Temanggung, NU Online Jateng
Wakil Ketua Pengurus Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Najib Bukhori menyampaikan, Fiqih terkait ahkamu syari’ah, baik hukum taklifi maupun hukum wadh’i. Kemudian peradaban itu sangat luas cakupannya, tidak hanya politik, namun juga ekonomi, teknologi, pendidikan, dan aspek kehidupan lainnya.
“Halaqah ini titik pembahasannya baru tentang politik. Politik secara umum merupakan sarana dalam mewujudkan kemaslahatan, persatuan, dan kesatuan umat,” ujarnya dalam Halaqah Fiqih Peradaban di Pesantren Sofwah Al-Hidayah Kranggan, Kabupaten Temanggung, Kamis (15/12/2022).
Menurutnya, dalam hal-hal tertentu, meskipun NU sering mencari rujukan dari kitab kuning, namun kitab kuning itu tidak lepas dari Al-Qur’an dan hadits.
“Jika ada kebuntuan hukum terhadap persoalan yang berkembang, maka siapa yang memiliki otoritas untuk memutuskan? Tentu ini merupakan tanggung jawab ulama untuk memberikan solusinya,” ucapnya.
Dikatakan, dalam hal-hal baru yang belum ada ketentuan hukumnya, merupakan tugas ulama untuk melakukan penjelasan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam kitab.
“Misalnya ketika seorang shalat harus berdiri. Jika tidak kuat berdiri boleh dengan duduk, kalau tidak bisa duduk dengan berebah, lalu dengan isyarat. Ini kan prinsip fiqih kita, sehingga harus sesuai kemampuan,” terangnya.
Pemakalah lainnya yang juga Pengurus LBM PBNU KH Aniq Nawawi memaparkan tentang fiqih siyasah. Menurutnya, dalan kitab-kitab fiqih, membahas fiqih siyasah masuk dalam pembahasan yang beragam.
“Umumnya fiqih siyasah merupakan kesepakatan ulama. Karena menurut Imam Haromain, tentang politik tidak ada nashnya yang secara eksplisit menyebutkan tentang politik. Jadi kalau ada yang mengatakan bahwa masalah politik ada nashnya secara sharih atau jelas maka itu merupakan kebohongan,” tegasnya.
Menurut Kiai Aniq, pra ulama lebih banyak memberikan alternatif solusi atas berbagai masalah yang dihadapi umat tentang politik. “Ulama terdahulu melakukan tajridi, perubahan secara bertahap. Tahap awal yang dilakukan adalah fiqhu dakwah, baru kemudian dilakukan penataan lebih lanjut,” ungkapnya.
Misalnya Imam Al-Ghazali menyampaikan, pemimpin yang adil adalah mereka yang menerapkan kebaikan untuk menghindari kerusakan. “Adapun pemimpin yang dhalim, adalah pemimpin yang kebijakannya mendatangkan mafsadat,” paparnya.
Menurutnya, NU hadir dalam memberikan sumbangsih pemikiran dalam perumusan Pancasila dan UUD 1945. “Ini artinya NU turut memberikan konsep baru dalam fiqih siyasah,” pungkasnya.
Moderator, Katib PCNU Kabupaten Temanggung Gus Syakur, kalau ngaji di pesantren, kita mengenal istilah matan, syarah, dan khasyiyah. Fiqih peradaban bukan untuk mengganti matan dan syarah yang terdapat dalam fiqih terdahulu, melainkan merupakan khasyiyah sebagai keterangan lebih lanjut dari para kiai.
Pengirim: Insan Al-Huda
https://jateng.nu.or.id/nasional/fiqih-peradaban-cakupannya-lebih-luas-qSF5s