Trenggalek, NU Online Jatim
Bom bunuh diri yang terjadi di Polsek Astanaanyar Kota Bandung, Jawa Barat menyisakan pilu dan keprihatinan semua pihak. Lembaga Bahstul Masa’il Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Timur menilai jalan hidup yang dipilih korban bukanlah mati syahid, tetapi mati sia-sia.
Selain merugikan dirinya, juga merugikan orang banyak. Tidak melihat bahwa yang diserang adalah sesama orang Islam yang ada di Indonesia, bukanlah orang kafir sebagaimana yang ditafsirkan oleh sebagian golongan ekstremis dalam mengartikan ayat Al-Qur’an soal jihad.
“Yang disasar adalah sesama muslim atau simbol-simbol negara. Seperti kantor polisi dan lain sebagainya ini tentu dalam fiqih kita sangat-sangat diharamkan. Matinya juga juga bukan mati syahid, tetapi mati sia-sia,” ungkap Pengurus LBMNU Jawa Timur, Agus H Zahro Wardi saat dikonfirmasi, Rabu (07/12/2022).
Kiai yang juga Dosen Pascasarjana Ma’had Aly Lirboyo Kota Kediri ini menjelaskan upaya untuk menanggulangi terorisme dan radikalisme adalah program deradikalisasi di Indonesia harus diperkuat.
Menurut hemat Gus Zahro, sampai saat ini belum maksimal belum efektif terbukti ini masih ada kejadian-kejadian tentang bom bunuh diri yang niatnya salah sasarannya salah. Sehingga untuk program deradikalisasi ke depan bagaimana bisa diubah atau diperkuat.
“Bagaimana mereka para masyarakat yang sebagian ini masih terjerumus dalam pemahaman radikal, bisa mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Maka edukasi penyuluhan itu penting,” paparnya.
Tak hanya deradikalisasi, Gus Zahro mengaku langkah yang bisa dilakukan yakni dengan menanamkan sikap moderat dan nasionalisme. Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan darul Islam, tetapi darul salam. Tidak ada yang harus diperangi dengan cara membunuh, terlebih kepada sesama muslim yang terkena serangan bom.
“Menanamkan pikiran-pikiran yang mempunyai sifat toleransi. Jadi jangan sampai mereka terus menebarkan kebencian terhadap pemerintah,” terangnya.
Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim ini juga berharap pemerintah bisa getol dalam deradikalisasi hingga menyeluruh sampai ke akar-akarnya. Mulai siapa pendana pelaku bom bunuh diri, siapa yang mencuci otaknya hingga siapa yang menggerakkan pelaku.
Gus Zahro mengungkapkan, pemerintah harus memotong jaringan-jaringan tersebut. Sehingga terduga pelaku yang terpapar ini kemudian ketika di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) benar-benar sudah taubat dan memiliki pemahaman Islam yang benar.
Selain mengkritisi perihal deradikalisasi yang masih belum maksomal, di sisi lain ia juga mendukung soal KUHP yang terbaru. Salah satu pasal yang menjelaskan soal pemahaman yang anti Pancasila dapat dikenai pasal, salah satunya paham radikalisme.
“Aparat pemerintah ke depan harus tegas, yakni ormas-ormas atau perorangan yang mempunyai ideologi bertentangan dengan Pancasila harus ditindak lebih keras lagi seperti dilarang dan dibubarkan,” tandasnya.