Jakarta, NU Online Jateng
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, menyatakan bahwa konsep Humanitarian Islam merupakan hasil pengembangan dari pengalaman Indonesia dalam mengelola keberagaman. Pernyataan tersebut disampaikan dalam pembukaan International Conference on Humanitarian Islam atau Muktamar al-Dawli al-Islam Lil Insaniyah pada Selasa (5/11/2024) di Balairung Universitas Indonesia, Depok.
Acara ini dibuka oleh Menteri Agama Nasarudin Umar yang mewakili Presiden Prabowo Subianto, dan dihadiri oleh cendekiawan serta tokoh agama dari berbagai negara. Konferensi ini merupakan hasil kolaborasi antara PBNU, Universitas Indonesia (UI), dan Centre for Shared Civilizational Values (CSCV).
Dalam pidatonya, Gus Yahya menjelaskan bahwa konsep Humanitarian Islam pertama kali diperkenalkan pada tahun 2017 di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang.
“Sejak itu, kami terus melakukan upaya sosialisasi kepada berbagai kalangan di komunitas agama, lingkaran pembuat kebijakan, dan akademisi di seluruh dunia,” ujarnya.
Gus Yahya juga menegaskan bahwa Humanitarian Islam bukanlah konsep baru dalam ajaran Islam.
“Ini adalah pesan ilahi yang inheren dalam ajaran Rasulullah Muhammad SAW, sebagaimana firman Allah, wa maa arsalnaaka illa rahmatan lil ‘aalamiin,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa pengalaman Indonesia dalam mengelola keragaman sangat layak dibagikan dengan komunitas internasional.
“Humanitarian Islam merupakan wacana yang menemukan alurnya dari pengalaman Indonesia dalam menemukan jalan keluar dari berbagai perbedaan,” tegasnya.
Rektor Universitas Indonesia Prof Ari Kuncoro menyatakan bahwa filsafat antarbudaya yang berkembang di Indonesia dapat menjadi contoh bagi banyak negara dalam menampilkan Islam sebagai agama yang mampu menjadi solusi konflik di ranah global.
“Dengan filsafat antarbudaya, Indonesia dapat menunjukkan kepada dunia bahwa Islam bukanlah ancaman melainkan solusi bagi perdamaian dunia,” ujar Prof. Ari dalam sambutannya pada pembukaan Konferensi Internasional Humanitarian Islam di Balairung Universitas Indonesia, Depok, Selasa (5/11/2024).
Prof Ari juga menjelaskan bahwa perkembangan Islam di Indonesia melalui filsafat antarbudaya yang diterapkan oleh Wali Songo telah berhasil menjaga persatuan dalam keberagaman di Indonesia.
“Filsafat antarbudaya berusaha memahami dan menghargai pandangan serta nilai-nilai yang dimiliki oleh berbagai budaya yang berbeda,” ujarnya.
Pembukaan konferensi ini dihadiri oleh Sekretaris Liga Muslim Dunia (MWL) Asia Tenggara, Abdurrahman Al-Khayyat, beberapa perwakilan duta besar negara sahabat, serta sejumlah menteri, termasuk Menteri Agama RI KH Nasaruddin Umar, Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro, Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri BP2MI Abdul Kadir Karding, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Pemberdayaan Perempuan Arifatul Choiri Fauzi, dan beberapa pejabat serta akademisi lainnya.
Setelah acara pembukaan, para peserta konferensi internasional melanjutkan kegiatan dengan pertemuan terbatas di Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat.