Jakarta, NU Online
Dharma Wanita Persatuan KBRI Tokyo dan Neurocgplast, Intan P. Hertyas mengungkapkan bahwa bullying atau perundungan adalah perilaku agresif yang secara sengaja dilakukan dan berulang kali untuk menyakiti orang lain, membuat korban tidak nyaman, dan ada ketimpangan dalam kekuatan si pem-bully dan yang di-bully.
“Jika tidak memenuhi semua unsur di atas maka masuk ke dalam kategori perilaku agresif atau konflik biasa,” tutur Intan dalam acara Webinar Internasional dan Silaturrahim PCI Muslimat NU Jepang dan Jerman, Ahad (30/10/2022).
Menurutnya, bentuk-bentuk bullying ada dalam bentuk fisik seperti memukul, menendang, mencekik dan lain sebagainya. Ada juga yang secara verbal seperti mengejek, menghina dan mencaci. Dalam bentuk sosial misalnya memfitnah, mencemarkan nama baik dan menjauhi. Dan yang terakhir dalam bentuk cyber seperti meninggalkan pesan negatif, menebarkan isu negatif dan membajak akun pribadi.
“Ada sebuah penelitian nasional di Finlandia bahwa anak usia 4 tahun sudah bisa mem-bully anak lain, mereka sudah mengerti bahwa mem-bully itu dilakukan pada orang yang sama secara terus menerus, adanya ketimpangan power juga di dalamnya. Maka dari itu untuk guru-guru PAUD khususnya, jika ada anak yang mendorong anak lain harus diperhatikan betul, apakah dilakukan kepada orang yang sama secara berulang kali atau tidak, jika iya maka akan dilakukan penanganan khusus pada pelaku bullying,” jelasnya.
Intan mengungkapkan bahwa korban yang terkena bullying bisa menjadi stres, khawatir dan cemas, juga menilai rendah pada dirinya. Jika hal ini berlanjut maka bisa terjadi depresi, ketakutan berlanjut, insecure, tidak percaya diri, dan paling parahnya bisa mengarah pada tendensi atau keinginan untuk bunuh diri.
“Stres yang berkepanjangan juga bisa mempengaruhi imunitas tubuh kita seperti mudah terkena flu, gatel-gatel atau alergi, pusing, susah tidur,” imbuhnya.
Korban yang terkena bullying akan berpengaruh juga di bidang akademiknya, seperti susah beradaptasi, tidak mau sekolah lagi karena trauma. Anak-anak yang sering di-bully biasanya sering dikucilkan, karena dia dianggap lemah, tidak favorit dan dianggap susah bersosialisasi.
Remaja-remaja yang mengalami bullying secara jangka panjang ternyata mengalami perubahan pada struktur otak yaitu pada caudate dan putamen yang berperan penting pada proses belajar. Semakin tinggi stres seseorang maka dia akan menghasilkan homron kortisol yang banyak. Hal ini akan menghambat kinerja otak tertentu terutama otak bagian depan yang disebut prefrontal cortex.
“Otak ini sangat penting untuk berpikir tingkat tinggi, berfikir kritis, berpikir rasional, mengontrol dirinya dan emosinya,” terangnya.
Pada kesempatan yang sama Ketua VI PP Muslimat NU, Yani’ah Wardani menerangkan pentingnya mendidik anak sejak dini dengan mengaplikasikan nilai-nilai Ahlussunah wal Jamaah.
“Pengurus Pusat Muslimat NU telah membuat kebijakan-kebijakan untuk menunjang pendidikan anak usia dini dengan baik. Seperti membuat kurikulum yang disusun berdasarkan panduan pemerintah dengan ditambahkan nilai-nilai Aswaja,” tuturnya.
Selain itu menurutnya, guru dan pengelola PP Muslimat NU dapat membina dan berkomunikasi secara intensif dengan pimpinan wilayah, cabang, anak cabang, dan ranting yang mengelola PAUD Muslimat NU.
“Memberikan pembinaan, pelatihan bimtek secara berkala juga penting serta memenuhi sarana prasarana yang bernafaskan Islam,” jelasnya.
Salah satu dosen UIN Jakarta itu menegaskan bahwa mengajarkan anak usia dini dapat dilakukan melalui contoh keteladanan, pembiasaan sehari-hari, pemberian nasihat, mekanisme kontrol dan juga sistem reward dan punishment.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Muhammad Faizin
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://www.nu.or.id/nasional/sakiti-dan-buat-korban-tak-nyaman-jadi-unsur-perundungan-dP7Ub