Sabtu (01/10/2022) lalu, merupakan pengalaman yang tak pernah terlupakan dalam kehidupan saya. Sebelumnya, tidak ada keinginan menonton pertandingan Arema FC kontra Persebaya Surabaya secara langsung di stadion. Selain kehabisan tiket lantaran atmosfer laga yang luar biasa, cuaca di area Malang Raya saat itu hujan lebat.
Secara tiba-tiba sekira pukul 17.20 WIB ada sahabat yang menawarkan tiket gratis dan mengajak saya berangkat menyaksikan tim kebanggaan arek Malang berlaga di Stadion Kanjuruan. Alhasil, akhirnya saya bersama rombongan berangkat menuju Stadion Kanjuruhan. Saat tiba di lokasi sekira pukul 19.30 WIB, kami masuk jalur pintas di area pintu selatan stadion.
Saya bersama rombongan masuk melalui tribun 14, tetapi saat ada di atas sana terpantau sesak ramai, sehingga dipastikan berdiri. Secara spontan kawan melihat tribun 10 terdapat beberapa tempat duduk yang belum terisi, akhirnya kami menuju tribun tersebut. Pertandingan akan berlangsung dan masing-masing tim tengah melakukan pemanasan.
Sorak sorai Aremania terus bergemuruh demi memompa semangat tim kebanggaan Arek Malang. Antusiasme Aremania untuk menyaksikan pertandingan derby Jawa Timur tersebut sangatlah tinggi, meskipun sempat diguyur hujan deras tetapi Stadion Kanjuruhan tetap ramai sesak penonton.
Pertandingan yang Menghibur
Kala itu, anak asuh pelatih Arema FC, Javier Roca yang turun dengan kekuatan awal Adilson Maringa, Rizky Dwi, Bagas Adi, Sergio Silva, Rendika Rama, Evan Dimas, Arkhan Fikri, Jayus Hariono, Dendi Santoso, Adam Alis, dan Abel Camara. Beberapa pemain yang menjadi cadangan di antaranya Teguh Amiruddin, Johan Farizi, Hasyim Kipuw, Gian Zola, Irsyad Maulana, Dedik Setiawan, Ilham Udin, Hanis Saghara, Renshi Yamaguchi, dan Muhammad Rafli.
Pertandingan merupakan sebuah laga bergengsi bagi kedua tim, apalagi Arema FC ingin menjaga rekor 23 tahun tak terkalahkan oleh Persebaya di Kandang Singa. Namun, dari pantauan, pemain yang dimainkan kurang maksimal. Beberapa pemain inti tidak dimainkan sejak awal seperti halnya Johan Farizi, Gian Zola, Renshi Yamaguchi, dan terkesan memaksakan Evan Dimas untuk bermain.
Jalannya pertandingan terbilang kondusif, tetapi di samping saya persis ada kericuhan sesama suporter Arema lantaran chant atau nyanyian yang dilantunkan seperti Liga Inggris. Keributan kecil pun terjadi, namun cepat dinetralisir, dan tidak menggangu suasana pertandingan.
Laga berakhir dengan hasil akhir pertandingan, tuan rumah kalah tipis 2 – 3 dengan tim tamu. Peluit panjang berakhirnya pertandingan ditiup wasit, seluruh pemain dan official Persebaya Surabaya langsung lari terbirit-birit menuju loker room untuk mengamankan diri. Di waktu yang sama saya bersama rombongan memutuskan keluar stadion secara langsung tanpa melihat permintaan maaf pemain kepada Aremania.
Awal Tragedi
Saya keluar dari pintu 10 menuju parkiran yang otomatis melewati pintu 11, 12, 13, dan 14, dan saat itu seluruhnya masih dibuka. Saat tiba di parkiran dan hendak keluar, saya mendengar dentuman pertama dari dalam stadion. Saya pikir hanya dentuman flare atau tembakan polisi biasa. Bergegas saya dan rombongan pulang melewati pintu selatan atau area persawahan. Suasana tidak ada yang aneh, semua terlihat normal hingga kami pulang ke tempat tinggal masing-masing.
