Dalam proses penyebaran Islam di Nusantara, khususnya di Jawa para wali mempunyai peran yang teramat penting. Di kalangan masyarakat Jawa, terdapat istilah yang sangat populer untuk menyebut nama-nama tokoh yang dipandang sebagai tokoh penyiar Islam di Tanah Jawa yaitu Walisongo. Banyak legenda yang mengisahkan kelebihan dan kepahlawanan para wali tersebut, terutama mereka sering dipandang sebagai orang sakti yang alim, dan mempunyai kekuatan supranatural serta dapat membuat keajaiban. Mereka adalah orang-orang yang sangat dihormati.
Ciri khas pesantren yang didirikan pada awal purmulaan Islam masuk di Nusantara adalah bahwa di dalam pesantren itu dipastikan adanya sebuah Masjid. Pendirian Masjid ini sesuai dengan kebiasaan waktu itu merupakan bagian dari pendirian sebuah pesantren yang terkait dengannya.
Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Desa Sumberadi, Kabupaten Kebumen merupakan pesantren yang telah terhitung cukup tua keberadaannya. Karena pesantren ini telah ada semenjak tahun 1475 M. Adapun tahun dan waktu berdirinya dapat diketahui di antaranya melalui Prasasti Batu Zamrud Siberia (Emerald Fuchsite) berbobot 9 kg yang ada di dalam masjid pesantren tersebut.
Prasasti batu bergambar hewan Bulus berkaki tiga serta bertuliskan huruf Jawa dan arab. Huruf Jawa menandai candrasengkala tahun dengan bunyi ‘bumi pitu ina’. Sedangkan tulisan huruf Arab adalah penjabaran dari arti candrasengkala tahun dalam kalender Hijriyah 25 Sya’ban 879 H. Dengan demikian Pesantren Al-Kahfi Somalangu berdiri sejak tanggal 25 Sya’ban 879 (Rabu, 4 Januari 1475 M). Pendirinya adalah Syekh As Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani, seorang tokoh ulama yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Sayyid Abdul Kahfi Al-Hasani datang ke Jawa tahun 852 H/1448 M ketika masa pemerintahan Prabu Kertawijaya penguasa Kerajaan Majapahit atau yang dikenal dengan julukannya Prabu Brawijaya I (1447 – 1451).
Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani yang bernama asli Sayyid Muhammad Ishom Al-Hasani ketika usianya mencapai 24 tahun diperintah oleh gurunya untuk berangkat berdakwah ke Jawa. Syekh Abdul Kahfi mendarat untuk pertama kalinya di pantai Karang Bolong, kecamatan Buayan, Kabupaten Kebumen. Sebelum menetap di Somalangu, Syeikh As Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani sempat tinggal selama 3 tahun di Ampel, Surabaya membantu perjuangan dakwah Sunan Ampel.
Kemudian sesudahnya beliau juga sempat tinggal serta menetap selama beberapa tahun di Kudus dan Sayung, Demak. Saat Syekh Kahfi Al-Hasani tinggal di Kudus dan mendirikan pesantren di tempat itu, Sunan Ampel kemudian mengirim puteranya yang bernama Sayyid Ja’far Shadiq belajar pada Syekh Kahfi di Kudus. Tempat atsar pesantren Syekh Kahfi Al-Hasani di Kudus sekarang lebih dikenal orang dengan nama ‘Masjid Bubrah’. Ketika berada di pesantren Syekh Kahfi, Sayyid Ja’far Shadiq sempat pula diminta olehnya untuk menimba ilmu pada ayahnya yang berada di Al-Quds, Palestina yaitu Syekh Sayyid Abdur Rasyid Al-Hasani.
Oleh karena itu, setelah selesai belajar di Al-Quds, Palestina atas suka citanya sebagai rasa syukur kepada Allah Swt bersama Syekh Kahfi Al-Hasani, Sayyid Ja’far Shadiq kemudian mendirikan sebuah masjid yang ia bernama ‘Al-Aqsha’. Oleh Syekh Kahfi Al-Hasani, Sayyid Ja’far Shadiq kemudian ditetapkan sebagai imam masjid tersebut dan Syekh Kahfi Al-Hasani kemudian pindah ke Demak guna membantu perjuangan Sultan Hasan Al-Fatah Pangeran Jimbun Abdurrahman Khalifatullah Sayidin Panatagama di Kerajaan Islam Demak.
Syekh Kahfi Al-Hasani menikah di Demak pada saat usianya telah mencapai kurang lebih 45 tahun. Pada waktu putera pertamanya telah berusia kurang lebih 5 tahun, Dirinya bersama isteri dan puteranya itu hijrah dari Demak ke Somalangu kebumen untuk mendirikan Pesantren. Di Somalangu inilah Syekh Kahfi akhirnya bermukim dan pesantren yang didirikannya kemudian hari dikenal dengan nama Pesantren Al-Kahfi Somalangu.
