Grobogan, NU Online Jateng
Sebagai pedoman hidup, Al-Qur’an wajib untuk diyakini isinya dengan membaca, mempelajari, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an. Tidak berhenti pada tahap tersebut, bagi orang yang sudah mencapai seluruh tahapan dengan baik, juga diwajibkan untuk mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain.
“Dalam tahapan meyakini Al-Qur’an adalah mengaji Al-Qur’an dengan baik dan benar. Sehingga keberkahan dan syafaat Al-Qur’an dapat diterima,” ungkap Pengasuh Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta yang juga Pengasuh Pesantren Maunah Sari, Kota Kediri KH Abdul Hamid Abdul Qadir.
Pernyataan itu disampaikan Kiai Abdul Hamid dalam acara Haflah Khatmil Qur’an ke-34 dan Haul ke-35 Kiai Syamsuri Dahlan di Pesantren Sirojuth Tholibin, Brabo, Tanggungharjo, Grobogan, Senin (19/9/2022) malam.
Disampaikan, tak sedikit juga orang yang mengaji Al-Qur’an justru tidak mendapat kebaikan dan keberkahan Al-Qur’an. Ini karena Al-Qur’an tidak hanya bisa memberikan syafaat, tetapi juga memberikan laknat bagi orang yang tidak berhati-hati dalam mengaji Al-Qur’an.
“Yakni orang yang membaca Al-Qur’an tapi berkelakukan mengingkari kandungan isi Al-Qur’an dan juga membaca Al-Qur’an tetapi tidak memakai ketentuan ilmu tajwid dalam Al-Qur’an,” tegasnya.
KH Abdul Hamid menerangkan tiga syarat penting dalam mengaji Al-Qur’an dengan baik dan benar. Pertama, syarat yang harus dilakukan dalam mengaji Al-Qur’an dengan baik dan benar adalah mengaji Al-Qur’an melalui guru Al-Qur’an yang bersanad.
“Ini dimaksudkan agar bacaan Al-Qur’an diverifikasi melalui tuntunan guru Al-Qur’an. Nabi Muhammad telah mencontohkan hal ini, dengan berguru kepada Malaikat Jibril atas seluruh kalam Allah yang diwahyukan kepadanya,” terangnya.
Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Kediri ini juga menekankan bahwa cara yang mudah untuk mendapatkan guru Al-Qur’an yang bersanad adalah dengan mendatangi Pesantren Al-Qur’an yang sudah dikenal pengajaran Al-Qur’annya secara bersanad.
“Guru yang bersanad tidak memandang tingkatan ataupun umur guru. Jika memang umur guru tersebut lebih muda, namun dalam mengaji Al-Qur’an guru tersebut lebih baik dan benar, maka murid tidak perlu malu untuk mengaji kepada guru tersebut,” ucapnya.
“Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril jelas tingkatnya lebih tinggi Nabi Muhammad. Tetapi dari awal wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad, Nabi Muhammad berguru kepada Malaikat Jibril,” sambungnya.
Syarat selanjutnya adalah bahwa mempelajari Al-Qur’an membutuhkan waktu yang cukup panjang. Artinya tidak bisa praktis ataupun dengan waktu yang cenderung kilat. “Ini dimaksudkan agar kualitas mengaji Al-Qur’an didapat dengan baik. Sehingga orang yang mengaji Al-Qur’an khususnya yang juga menghafalkan harus sabar dan telaten dalam mengaji Al-Qur’an,” ungkapnya.
Syarat yang ketiga lanjutnya, ketika sudah berhasil dalam mengaji dan mengahafalkan Al-Qur’an tidak boleh cepat merasa puas. “Biasanya orang yang hasil mengaji dan mengahafalkan Al-Qur’an pada waktu awalnya rajin mengulang membaca Al-Qur’an. Namun, seiring berjalannya waktu timbul ujian dalam mengulang bacaan Al-Qur’an,” ucapnya.
Pengurus Pesantren Sirojuth Tholibin, Brabo, Tanggungharjo Ustadz Ahmad Mundzir kepada NU Online Jateng, Kamis (21/9/2022) menjelaskan, acara Haflah Khatmil Qur’an ke-34 sengaja dibarengkan dengan Haul ke-35 Kiai Syamsuri Dahlan untuk efektifitas kegiatan.
“Meski acaranya digelar di waktu yang berbeda, namun masih dalam satu rangkaian sehingga lebih mudah dan praktis,” pungkasnya.
Pengirim: Aldi Rizki Khoiruddin
https://jateng.nu.or.id/regional/ini-tiga-syarat-ngaji-al-qur-an-dengan-baik-dan-benar-tbHZN