Garut, NU Online Jabar
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa rebo wekasan (rabu terakhir) menjadi momen umat islam di Indonesia secara umum memperingati hal tersebut dengan sholat dan shadaqah sebagai bentuk ikhtiar agar dijauhkan dari musibah oleh Allah Swt.
Namun dibalik itu semua, ada pentingnya kita melakukan refleksi terhadap peristiwa yang terjadi pada hari rabu kemarin yang kita kenal rebo wekasan, karena hal tersebut memiliki banyak pelajaran yang bisa kita ambil sebagai makhluk.
Menurut Sesepuh Pondok Pesantren Fauzan, KH Aceng Aam Umar ‘Alam menyampaikan pentingnya kita melakukan refleksi terhadap hidup kita, khususnya saat kita melakukan peringatan rebo wekasan yang menjadi waktu diturunkannya musibah.
Menurut Aceng Aam sapaan akrabnya, ia mengajak kita untuk merenungkan lebih banyak mana musibah yang kita terima dibandingkan dengan nikmat yang kita terima selama ini. Hal tersebut disampaikannya saat mengisi pengajian mingguan di Pondok Pesantren Fauzan Pusat RT/RW 05/05 Desa/Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut, Ahad (25/9/22).
Aceng Aam menjelaskan setiap tahun Allah SWT menurunkan 320.000 cobaan atau musibah, kebanyakan di bulan Safar, sehingga banyak orang menyebutkan bulan Safar adalah bulan naas, kita bandingkan bulan-bulan sebelumnya dengan nikmat yang telah kita terima.
“Sebagai mukmin, salah satu tanda orang beriman adalah orang yang selalu ingat akan nikmat yang diterimanya serta sabar saat ia menerima musibah, namun sebaliknya orang yang kurang beriman akan lebih banyak mengingat cobaan atau musibah yang diterimanya dan lupa akan nikmat yang telah ia terima selama ini,” terangnya.
“Tanda orang yang beriman adalah ia selalu mengingat akan nikmat yang telah ia terima serta sabar akan musibah yang menimpa nya, namun sebaliknya bagi yang kurang imannya, ia biasanya selalu lupa akan nikmat hang telah diterima dan banyak mengingat musibah yang telah diterimanya,” imbuh Mustasyar PCNU Garut tersebut.
Ia mengilustrasikan kepada para jamaah dengan mengedipkan mata, lama mana kita mengedipkan mata dengan waktu mata kita
“Kaperempenan (iritasi ringan oleh debu), padahal kita mendapat nikmat untuk mengedipkan mata bisa berbulan-bulan, sampai bertahun-tahun, namun saat mata kita sakit kita terkadang menyalahkan keadaan atau orang lain,” ujarnya.
Aceng Aam lanjutnya menyampaikan agar menjaga lisan dari “neumbleuhkeun” (menyalahkan) kepada Allah, karena hal tersebut sangat tidak sopan. Walaupun hakikat semua nikmat dari musibah datangnya dari Allah Swt, namun semuanya berfungsi agar kita tetap selalu mengingat-Nya sebagai manusia yang beriman.
Aceng Aam mengajak kita agar tetap berusaha menjadi pribadi yang sholeh dan juga sabar atas segala musibah yang menimpa serta selalu bersyukur atas nikmat yang telah diterima, karena dengan demikian merupakan tanda-tanda orang yang beriman.
“Hal demikian pula yang Allah sukai. Berbeda halnya orang yang selalu berdoa namun tidak pernah mensyukuri nikmat dan bahkan susah untuk melaksanakan ibadah. Karena demikian merupakan hal yang Allah tidak sukai,” katanya.
“Allahmah heunteu reuseup ka jalmi nu kana pamentana ngageureunyeum, ari ibadahna hararese, matak di sungkun ku gusti,” pungkasnya.
(Allah tidak menyukai orang yang apa yang menjadi permintaanya terus menggerutu, tapi ibadahnya jarang jadi diberi pas-pasan oleh Allah)
Diakhir acara, Aceng Aam mengijazahkan kepada jamaah amalan agar terhindar dari musibah, yaitu membaca surat Yasin sekali dan “Salamun Qaulam Mirrabbirrahim” sebanyak 313x. Bacaan tersebut dibaca pada waktu sahur atau sebelum waktu imsak yakni sekitar pukul 04.00 sambil menunggu sholat subuh.
Pewarta: Muhammad Salim
Editor: Abdul Manap