Waspadai Pujian dan Sanjungan 

Pada saat kita melakukan berbagai kegiatan, baik berupa ibadah maupun amal kebajikan, kita sering memperoleh pujian dan sanjungan yang beraneka macam dari orang-orang di sekeliling kita. Ujian dan sanjungan itu kalau tidak kita waspadai akan membelenggu dan mencampakkan kita pada sikap angkuh, sombong, ujub, dan sebagainya. Sikap seperti itu merupakan perilaku yang paling tercela yang akan mengotori ibadah dan amal shaleh kita.

Pujian dan sanjungan itu bisa menjadi perangkap iblis untuk menjebak kita agar terjerumus dalam lubang kehinaan, bila kita tidak mewaspadainya dengan baik.

Apabila kita bisa menyikapi hal itu dengan baik, dan melepaskan diri dari perangkap iblis, pasti akan menimbulkan rasa syukur kita kepada Allah SWT dengan tetap bersikap rendah hati, tidak merasa lebih baik dari orang lain. Malah sebaliknya, kita merasakan bahwa orang lain lebih baik dari diri kita.

Sikap rendah hati dan terus berlatih untuk tidak tenggelam dalam pujian orang lain, harus terus ditumbuh-kembangkan dalam segala kehidupan kita. Kita semua harus terus menyadari bahwa ibadah dan amal shaleh kita tidak berarti apa-apa bila dibandingkan dengan nikmat dan karunia Allah SWT. Semua ibadah dan amal shaleh yang kita lakukan, harus terus mengantarkan diri kita pada sikap rendah hati dan menumbuh-suburkan rasa syukur kita kepada Allah SWT.

Nikmat dan karunia Allah yang dianugerahkan kepada kita begitu agung dan luhur yang tidak mungkin dapat kita perhitungkan.

وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٞ رَّحِيمٞ

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Nahl, 16:18).

Karunia nikmat dan ilmu Allah, sangat luas menjangkau semua makhluk-Nya, dari makhluk yang paling kecil, sampai makhluk yang paling besar.

قُل لَّوۡ كَانَ ٱلۡبَحۡرُ مِدَادٗا لِّكَلِمَٰتِ رَبِّي لَنَفِدَ ٱلۡبَحۡرُ قَبۡلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَٰتُ رَبِّي وَلَوۡ جِئۡنَا بِمِثۡلِهِۦ مَدَدٗا

Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. (QS. Al-Kahfi, 18:109).

Keagungan dan keluasan ilmu Allah tergambar dalam ayat di atas yang tidak mungkin dapat dipahami manusia secara memadai. Bahkan dalam ayat lain diungkapkan lebih luas dan lebih agung lagi, sehingga setiap diri manusia yang beriman akan menghayatinya dengan penuh keinsyafan dan merasakan keagungan Allah yang tidak terbatas.

وَلَوۡ أَنَّمَا فِي ٱلۡأَرۡضِ مِن شَجَرَةٍ أَقۡلَٰمٞ وَٱلۡبَحۡرُ يَمُدُّهُۥ مِنۢ بَعۡدِهِۦ سَبۡعَةُ أَبۡحُرٖ مَّا نَفِدَتۡ كَلِمَٰتُ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٞ

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Luqman, 31:27).

Setiap diri manusia muslim hendaknya terus menerus melakukan introspeksi terhadap segala kegiatan ibadah dan amal shaleh. Jangan merasa bangga atau angkuh, tapi harus terus bersikap rendah hati, dan tidak tenggelam dalam sanjungan ataupun pujian orang lain. Akhir kalam: Manusia yang terpuji, adalah mereka yang selalu menyadari kekurangan dan kelemahan dirinya dalam berbagai hal.

Dengan demikian, ia terus berusaha secara sungguh-sungguh untuk memperbaiki kekurangan dan kelemahannya, serta senantiasa bersyukur ke hadirat Allah SWT. dalam segala aktivitasnya.

Dr. KH. Zakky Mubarak, MAsalah seorang Mustasyar PBNU

https://jabar.nu.or.id/taushiyah/waspadai-pujian-dan-sanjungan-sm5Nl

Author: Zant