Syekh Abdul Kahfi Al-Hasani terhitung cukup lama dalam mengasuh Pesantren Al-Kahfi Somalangu. Yaitu berkisar mencapai 130-an tahun. Syekh Abdul Kahfi Al-Hasani wafat pada malam jumah, 15 Sya’ban 1018 H atau bertepatan dengan tanggal 12 November 1609 M. Jenazahnya dimakamkan di bukit Lemah Lanang, Somalangu, Kebumen.
Masjid Somalangu terletak di Dusun Somalangu, Desa Sumberadi, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, tepatnya di sebelah timur Kota Kebumen. Keberadaan masjid ini merupakan bukti perjalanan bangsa khususnya perkembangan agama Islam di daerah Kebumen. Sebagai ‘living monument’, bangunan Masjid Somalangu telah mengalami berbagai perubahan. Untuk itu upaya pelestarian dengan tetap mempertahankan nilai keaslian perlu mendapat perhatian.
Di usianya yang lebih dari lima abad, pesantren yang hanya berjarak sekitar 1,5 km dari Jalan Raya Kebumen-Kutoarjo itu masih bertahan menjadi pusat pendidikan islamiyah. Dari masa ke masa, pesantren ini menelurkan para ulama besar yang tersebar di nusantara. Bahkan pada masa perjuangan, Pesantren Al-Kahfi menjadi pusat perjuangan umat Islam dalam melawan penjajah Belanda.
Dengan sejarah panjang yang dimilikinya, Pesantren Al-Kahfi memang kaya akan peninggalan historis. Dari sisi bangunan, masih tersisa Masjid Al-Kahfi yang berdiri kokoh. Masjid yang berada di dalam komplek pesantren itu masuk dalam daftar bangunan cagar budaya Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jateng. Konon saat dibangun pertama kali, Masjid Al-Kahfi dibangun dengan atap daun ilalang yang selalu mengeluarkan bau wangi.
Tidak hanya masjid, bangunan asrama pondok tempat belajar santri, sebagian masih menyisakan bangunan lama. Sebuah rumah panggung yang di bawahnya sekaligus ada kolam-kolam tempat wudlu juga masih dipertahankan. Di pintu rumah panggung tersebut tertulis nama komplek yakni ‘Pasukan Bangkong Reang’.
Dalam cerita rakyat, Ki Bangkong Reang terkenal dengan kesaktiannya yang selalu membantu memberikan ilmu-ilmu baik ilmu agama maupun ilmu kanuragan. Ki Bangkong Reang merupakan tokoh yang sakti yaitu bisa berubah wujud menjadi katak, kodok dalam menyerang musuh.
Sistem Pembelajaran
Dikutip dari suaramerdeka.com Pesantren Al-Kahfi Somalangu dipimpin oleh generasi penerusnya. Saat ini, pesantren tersebut dipimpin oleh KH Afifuddin Chanif Al-Hasani atau Gus Afif yang merupakan generasi penerus keturunan ke-16 dan pengasuh pesantren tersebut.
Setidaknya terdapat sekitar 700 santri yang terdiri atas 500 santri putra dan 200 santri putri. Sudah lima abad berdiri, pesantren ini mempertahankan metodologi pembelajaran klasik seperti sorogan dan bandongan. Kitab-kitab yang diajarkan antara ilmu nahwu, shorof fiqih, tafsir Al-Qur’an dan hadits. Beberapa kitab fiqih yang diajarkan seperti Safinatun Najah, Fatkhul Qarib, Fatkhul Muin, dan Fatkhul Wahab.
Selain metode klasik, dalam pembelajaran agama Pesantren Al-Kahfi juga menerapkan sistem klasikal melalui madrasah diniyah (madin). Santri terbagi sesuai tingkatan yakni Ibtida (awal), Wustho, dan Uliya. Sebagian proses pembelajaran agama itu dilaksanakan pada sore dan malam hari hingga setelah subuh. Maklum, sebagian besar santri juga belajar ilmu umum baik di SMP Al-Kahfi, SMA Al-Kahfi, dan SMK Al-Kahfi. Sekolah umum yang berada di bawah yayasan pesantren dan lokasi gedungnya juga berada di dalam komplek pesantren.
Gus Afif yang memimpin pesantren itu sejak tahun 1992-1993 tersebut awalnya mendirikan SMK Al-Kahfi tahun 1995 dan sekarang berkembang memiliki 12 kelas. Sukses mendirikan SMK, tahun 2003 disusul mendirikan SMP Al-Kahfi yang kini memiliki 9 kelas.
Baru setelah itu dirikan SMA Al-Kahfi yang baru memiliki tiga kelas. Sebagian siswa sekolah tersebut sembari mondok di pesantren, dan sebagian lagi siswa dari sekitar pesantren. (*)