Bandung, NU Online Jabar
Multaqa Ulama Al-Qur’an Nusantara atau pertemuan para ulama ahli Al-Qur’an yang berlangsung di Pondok Pesantren Al-Munawir, Krapyak, Yogyakarta yang berlangsung sejak 15-17 November 2022 menghasilkan setidaknya enam rekomendasi.
Salah satu diantaranya adalah mendorong usulan revisi Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan yang salah satunya mengatur tentang penjenjangan Pendidikan Al-Qur’an di Indonesia, mulai tingkat dasar hingga tinggi.
Pertemuan ulama ahli Al-Qur’an yang bertajuk Pesan Wasathiyah Ulama Al-Qur’an Nusantara ini menghadirkan narasumber di antaranya KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha dan Said Agil Husin al-Munawar dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta Prof Dr M Quraish Shihab yang hadir secara daring (online).
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam M Ali Ramdhani menegaskan peran ulama Al-Qur’an sangat penting dalam mendorong terciptanya harmonisasi umat manusia di dunia. Al-Qur’an memiliki nilai-nilai luhur yang dijadikan sebagai penuntun hidup oleh pemeluknya.
“Oleh karenanya, agar umat tetap terpelihara harmonisasinya dalam mengimplementasikan nilai-nilai luhur tersebut, jalan dialog atau multaqa menjadi cara untuk saling memahami harus dikedepankan,” ujarnya.
Selain mendorng revisi PP No. 5 Tahun 2007, hasil lainnya adalah mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan pendidikan Al-Qur’an, mulai dari penjenjangan hingga desain kurikulum. Poin rekomendasi lainnya berkenaan revitalisasi sanad Al-Qur’an, dan penanaman nilai-nilai Al-Qur’an secara komprehensif, hingga pengarusutamaan Wasathiyah.
Tercatat, total ada enam rekomendasi yang dihasilkan dari pertemuan ahli ulama Al-Qur’an yang diikuti 340 peserta yang terdiri dari para ulama, akademisi, praktisi, dan peneliti Al-Qur’an dalam dan luar negeri.
Adapun berikut 6 hasil rekomendasi Multaqa Ulama Al-Qur’an Nusantara 2022:
1. Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Agama, perlu terus memberikan perhatian penuh kepada upaya peningkatan pelayanan, pengawasan dan evaluasi pendidikan Al-Qur’an, baik dari sisi bacaan, hafalan, dan implementasinya di tengah masyarakat.
2. Di tengah heterogenitas kehidupan masyarakat Indonesia, perlu diarusutamakan wasathiyah sebagai metode berpikir, bersikap, dan beraktifitas sehari-hari. Sehingga, terwujud keberagamaan yang moderat, toleran, ramah, dan rahmah di tengah kebinekaan Indonesia.
3. Melihat antusiasme masyarakat Indonesia dalam mempelajari dan mendirikan lembaga pendidikan Al-Qur’an, Kementerian Agama, khususnya Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, perlu segera menindaklanjuti usulan revisi Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan yang salah satunya mengatur tentang penjenjangan Pendidikan Al-Qur’an di Indonesia, mulai tingkat dasar hingga tinggi.
4. Desain kurikulum pendidikan Al-Qur’an perlu disusun secara berjenjang dan berkesinambungan dengan memuat materi kekhususan ilmu-ilmu Al-Qur’an ditambah dengan wawasan kebangsaan, keagamaan, dan isu-isu global dengan bingkai wasathiyah Islam.
5. Melihat fungsi sanad yang sangat penting bagi verifikasi data dan keabsahan jalur keilmuan, maka lembaga-lembaga pendidikan Al-Qur’an perlu memperhatikan ketersambungan sanad, baik dari sisi bacaan, pemahaman, maupun pengamalan. Kementerian Agama juga perlu memfasilitasi proses dokumentasi dan pencatatan jalur sanad keilmuan ulama Al-Qur’an di Indonesia.
6. (6) Mengimbau kepada masyarakat, khususnya orang tua, para pendidik dan pengelola lembaga pendidikan Al-Qur’an, agar menanamkan ajaran Al-Qur’an secara komprehensif, mendalam dan moderat sebagaimana pernah dilakukan para ulama pendahulu, sehingga Al-Qur’an benar-benar dapat menjadi petunjuk dan rahmat bagi umat, bangsa dan semesta.
“Saya kira enam butir rekomendasi Multaqa Ulama Al-Qur’an Nusantara ini sangat penting, dan tentu ini menjadi catatan bagi kita semua, khususnya dalam hal ini Kementerian Agama untuk berbuat yang terbaik demi kemaslahatan pendidikan Al-Qur’an di Indonesia,” tutup Ali.
Editor: Agung Gumelar