resmi meluncurkan Institute for Humanitarian Islam, sebuah lembaga baru yang bertujuan memperkuat jaringan organisasi di ranah internasional.
Langkah ini merupakan kelanjutan dari hasil konferensi internasional yang diadakan oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor pada 2017 di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang. Konferensi tersebut, yang mengundang sejumlah akademisi dari berbagai negara, menghasilkan deklarasi GP Ansor, yang menekankan pentingnya perspektif Islam dalam memperlakukan sisi kemanusiaan seluruh umat manusia.
Dalam sambutannya di Hotel JW Marriott, Jakarta, Ahad (4/11/2024) malam, Gus Yahya menyampaikan bahwa konsep Humanitarian Islam terus berkembang pesat di tingkat internasional. Oleh karena itu, pendirian lembaga ini akan berperan sebagai penghubung NU dengan jaringan yang telah terbentuk, baik di dalam maupun luar negeri.
“Fungsi dari lembaga ini nantinya menjadi simpul hubungan dengan jaringan-jaringan yang kita miliki, baik dalam negeri maupun luar negeri yang telah kami kembangkan,” jelas Gus Yahya.
Gus Yahya juga menekankan bahwa Humanitarian Islam berakar pada potret pengalaman Indonesia dalam menghadapi keberagaman. Indonesia yang terdiri dari beragam bahasa, agama, etnis, dan suku mampu menjaga persatuannya hingga saat ini, dan pengalaman ini dinilai layak dibagikan ke masyarakat internasional.
“Kisah pengalaman keberhasilan Indonesia ini cukup berharga untuk diperkenalkan, disumbangkan ke tengah-tengah masyarakat internasional, dengan harapan semoga menjadi inspirasi untuk menemukan jalan keluar dari berbagai masalah,” harap Gus Yahya.
Gus Yaqut menambahkan bahwa lembaga ini akan selalu mengedepankan inklusivitas dalam setiap keputusan yang diambil.
Peluncuran lembaga baru ini ditandai secara simbolis oleh Menteri Agama RI, Direktur Eksekutif Institute for Humanitarian Islam, dan Ketua Umum PBNU dengan menekan tombol digital bersama.