Tenda Sakinah di Lokasi Bencana dalam Kajian Islam

Tenda sakinah, sejenis bilik asmara di rutan merupakan tempat yang disediakan khusus untuk pasangan suami istri melakukan hubungan intim. Fenomena ini biasa muncul pada saat sedang terjadi bencana. Seperti yang baru-baru ini terjadi di Cianjur, di mana bencana gempa membuat banyak warga yang tidak bisa menempati rumah mereka dan membuat mereka terpaksa harus tinggal di barak atau tenda pengungsian selama berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan.

Tenda sakinah ini memungkinkan pasangan suami istri untuk tetap bisa berhubungan intim karena di tenda pengungsian tentunya mereka tidak leluasa melakukan hal tersebut.

Menarik untuk dikaji dalam tinjauan syariat Islam terkait urgensi penyediaan bilik asmara ini saat sedang terjadi bencana. Untuk mengurai persoalan tersebut akan kita awali dengan penjelasan soal bagaimana syariat Islam mengatur permasalahan hubungan seksual suami istri.

Pemenuhan kebutuhan biologis berupa hasrat seksual merupakan hal yang diakomodir dalam syariat Islam lewat lembaga pernikahan. Jika sudah terikat dalam hubungan pernikahan yang sah, maka halal bagi suami istri untuk menyalurkan hasrat seksual mereka dengan jalan berhubungan intim. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 187 yang menjelaskan relasi “saling melengkapi” pasangan suami istri:

هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ

Artinya: “Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka”.

Dari penjelasan ayat diatas bisa kita pahami bahwa berhubungan seksual dalam rangka pemenuhan kebutuhan biologis merupakan hal yang wajar dan dikomodir dalam Islam dimana antara suami dan istri sama-sama diperbolehkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Dalam ayat yang lain juga dijelaskan bahwa Allah memberikan keleluasaan bagi pasangan sumi-istri untuk melakukan hubungan seksual sesuai syariat Islam. Dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 223 disebutkan:

نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُوا۟ حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوا۟ لِأَنفُسِكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّكُم مُّلَٰقُوهُ ۗ وَبَشِّرِ ٱلْمُؤْمِنِينَ

Artinya: “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.”

Berikutnya, menjawab fenomena tenda sakinah atau sejenis bilik asmara ini, kita perlu juga membahas persoalan frekuensi hubungan intim menurut syariat Islam di mana Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin juz II, halaman 50 berpendapat bahwa idealnya hubungan suami istri dilakukan setiap empat malam sekali:

وينبغي أن يأتيها في كل أربع ليال مرة فهو أعدل إذ عدد النساء أربعة فجاز التأخير إلى هذا الحد

Artinya: “Suami itu dianjurkan berhubungan intim dengan istri dalam empat malam sekali. Inilah yang lebih seimbang. Jumlah wanita (yang boleh dinikah) itu empat, maka diperbolehkan mengakhirkan sampai batasan tersebut.”

Selanjutnya, batasan maksimal suami istri tidak berhubungan seksual ialah empat bulan sebagaimana diputuskan oleh Amirul Mukminin Umar ibn al-Khattab yang mengintruksikan pada prajurit perang yang sudah bertugas selama empat bulan di medan perang agar pulang dan menemui istri mereka. Hal ini sebagaimnaa tertera dalam Kitab al-Umm, juz VII, halaman 121:

كَتَبَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى أُمَرَاءِ الْأَجْنَادِ فِي رِجَالٍ غَابُوا عَنْ نِسَائِهِمْ يَأْمُرُهُمْ أَنْ يَأْخُذُوهُمْ بِأَنْ يُنْفِقُوا أَوْ يُطَلِّقُوا

Artinya: “Umar bin Khaththab RA pernah menulis surat kepada para panglima perang mengenai para suami yang jauh istrinya, (dalam surat tersebut, pent) beliau menginstruksikan kepada mereka agar mengultimatum para suami dengan dua opsi; antara memberikan nafkah kepada para istri atau menceraikannya.”

Dari keterangan-keterangan di atas bisa kita pahami bahwa boleh saja mendirikan tenda sakinah atau bilik asmara di lokasi bencana jika memang itu dirasa dibutuhkan oleh warga yang tinggal di situ agar pemenuhan kebutuhan biologis mereka bisa terpenuhi.

Di sisi lain, Islam mengatur bahwa hubungan suami istri harus dilakukan di tempat yang privat, jangan sampai disaksikan oleh orang lain. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh M Nawawi Banten dalam Kitab Uqudul Lujain fi Bayani Huquqiz Zaujain, halaman 9:

ويحرم وطء زوجته بحضرة أجنبي أو أجنبية

Artinya, “Hubungan badan suami dan istri haram dilakukan di hadapan orang lain baik laki-laki maupun perempuan.”

Namun demikian, jangan sampai penyediaan tenda sakinah ini menjadi prioritas utama untuk didirikan ketika terjadi bencana karena bagaimanapun kita menyadari bahwa keselamatan nyawa kita di atas segala-galanya.

Oleh karena itu sebaiknya yang dijadikan sebagai prioritas utama ialah rumah sakit darurat, dapur umum, keselamatan anak-anak termasuk di antaranya ialah ruang laktasi yang dikhususkan bagi ibu-ibu yang menyusui. Sesudah semua itu terpenuhi, barulah persoalan pendirian tenda sakinah ini bisa dilaksanakan.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.

Ustadz Mohammad Ibnu Sahroji atau biasa disapa Ustadz Gaes

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/tenda-sakinah-di-lokasi-bencana-dalam-kajian-islam-pb8zz

Author: Zant