Di pagi hari keesokannya, ketika saya bangun tidur, tiba-tiba terdengar keluarga yang membicarakan banyaknya korban tewas usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya. Saat saya turun kamar, secara langsung ayah bertanya: “Kok bisa banyak korbannya nak?” Secara spontan saya menjawab tidak mengetahui apa-apa. Kemudian saya melihat berita di televisi dan baru membuka handphone setelah non aktifkan sejak semalam. Banyak keluarga dan kawan yang menelpon untuk memastikan kondisi saya aman dari tragedi semalam. Benar-benar kejadian yang tidak diinginkan oleh siapa saja.
Kemudian saya bergegas bersih diri dan berangkat kembali dari Singosari (rumah) menuju RSUD Kanjuruhan untuk melakukan reportase. Awalnya saya menganggap kejadian tersebut hanyalah khayalan, tetapi saat perjalanan menuju RSUD Kanjuruhan saya baru sadar bahwa tragedi ini benar-benar terjadi. Bahkan kejadian ini tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, sekitar 20 lebih ambulance berpapasan secara beruntun.
Saat tiba di RSUD Kanjuruhan sudah terdapat beberapa warga mencari keluarganya yang tak kunjung pulang usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya semalam. Tak terasa air mata menetes pertama kali, bentuk empati yang dirasakan sebagai Aremania. Saya pun tak habis pikir, mengapa aparat tega menembakkan gas air mata ke arah tribun.
Hingga sore hari, baru saya mendapatkan keterangan dari Manajer Arema FC, Ali Rifki yang menyampaikan bahwa pihaknya merasakan duka cita yang mendalam atas peristiwa tersebut. “Sesuatu hal yang tidak kita inginkan bersama, banyak yang meninggal dunia. Saya turut mengangkat jenazah. Ini pukulan besar bagi kita semua,” katanya di halaman Stadion Kanjuruhan, Ahad (02/10/2022) petang.
Dirinya juga menjelaskan bahwa tidak memikirkan sanksi PSSI yang menimpa tim kebanggaan arek Malang tersebut. “Sebagai manager, saya tidak peduli dan tidak memikirkan sanksi (PSSI). Karena, saat ini yang kita pikirkan, keluarga korban dan korban. Insyaallah akan kita tangani satu persatu,” imbuhnya.
Abah Ali menjelaskan bahwa pihaknya sudah melakukan banding terkait perubahan jadwal pertandingan agar tidak digelar di malam hari. “Atas permintaan Kapolres sudah kita kirim. Kemudian, PT LIB menjawab menetapkan jadwal tetap (malam hari). Saya selaku manager tim mengikuti apa yang sudah ditetapkan. Karena jadwal urusan panitia pelaksana dan PT LIB beserta keamanan. Kalau saya manager tim mengurusi kesiapan tim sebelum berlaga,” jelasnya. Dan seusai memberikan keterangan, Ali Rifki yang tampak sangat terpukul secara langsung saya peluk, di saat itu tak sadar saya meneteskan air mata kembali.
Solusi Terbaik
Di hari yang sama, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bersama Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan, Menteri Pemuda dan Olahraga RI Zainudin Amali, dan Gubernur Jawa Timur Hj Khofifah Indar Parawansa melakukan peninjauan langsung ke Stadion Kanjuruhan dan beberapa rumah sakit yang menampung korban kerusuhan suporter tersebut.
Tragedi yang mengakibatkan 135 jiwa meninggal dunia dan ratusan korban luka tersebut merupakan tragedi kelam penyelenggaraan sepak bola di Indonesia dan memang seharusnya diusut tuntas. Dan hari ini, Rabu (09/11/2022) digelar tahlil dan doa bersama mengenang 40 hari tragedi Kanjuruhan. Mari kita berikan doa terbaik kepada para korban dan keluarga, alfatihah.
Moch Miftachur Rizki adalah Penggemar Sepak Bola dan Kontributor NU Online Jatim Kawasan Malang Raya.
https://jatim.nu.or.id/opini/40-hari-tragedi-kanjuruhan-dan-pengalaman-kerusuhan-sepak-bola-fcQKB