Jakarta, NU Online
Piala Dunia 2022 Qatar telah memasuki babak perempat final. Sepanjang berlangsungnya Piala Dunia ini, banyak orang yang mengaitkan sepak bola dengan agama.
Prof Quraish Shihab menegaskan bahwa tidak ada kaitannya sama sekali antara sepak bola dengan sentimen agama. Hal itu diungkapkan melalui sebuah video bersama putrinya, Najeela Shihab, yang diunggah di akun Instagram @najeelashihab pada Kamis (8/12/2022).
Ia juga mendapatkan kiriman Suara Al-Azhar yang isinya mengecam mengapa orang mengaitkan hasil sepak bola dengan sentimen agama. Ia mencontohkan Arab Saudi yang berhasil menang melawan Argentina.
“Itu karena Saudi, Pemerintah Saudi berhasil menyampingkan, menghentikan ajaran Wahabi. Ini tidak ada kaitannya,” kata Prof Quraish yang sedang mengenakan kaos Brasil.
Menanggapi itu, Najeela juga mengajukan contoh Jerman yang kalah dianggap karena sebagian pemainnya mendukung LGBT.
Menurut Quraish, hal tersebut tidaklah tepat. Sebab, ia menegaskan bahwa sepak bola merupakan permainan yang ada ilmunya tersendiri dan bisa dipelajari.
“Tidak harus berkata demikian karena pada dasarnya permainan bola itu sekarang adalah ilmu,” ujarnya.
Dalam sebuah strategi permainan, lawan dapat mempelajari dan mengamati titik kelemahannya sehingga dibuatlah taktik yang sekiranya mampu menembusnya. “Ada kelemahannya ada taktik,” kata ulama yang pernah menjabat sebagai menteri agama itu.
Tidak hanya strategi, tetapi permainan itu juga ditopang oleh semangat dan kerja sama seluruh unsur dalam timnya. “Di samping itu ada semangat, ada kerja sama,” jelasnya.
Memang, kata Quraish, ada kemujuran yang mungkin terwujud. Ada doa untuk kemenangan tim juga wajar. Namun, ia mengingatkan agar tidak semuanya dihubung-hubungkan dengan agama. “Jangan semua dikaitkan dengan agama,” katanya.
Misalnya, ketika Prancis menjadi juara dunia sebagian pemainnya merupakan Muslim. “Apakah karena dia Islam maka juara dunia? Kalau Brazil yang kita harapkan yang Abi harapkan jadi juara dunia, apakah karena dia non-Muslim? Itu karena taktik, kemujuran,” jelasnya.
Ketika Maroko menang, ada yang membuat video-video yang seakan-akan ada yang baca surat Yasin, shalawat, dan lain-lain. “Itu wajar saja sebagai selingan, tapi jangan itu yang dijadikan dasar. Karena kalau besok ini Maroko kalah, …,”
“Dianggapnya Islam yang kalah, gara-gara agama,” kata Najeela menanggapinya dan disambut anggukan ayahnya itu.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa hal tersebut tidak benar. Ia meminta agar mendudukkan sepak bola dan agama dalam porsi yang wajar.
“Kalau menang kita bersyukur wajar. Kalau menggolkan sujud syukur sebagai tanda kesyukuran. Tapi bukan itu yang satu-satunya atau bukan faktor itu yang terpenting dalam kemenangan,” katanya.
Najeela menambahkan, ada berbagai faktor lain yang patut dihargai dan diapresiasi, seperti kompetensi pemain, latihannya, dan sebagainya.
“Bahkan itu ada adu pinalti ada strateginya, ada ininya. Semua itu dipelajari dan ada faktor kemujuran,” lanjut ulama yang menamatkan studi sarjana hingga doktoralnya di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir itu.
Di akhir, Najeela menanyakan kebolehan berdoa untuk kemenangan timnas favoritnya. “Tapi, berdoa untuk tim favorit tetap boleh dong?”
“Ya tetap boleh,” pungkasnya.
Prof Quraish dan Najeela tampak mengenakan atribut timnas favoritnya yang diharapkan menjadi kampiun dalam ajang empat tahunan itu, yaitu Brazil.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.