Tafsir Surat Al-‘Alaq Ayat 15 dan 16: Saat Abu Jahal Abaikan Ancaman Tuhan

Berikut ini adalah teks, terjemahan dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-‘Alaq Ayat 15 dan 16:

كَلَّا لَئنْ لَّمْ يَنْتَهِ ەۙ لَنَسْفَعًاۢ بِالنَّاصِيَةِۙ (15) نَاصِيَةٍ كَاذِبَةٍ خَاطِئَةٍۚ (16)
 

(15) Kallā la’il lam yantah(i), lanasfa‘am bin-nāṣiyah(ti). (16) Nāṣiyatin kāżibatin khāṭi’ah(tin).
 

Artinya, “(15) Sekali-kali tidak! Sungguh, jika dia tidak berhenti (berbuat demikian), niscaya Kami tarik ubun-ubunnya (ke dalam neraka), (16) (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan (kebenaran) dan durhaka.”

Ragam Tafsir Surat Al-‘Alaq Ayat 15 dan 16

Imam Fakhruddin Ar-Razi (wafat 606 H) mengatakan bahwa kata “kallā” dalam ayat mempunyai beberapa sudut pandang: (1) mencegah atau menghalangi Abu Jahal dari perbuatannya melarang ibadah kepada Allah dan memerintah untuk beralih menyembah berhala Latta; (2) sama sekali Abu Jahal tidak akan pernah melakukan apa yang ia katakan, yakni dia akan membunuh Muhammad atau akan mengilas-gilas lehernya, tapi justru murid Muhammad yang akan membunuh dan menginjak dadanya; (3) Imam Muqatil berkata: “Sama sekali Abu Jahal tidak mengetahui bahwa Allah melihatnya, sekalipun ia mengetahuinya namun jika tidak memberikan manfaat kepada Abu Jahal, itu sama saja ia tidak mengetahuinya.”. (Fahruddin Ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Ihya’: 1420 H], juz XXXII, halaman 224).

Sementara Syekh Nawawi Banten (wafat 1316 H) menafsirkan ayat 15: “Kallā”, yakni Abu Jahal tidak akan sampai pada apa yang ia katakan, yaitu dia akan membunuh Muhammad atau akan mengilas-gilas lehernya, justru murid Muhammadlah yang akan membunuh dan menginjak dadanya. Dia adalah Abdullah bin Mas’ud. Penjelasan ayat: “la’il lam yantahi”, yakni demi Allah jika Abu Jahal tidak berhenti menyakiti Nabi Muhammad saw;“lanasfa‘am bin nāṣiyah”, sungguh benar-benar akan kami ambil dan tarik ubun-ubunnya ke dalam neraka di akhirat; atau sungguh benar-benar akan kami genggam ubun-ubunya (setelah dipancung dalam perang Badar).

Syekh Nawawi menyebutkan riwayat kisah Abu Jahal yang berniat mencelakai Nabi saw, namun gagal. Berikut kisahnya:

روي أن أبا جهل لما قال: إن رأيته يصلي لأطأن عنقه، فأنزل الله تعالى هذه السورة، وأمره جبريل عليه السلام بأن يقرأها على أبي جهل ويخر لله ساجدا في آخرها ففعل فعدا إليه أبو جهل ليطأ عنقه فلما دنا منه نكص على عقبيه راجعا فقيل له: ما لك قال: إن بيني وبينه فحلا فاغرا فاه لو مشيت إليه لالتقمني، وقال النبي صلّى الله عليه وسلّم: لو دنا مني لاختطفته الملائكة عضوا عضوا

Artinya, “Diriwayatkan bahwa Abu Jahal saat itu berkata: “Jika aku melihat Muhammad shalat, sungguh akan aku gilas-gilas lehernya.” Kemudian Allah menurunkan surat ini. Malaikat Jibril memerintahkan Nabi saw untuk membacakan surat ini kepada Abu Jahal. Nabi saw jatuh bersimpuh untuk bersujud kepada Allah di akhir surat ini, kemudian beliau pun melakukannya. Abu Jahal kembali akan mengilas-gilah lehar nabi sampai saat Abu Jahal mendekatinya. Ia berbalik ke belakang pada posisi semula. Kemudian Abu Jahal ditanya: “Apa yang terjadi kepadamu?” “Sungguh di antara aku dengannya (Muhammad) ada seekor onta jantan yang mengangakan mulutnya. Jika aku berjalan mendekati Muhammad, sungguh aku akan ditelannya”, jawab Abu Jahal. Nabi Muhammad saw berkata: “Jika Abu Jahal mendekatiku sungguh malaikat akan menyambar organ tubuhnya satu persatu”. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsîrul Munîr li Ma’âlimit Tanzîl, [Surabaya, al-Hidayah], juz II, halaman 456).

Syekh Wahbah (wafat 2015 M) menjelaskan ayat: “Kallā la’il lam yantahi lanasfa‘am bin nāṣiyah. Nāṣiyatin kāżibatin khāṭi’ah”, yakni sungguh orang yang melarang ini (Abu Jahal) tercegah dari kebaikan dan ibadah kepada Allah, maka demi Allah jika ia tidak berhenti dari apa yang dilakukannya dan tidak mencegah dari memecah-belah dan menentang, sungguh benar-benar akan kami ambil dan tarik ubun-ubunnya ke dalam neraka”. (Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, At-Tafsir Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], jus XXX, halaman 326).

Sementara Syekh Musthafa Al-Maraghi (wafat 1371 H) berkata: “Ingat, ubun-ubun itu sungguh mendustakan dengan kecongkakan sebab kekuatannya padahal ubun-ubun tersebut dalam gengaman penciptanya. Ia menduga itu sesuatu yang tidak nyata. Ubun-ubun itu sungguh telah salah karena ia berlaku zalim dan melampui batas dan mencela perintah Tuhannya.” 

Terakhir, beliau menjelaskan terkait penisbatan kedustaan dan kesalahan pada ubun-ubun (nāṣiyah), padahal yang berdusta dan bersalah adalah orangnya. Menurut beliau, hal itu dilihat dari sisi ubun-ubun adalah sumber asal ketertipuan dan kecongkakan. (Ahmad bin Musthafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, [Mesir: Matba’ah Musthafa al-Babil Halabi: 1365H/1946M], jus XXX, halaman 204).

 

Lebih jelas Syekh Ali as-Shabuni (wafat 2021) mengatakan:

ووصفها بالكذب والخطيئة مجازٌ، والكاذب الخاطىء في الحقيقة صاحبها، والخاطىء الذي يفعل الذنب متعمداً، والمخطىء الذي يفعله بدون قصد
 

Artinya, “Allah penyifatan “nāṣiyah” dengan kedustaan dan kata khāṭi’ah merupakan bentuk majaz. Adapun pelaku kedustaan pada hakikatnya adalah pemilik ubun-ubun tersebut. Al-khati’ adalah orang yang berbuat dosa dengan sengaja, sedangkan al-mukhti’ adalah orang yang berbuat dosa dengan tanpa niatan.” (Muhammad Ali As-Shabuni, Shafwatut Tafasir, [Kairo, Darus Shabuni: 1997 M/1417 H], juz III, halaman 556).

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma’had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-alaq-ayat-15-dan-16-saat-abu-jahal-abaikan-ancaman-tuhan-IXzDH

Author: Zant