Kehidupan sehari- hari di Pesantren
Dua anakku NAH dan FM (anak ke 4/perempuan dan ke 5, laki-laki, bungsu) minta aku bercerita tentang kehidupanku selama di Pesantren.
Aku pun bercerita. Untuk keperluan hidup para santri akan dikirimi uang oleh orang tuanya melalui pos wesel. Saat itu belum ada ATM. Kiriman itu biasanya akan sampai dan diterima mereka dalam waktu tiga hari sampai seminggu di perjalanan. Komunikasi antar orang tua/keluarga dan anak-anaknya hanya bisa dilakukan dengan surat melalui kantor pos, tak ada telpon apalagi HP. Dalam keadaan darurat bisa dilakukan melalui telegrap. Praktis, seperti para santri lain, akupun tidak pernah berkomunikasi dengan ayah dan ibu atau keluarga lain di kampung. Betapa jauhnya kemarin dulu dan hari ini.
Makan dan Lauk yang sama setiap hari selama tiga tahun.
Aku bersama saudara dan teman sekampung tinggal di kamar yang amat sederhana. Ukuran 2×3 m. Kami masak bergantian. Tiap orang setor beras satu gelas. Lalu dimasak di atas kompor. Bila air nasi sudah surut, kangkung yang sudah dipotong-potong diletakkan di atas nasi setengah masak itu. Dan di atas tumpuksn kangkung itu diletakkan bumbu : parutan kelapa dicampur “gerusan”, tumbukan atau ulekan cabe, bawang merah dan garam secukupnya.
Sambil menunggu masak kami menghafal pelajaran, seperti bait-bait Alfiyah Ibnu Malik, (1000 bait tentang gramatika bahasa Arab) atau Jauhar Maknun (syair2 tentang ilmu sastra Arab) atau Sulam Munawraq, ( ilmu Mantiq/ logika Aristotelian), atau Nazham al- Faraid al Bahiyyah (tentang kaedah-kaedah Fiqih), Arudh (Anotasi Syair), Ilmu Falaq (Astronomi) atau pengetahuan yang lain. Semua ilmu tersebut ditulis dalam bahasa Arab tanpa tanda baca yang dicetak pada kertas koran berwarna kuning. Orang pesantren menyebutnya “kitab kuning gundul”.
Itulah makanku dan lauk paukku sehari-hari dan ilmu-ilmu yang aku pelajari selama tiga tahun di pondok pesantren Lirboyo. Tak berubah dan berganti. Tak juga aku makan di warung pondok, karena tak punya uang lebih. Kadang-kadang ada kiriman dari rumah, gorengan ikan asin atau ayam. Tapi ini amat sangat jarang. Bersambung.
KH Husein Muhammad, salah seorang Mustasyar PBNU