Innalillahi wainna ilahi rajiun. Umat Islam, khususnya warga Nahdlatul Ulama atau Nahdliyin berduka karena Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmat 2022-2027, Nyai Hj Nafisah Sahal Mahfudh wafat pada Kamis, (10/11/2022) petang.
Kepastian kabar duka dari istri alhmaghfurlah KH Mohammad Ahmad Sahal Mahfudh (Rais Aam PBNU 1999-2014) ini dibenarkan oleh KH M Faishal Muzammil, Wakil Ketua Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Tengah, sekaligus Muhadlir Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati.
Menurut Gus Faizhal, Nyai Nafisah meninggal sekitar pukul 18.00 Wib di RSI Pati, Jawa Tengah setelah sebelumnya sempat dirawat di RS Telogoreho Semarang.
“Wafat sekitar pukul 18.00 di RSI Pati setelah dirawat dari RS Telogoreho Semarang pulang Selasa malam Rabu kemarin,” kata Gus Faizhal melalui layanan Whatsapp kepada jurnalis NU Online, Kamis (10/11/2022).
Keistimewaan Wafat Hari Jumat
Sekadar diketahui bahwa waktu petang di hari Kamis berarti telah memasuki hari Jumat. Ada beberapa tanda seorang muslim meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah, di antaranya wafat saat hari atau malam Jumat. Keutamaan meninggal di hari Jumat ditegaskan oleh beberapa hadits Nabi, di antaranya hadits riwayat Imam al-Tirmidzi sebagai berikut:
ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة إلا وقاه الله تعالى فتنة القبر
Artinya: Tidaklah seorang muslim mati di hari atau malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur. (HR Al-Tirmidzi).
Hadits tersebut diriwayatkan Al-Tirmidzi dari Rabi’ah bin Yusuf dari Ibnu Amr bin al-Ash. Menurut Al-Tirmidzi, hadits ini tergolong gharib, tidak bersambung sanadnya, tidak pernah diketahui Rabi’ah mendengar dari Ibnu Amr. Namun Al-Thabrani menyatakan hadits tersebut muttashil (tersambung sanadnya), al-Thabrani meriwayatkannya dari Rabi’ah bin ‘Iyadl dari ‘Uqbah dari Ibnu Amr bin Ash, demikian pula diriwayatkan oleh Abu Ya’la, Al-Hakim al-Tirmidzi dengan status muttashil, Abu Nu’aim juga meriwayatkannya dari Jabir dengan status muttashil. Meski bersambung sanadnya, menurut al-Hafizh al-Mundziri, hadits tersebut tergolong dla’if (Syekh Abdurrauf al-Manawi, Faidl al-Qadir, juz 5, halaman: 637).
Ada beberapa riwayat senada mengenai keutamaan wafat di hari Jumat, misalnya riwayat Humaid dari Iyas bin Bukair yang menyatakan: Barang siapa mati di hari Jumat, ia dicatat mendapat pahala syahid dan aman dari siksa kubut. Namun, menurut Syekh Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri, hadits-hadits tersebut tidak sampai kepada derajat hadits shahih. Masih menurut Al-Kasymiri, andai ada riawayat shahih, maka yang mendapat keutamaan adalah orang yang meninggal di hari Jumat, bukan orang yang meninggal sebelum Jumat, kemudai baru dimakamkan di hari Jumat. Al-Kasymiri menegaskan:
ما صح الحديث في فضل موت يوم الجمعة ، ولو صح بالفرض لكان الفضل من عدم السؤال لمن مات يوم الجمعة لا من مات قبل وأخر دفنه إلى يوم الجمعة
Artinya: Tidak mencapai derajat shahih, hadits mengenai keutamaan mati di hari Jumat, bila diandaikan keshahihannya, maka keutamaan tidak ditanya malaikat diarahkan kepada orang mati di hari Jumat, bukan orang yang meninggal di hari sebelumnya dan diakhirkan pemakamannya sampai hari Jumat. (Muhammad Anwar Syah Ibnu Mu’azzham Syah al-Kasymiri, Al-‘Arf al-Syadzi, juz 2, halaman: 452).
