Tidak sedikit yang divonis tidak memiliki kesempatan yang lama untuk hidup. Di sebuah kesempatan, dokter menjelaskan bahwa usia pasien tidak akan lama lagi berdasarkan rekam medis yang ada. Bagaimana menghadapi realita seperti itu?
Dalam kitab Hasyiyah As-Shawy ‘ala Tafsir Jalalain juz II, halaman: 5 karya Syekh Ahmad bin Muhammad as-Shawy al-Misri al-Khalwati al-Maliki (1175-1241 H/1761-1825 M) ada cerita menarik. Dikisahkan bahwa dahulu Nabi Dawud memiliki seorang sahabat. Layaknya seorang sahabat, ia begitu dekat dengan sang nabi. Hubungannya terjalin begitu erat. Bahkan bisa dikatakan, ia juga merupakan pengikut setia dakwah Nabi Dawud. Sungguh, ia merupakan sahabat yang dicintai oleh Nabi Dawud.
Namun sayang, tiba-tiba saja malaikat Jibril turun ke bumi dan berkata: “Wahai Nabi Dawud, berilah kabar kepada sahabatmu itu, bahwa ajalnya akan segera tiba. 50 hari lagi ia akan meninggal dunia.” Seketika Nabi Dawud pun tercengang. Bagaimana tidak, sahabat yang ia kasihi ternyata ditakdirkan oleh Allah untuk sebentar lagi akan undur diri meninggalkan dunia yang fana ini. Akhirnya dengan berat hati, Nabi Dawud mengatakan perihal kabar yang telah ia terima dari malaikat Jibril.
“Wahai sahabatku, sesungguhnya aku tak sampai hati untuk menyampaikan hal ini kepadamu. Namun Jibril memerintahkanku untuk mengatakan kepadamu bahwa ajalmu telah dekat. 50 hari lagi, engkau akan meninggalkan dunia ini,” kata Nabi Dawud dengan lirih kepada sahabatnya itu.
Mendengar penuturan Nabi Dawud, ia begitu bersedih. Betapa cepat waktu berlalu. Hingga tak terasa, sebentar lagi ia akan meninggalkan dunia dan berpisah dengan seseorang yang begitu dicintai. Tak lain tak bukan adalah Dawud, sang nabi yang selalu ia dampingi. Namun ia tak mau terlarut dalam kesedihan terlalu lama. Di sisa waktunya yang tinggal 50 hari lagi, ia bergegas untuk bersiap-siap menjemput ajal dengan penuh kerelaan. Mulai hari itu, ia gunakan hari-harinya untuk lebih semangat dalam beribadah.
Hari demi hari silih berganti. Hingga tibalah hari ke-50, waktu ajalnya untuk menghampiri. Ia lantas menyiapkan makanan. Bukan untuk ia makan, melainkan rencananya akan ia haturkan kepada sang nabi sebagai simbol penghormatan perpisahan.
Di tengah perjalanannya menemui Nabi Dawud, ia berpapasan dengan seorang fakir yang kelaparan. Hatinya pun bimbang. Di satu sisi, ia begitu iba dengan si fakir tersebut. Namun di sisi lain, makanan itu adalah hidangan perpisahan yang ia siapkan khusus untuk Nabi Dawud.
Ia lantas menghalau kebimbangannya dengan segera. Sembari mengulurkan makanan yang ia bawa, dalam hati ia berkata: “Ah, mengapa aku mengedepankan egoku untuk memberi Nabi Dawud. Padahal jelas-jelas si fakir ini lebih membutuhkannya.”
Si fakir lantas menyambut uluran tangan berisi makanan dengan penuh gembira. Sungguh dari raut mukanya terpancar kebahagiaan tak terkira. Bak seorang nelayan yang tak sengaja menemukan harta karun emas permata. Segera saja, si fakir menyantap makanan hingga tak tersisa.
Setelah kejadian tersebut, malaikat Jibril lantas diperintahkan oleh Allah Taala untuk memberi kabar kepada Nabi Dawud. Kabar itu mengatakan bahwa berkah sedekah makanan sahabatnya itu, Allah menunda ajalnya. Ia diberikan anugerah tambahan umur 50 tahun lamanya.
Ketika sahabat sampai menghadap, Nabi Dawud pun mengabarkan hal tersebut. Ia terkaget, tak menyana, bercampur rasa gembira penuh suka cita. Ia lantas bersyukur pada Allah Ta’ala. Subhanallah, betapa luas karunia dan rahmat Allah Ta’ala. Hanya dengan sedekah makanan yang tak seberapa, sahabat Nabi Dawud mendapatkan nikmat luar biasa yakni diberikan tambahan umur panjang selama 50 tahun.
https://jatim.nu.or.id/rehat/cerita-sahabat-nabi-dawud-yang-divonis-segera-meninggal-bjaUq