Sebentar lagi Perkumpulan Nahdlatul Ulama (NU) genap berisua 1 abad (100 tahun) bedsasarkan kalender hijriah tepatnya tanggal 16 Rajab 1444 Hijriah. 26 tahun awal NU didirikan oleh Auliya dan Masyayih merupakan Jamiyah Diniyah ijtimaiyah atau perkumpulan keagamaan dan kemasyarakatan yang berakidah ahlussunnah wal jamaah (1926-1952). Dalam masa ini, NU memiliki kontribusi signifikan terhadap masyarakat, bangsa, dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI).
Banyak sudah masalah kemasyarakatan dan kebangsaan dibahas dalam perspektif fiqih. Di antaranya adalah muqaddimah qanun asasi yang ditulis oleh Rais Akbar NU Hadratus Syekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari bahwa manusia tidak akan bisa hidup sendiri, melainkan harus bersama anggota masyarakat lainnya. Persatuan dan persaudaraan merupakan fitrah manusia untuk mencapai kemaslahatan hidup dunia dan akhirat.
Dengan mengutip beberapa ayat suci Al-Qur’an dan hadits serta makalah para Sahabat Nabi Saw bahwa ilmu adalah bagian dari agama. Maka mencari ilmu yang bersanad hingga Rasulullah Saw merupakan jalan menuju kemaslahatan dunia dan akhirat. Para ulama sebagai pewaris para nabi harus bersatu padu merapatkan barisan guna memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi umat.
Kemudian pada tahun 1936 dibahas pula tentang status negeri nusantara yang waktu itu masih dijajah oleh para penjajah, apakah merupakan dar al-Islam atau dar al-kufr. Jawaban pertanyaan terhadap masalah ini merupakan embrio berdirinya negara bangsa Indonesia bahwa negeri nusantara waktu itu merupakan dar al-Islam, karena mayoritas penduduk waktu itu telah beragama Islam. Tidak adanya larangan untuk menjalankan ibadah bagi umat. Maksud dari dar al-Islam ini adalah wilayatu al-Islam, negeri yang berpenduduk mayoritas Islam dan umat kebanyakan taat menjalankan syariat.
Di samping itu para ulama berpandangan perlunya kemerdekaan bagi bangsa, sehingga waktu itu muncul beberapa pemikiran. Jika negeri ini nanti merdeka, apakah akan menjadi negara agama atau negara sekuler. Kontroversi pemikiran pun meluas, sehingga kemudian disepakati bahwa negeri ini bukan merupakan negara agama, dan bukan pula negera sekuler, melainkan negeri yang mengapresiasi nilai-nilai agama dan sekaligus mengapresiasi nilai-nilai luhur yang berlaku pada negeri ini, sehingga dirumuskan lah Pancasila yang disahkan pada 18 Agustus 1945.
Setelah itu negeri ini masih akan dijajah kembali oleh para penjajah, sehingga Rais Akbar NU dengan memperhatikan musyawarah para Alim Ulama waktu itu mengeluarkan Resolusi Jihad tanggal 24 Oktober 1945 yang merupakan inspirasi munculnya perlawanan arek-arek Suroboyo terhadap penjajah, sehingga dikenal sebagai hari Pahlawan tanggal 10 Nopember 1945.
Setelah itu negeri ini masih bergejolak dengan munculnya pemberontakan-pemberontakan, sehingga NU tetap membela pemerintahan yang sah, dengan menegaskan bahwa Presiden Soekarno merupakan waliyul amri dloruri bi syaukah.
Setelah tahun 1952-1973 atau 21 tahun, NU menjadi partai politik. Pada masa ini NU menjadi kekuatan politik yang diperhitungkan serta berkoalisi dengan PNI, dengan mendorong kembalinya Irian Barat dalam pangkuan wilayah NKRI, serta munculnya berbagai kebijakan politik tentang kemandirian guna menegakkan kedaulatan ngara, baik ekonomi, politik, maupun sosial budaya.
Setelah tahun 1973-1984, NU difusikan dalam Partai Persatuan Pembangunan selama 11 tahun (1973-1984). Dalam masa ini NU tidak leluasa bergerak karena meskipun mayoritas dukungan massanya, namun NU tidak pegang kendali sebagai pimpinan. Meskipun demikian berhasil diundangkan UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Kemudian tahun 1984-1998 atau selama 14 tahun pertama, NU kembali ke khitah sebagai perkumpulan keagamaan dan kemasyarakatan, namun pada 1998 memfasilitasi berdirinya PKB. Pada masa kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid ini, NU kembali berperan tidak hanya dalam lingkup nasional, namun juga internasional.
Dewasa ini NU telah 38 tahun kembali ke khitah 1926, relatif banyak terukir prestasinya dalam bidang pendidikan, dakwah, dan sosial kemasyarakatan. Program pokok NU dalam khitah nahdliyah ini meliputi mencari ilmu, menggalakkan silaturahmi, syiar Islam, dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Melalui Muktamar ke-34 tahun 2021 dan Konbes NU 2022, pengurus NU disemua tingkatan berusaha memperkuat khitah dengan khidmah di bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian dan kaderisasi. Semua ini adalah untuk menjalankan visi dan misinya dalam merawat Jagad dan membangun Peradaban. Wallahu a’lam bis shawab
HM Muzamil, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah
https://jateng.nu.or.id/opini/refleksi-1-abad-nahdlatul-ulama-eYic7