Meski tergolong hadits dla’if, namun tetap bisa dipakai, karena persoalan ini berkaitan dengan keutamaan amaliyah (fadlail al-a’mal). Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:
وقد تقرر أن الحديث الضعيف والمرسل والمنقطع والمعضل والموقوف يعمل بها في فضائل الأعمال إجماعا
Artinya: Dan merupakan ketetapan bahwa hadits dla’if, mursal, munqathi’, mu’dlal dan mauquf dapat dipakai untuk keutamaan amal menurut kesepakatan ulama. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, Beirut, Dar al-Fikr, 1983 M, juz 2, halaman: 53).
Berkaitan dengan penjelasan hadits keutamaan wafat di hari atau malam Jumat, Syekh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfauri mengatakan:
قوله ( ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة ) الظاهر أن أو للتنويع لا للشك ( إلا وقاه الله ) أي حفظه ( فتنة القبر ) أي عذابه وسؤاله وهو يحتمل الاطلاق والتقييد والأول هو الأولى بالنسبة إلى فضل المولى وهذا يدل على أن شرف الزمان له تأثير عظيم كما أن فضل المكان له أثر جسيم
Artinya: Sabda Nabi, tidaklah seorang muslim yang mati di hari atau malam Jumat, pendapat yang jelas bahwa kata lafazh “au” berfaidah membagi-bagi, bukan berfaidah keraguan. Sabda Nabi, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur, maksudnya ketika saat menyiksa dan menanyakan di alam kubur, ini kemungkinan dimutlakan dan dibatasi (dengan waktu tertentu), dan kemungkinan pertama lebih utama bila dikaitkan dengan anugerah Allah. Hadits ini menunjukan bahwa kemuliaan waktu memiliki pengaruh yang besar sebagaimana keutamaan tempat juga memiliki dampak yang besar. (Syekh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfauri, Tuhfah al-Ahwadzi, juz 4, halaman: 159).
Syekh Abdur Rauf al-Manawi memberi pandangan mengapa wafat di hari atau malam Jumat mendapat keutamaan dijaga dari fitnah kubur dalam keterangannya dalam kitab Faidl al-Qadir sebagai berikut:
ـ (ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة إلا وقاه الله تعالى فتنة القبر) لأن من مات يومها أو ليلتها فقد انكشف له الغطاء لأن يومها لا تسجر فيه جهنم وتغلق أبوابها ولا يعمل سلطان النار ما يعمل في سائر الأيام فإذا قبض فيه عبد كان دليلا لسعادته وحسن مآبه لأن يوم الجمعة هو اليوم الذي تقوم فيه الساعة فيميز الله بين أحبابه وأعدائه ويومهم الذي يدعوهم إلى زيارته في دار عدن وما قبض مؤمن في هذا اليوم الذي أفيض فيه من عظائم الرحمة ما لا يحصى إلا لكتبه له السعادة والسيادة فلذلك يقيه فتنة القبر
Artinya: Sabda Nabi, tidaklah seorang muslim mati di hari atau malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur, sebab orang yang wafat di hari atau malam Jumat dibukakan paginya tutup (kurungan), sebab pada hari Jumat api neraka Jahannam tidak dinyalakan, pintu-pintunya ditutup, keleluasaan api neraka tidak berjalan sebagaimana hari-hari yang lain. Maka, bila di hari Jumat seorang hamba dicabut ruhnya, hal tersebut menunjukan kebahagiannya dan baiknya tempat kembali baginya, sebab hari Jumat adalah hari terjadinya kiamat. Allah memisahkan di antara para kekasih dan musuh-musuhNya, demikian pula memisahkan hari-hari mereka yang dapat mengundang mereka untuk berziarah kepadaNya di hari tersebut di surga ‘And. Tidaklah seorang mukmin dicabut nyawanya di hari Jumat yang penuh dengan kebesaran rahmatNya yang tidak terhingga, kecuali Allah mencatatkan untuknya keberuntungan dan kemuliaan, maka dari itu, Allah menjaganya dari fitnah kubur. (Syekh Abdur Rauf al-Manawi, Faidl al-Qadir, juz 5, halaman: 637).
Demikian penjelasan mengenai keutamaan meninggal di hari Jumat. Secara umum, orang yang meninggal di hari Jumat merupakan tanda-tanda akan kebaikan dan kemuliaannya. Namun tidak bisa dipahami terbalik bahwa yang meninggal di selain hari Jumat, sebagai tanda keburukan sang mayat. Banyak para kekasih Allah dan hamba pilihan-Nya wafat di selain hari Jumat. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan saat ajal menjemput kita. Amin. Wallahu a’lam.