Magelang, NU Online
Cendikiawan Muslim Indonesia, Kiai Ulil Abshar Abdalla mengatakan ulama pencetus pertama yang membahas tentang peradaban manusia di muka bumi adalah Ibnu Khaldun. Hal itu dilihat dari beberapa karya Ibnu Khaldun yang secara khusus menjelaskan tentang peradaban manusia hingga berjilid-jilid, salah satu karya yang dimaksud adalah kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun.
“Ulama yang pertama kali membahas peradaban itu ulama yang hidup di abad 14 menuju 15 yaitu Ibnu Khaldun,” ungkapnya saat mengisi Halaqah Fiqih Peradaban oleh PBNU di aula Yayasan Pondok Pesantren Roudlotul Thullab, Wonosari, Tempuran, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (1/12/2022).
Ibnu Khaldun adalah ulama berasal dari Andalusia namun hidup di Mesir. “Pada masa kerajaan Mamluk ia sempat diangkat menjadi qadi untuk Mazhab Maliki oleh Sultan Al-Malik Al-Zahir Barquq,” ungkap Gus Ulil sapaan akrabnya.
Gus Ulil mengungkapkan bahwa tidak ada kitab fiqih yang menjelaskan Fiqih Peradaban secara istilah. Namun menurutnya jika penjelasan secara substansi dapat ditemukan.
“Fiqih Peradaban itu tidak ada di fiqih kita jika secara istilah, kalau kita ngaji di kitab Tahrir, Fathul Muin, Fathul Wahab, dan kitab lainnya, tidak ada Fiqih Peradaban secara istilah, tapi sebenarnya secara substantif ada, hanya Ibnu Khaldun yang menjelaskan dari dasar,” jelasnya.
Peradaban pada Masa Kerajaan Mamluk
Gus Ulil mengatakan, salah satu kerajaan yang penting dalam sejarah Islam adalah Kerajaan Mamluk. Pasalnya hampir semua kitab fiqih Madzhab Syafii yang dipelajari di pesantren, sebagian besar ditulis pada masa Dinasti Mamluk tersebut.
Menurut Gus Ulil, pendiri Kerajaan Mamluk dahulunya adalah budak yang dijadikan tentara pada masa Bani Saljuk dan Abasiyah, kemudian mereka dimerdekakan. Karena memiliki kekuatan militer, mereka membangun kerajaan di Mesir yaitu Daulah Mamlukiyah pada tahun 1259, 3 tahun setelah runtuh Kota Bagdad.
“Masa Daulah Mamlukiyah ini penting karena para Imam Besar yang menulis kitab Madzhab Syafii, seperti Imam Nawawi yang mengarang kitab Minhajut Thalibin dan Riyadhus Sholihin. Kemudian Imam Ibnu Hajar Alhaitami, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Imam Jalaludin As-Suyuthi yang paling popular di pesantren karena punya kitab Jalalain. Termasuk Ibnu Khaldun hidupnya juga di era Bani Mamluk,” ungkapnya.
Adapun menurutnya, masa Daulah Mamlukiyah semasa dengan Kerajaan Majapahit yang ada di Nusantara. “Kerajaan Mamluk kalau di Indonesia semasa dengan Kerajaan Majapahit,” ujarnya.
3 Istilah Peradaban dalam Al-Muqaddimah Ibnu Khaldun
Menurut kiai kelahiran Pati, Jawa Tengah itu, Ibnu Khaldun menulis karya besar tentang sejarah peradaban. Di dalam karya besar tersebut terdapat mukadimah yang berjumlah enam jilid. Jilid pertama yang tebalnya kurang lebih 500 halaman adalah Muqadimah Ibnu Khaldun yang terkenal.
“Muqaddimah Ibnu Khaldun, kitab yang membahasa mengenai peradaban pertama yang ditulis oleh seorang ulama Andalusia, beliau itu mengistilahkan peradaban dengan tiga istilah,” terangnya.
“Istilah yang pertama adalah Al–Umran Al-Bashari, Al-Umran artinya keramaian,” tuturnya.
Gus Ulil mengungkapkan, orang Arab dahulunya sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, ketika sekelompok manusia bertempat secara permanen di sebuah tempat maka dia membentuk peradaban berupa keramaian.
“Isitilah kedua adalah Madaniyah yang dipakai Ibnu Khaldun, Madaniyah sebuah kota, namun artinya bukan seperti Kota Magelang, Yogyakarta, dan kota lainnya. al–insan madaniyun bi tab’i, bermakna manusia tidak bisa hidup sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,” jelasnya.
“Istilah yang ketiga untuk peradaban adalah Al-Hadarah, berasal dari kata Hadar yang artinya sama seperti istilah sebelumnya yaitu kota,” imbuhnya.
Kutipan Ibnu Khaldun yang Terkenal
Menurut penjelasan Gus Ulil yang pernah berkunjung langsung di Tunisia. Di sana terdapat patung Ibnu Khaldun, di empat sisi patung tersebut terdapat kutipan dari Ibnu Khaldun, salah satunya al–insanu madaniyun bi tab’i. Salah satu dari tiga istilah peradaban dalam kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun.
“Dalam Muqaddimah Ibnu Khaldun dijelaskan, manusia itu diciptakan oleh Allah dalam bentuk tertentu, dan manusia tidak bisa hidup survive tanpa makanan dan nutrisi,” katanya.
“Kita tahu itu permasalahan sederhana, tapi kita enggak nulis, Ibnu Khaldun menulis dan mengurai pernyataan perkara manusia tidak bisa hidup kalau tidak makan sejak dulu,” imbuhnya.
Menurut Gus Ulil, dari pernyataan sederhana bahwa manusia membutuhkan makanan, maka manusia diberikan fitrah oleh Allah berupa kemampuan untuk mencari makanan. Hanya saja manusia jika sendirian, tidak bisa menghasilkan makanan yang dibutuhkan secara efektif. Manusia perlu hidup secara kolektif atau bersama.
“Jadi bahasa sederhana dari Ibnu Khaldun tentang peradaban ini muncul karena mansuia butuh makan,” tandasnya.
Peradaban Mengikuti Bangsa yang Bejaya
Ada satu bab yang disinggung oleh Gus Ulil dalam kitab Ibnu Khaldun. Di dalam bab tersebut dijelaskan bahwa bangsa-bangsa yang peradabannya tertinggal dan terbelakang akan cenderung mengikuti peradapan bangsa-bangsa yang menang atau maju, baik dalam segi pakaian, makanan, bahasa, musik, dan budaya.
“Contohnya pada zaman dulu saat Islam memiliki masa kejayaan, orang lain merasa bangga kalau berbahasa Arab, sampai pernah ada seorang pastur di Andalusia yang megeluh mengenai kebiasaan orang Kristen yang tidak mau berbahasa latin, dulu mereka merasa berbahasa Arab itu keren,” ugkapnya.
Gus Ulil mengatakan bahwa hal itu persis dengan zaman sekarang, jika ada orang berbahasa Inggris maka akan merasa keren, karena bahasa Inggris sekarang berada di puncak peradaban.
“Hal tersebut sudah dianalisa oleh Ibnu Khaldun di abad ke-15. Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun itu keren sekali, dan sangat terkait dengan saat ini,” pungkasnya.
Kntributor: Siti Maulida
Editor: Syamsul Arifin
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://www.nu.or.id/nasional/ibnu-khaldun-pencetus-istilah-peradaban-manusia-x8Dmj