Kelahiran NU seratus tahun yang lalu tidak seperti kelahiran organisasi-organisasi lain yang lebih berorientasi pada harapan masa depan bangsa ini, yaitu bebas, merdeka dari cengkeraman, penjajahan bangsa lain. Seperti Budi Utomo yang lahir tahun 1908, organisasi ini aktif membina warganya untuk memiliki keluhuran budi, sebab tanpa budi pekerti yang luhur manusia tidak akan memiliki rasa bangga, rasa memiliki terhadap miliknya pribadi, dan keluhuran budi akan mengangkat martabat manusia itu sendiri; baik di sisi manusia yang lain, maupun di sisi Sang Pencipta. Jadi Budi Utomo berjuang untuk memerdekakan bangsanya sebagai aktualisasi diri dengan menegakkan keluhuran budi.
Lain halnya dengan Sarikat Islam (SI). Dia lahir berawal dari Sarikat Dagang Islam (SDI), wadah tempat berhimpunnya para pedagang, saudagar Islam sebagai upaya untuk menjauhi sekaligus bersaing dengan para penjajah, atau tidak bergantung pada ekonomi bangsa lain. Jadi SDI, SI yang kemudian menjadi partai PSII, mereka berjuang untuk kemerdekaan bangsa melalui sarikat dagang (ekonomi),
“Maa qaama al-diini illaa bilmaali”.
Tidak akan tegak berdiri agama kecuali dengan harta.
Begitu pula Muhammadiyyah, mereka berjuang bagi kemerdekaan bangsa melalui pendidikan, terutama pendidikan keagamaan sebagai upaya pencerahan bagi masyarakat yang dianggap tradisional dalam memahami agama; baik aqidah maupun syari’ah, sehingga pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan diberi gelar “Sang Pencerah”, yang kemudian gagasan pendidikan Muhammadiyyah diterapkan melalui pendidikan formal, dari mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Di samping itu pula Muhammadiyyah berjuang melalui kesehatan masyarakat dengan mendirikan Rumah Sakit, Poliklinik, dan sebagainya.
Demikian pula organisasi-organisasi lainnya yang lahir semenjak tahun 1900-an mereka memiliki visi dan missi serta tujuan untuk tercapainya kemerdekaan bangsa berdasarkan keinginan yang mereka tetapkan dan dengan cara sesuai keinginan masing-masing. Lalu, bagaimana dengan kelahiran NU, apakah ditujukan untuk kepentingan politik semata, atau untuk merebut kemerdekaan kemudian mendirikan negara Islam? Dan apa yang menyebabkan NU lahir?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita baca sejarah masa lalu yang telah disusun para ahli.
Lebih kurang tahun 1740, di negara Arab terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Abdullaah bin Saud, berasal dari Dzur’iyyah salah satu wilayah negara Arab, yang pada saat itu negara dikuasai oleh kesultanan Turki Utsmani. Namun usaha beliau gagal, sampai melakukan pemberontakan beberapa kali, tetap gagal karena kurang seimbang, dan hanya sebagian masyarakat yang ikut bergabung.
Di lain pihak ada seseorang yang murid-muridnya menganggap ulama pembaharu, berasal dari Ainiyah, Nejdi, yaitu Muhammad bin Abdil Wahhab, yang kemudian sebagai pembangun Madzhab Wahhabi. Beliau belajar agama dari ayahandanya sendiri, Syekh Abdul Wahhab, seorang ulama Sunni. Dan setelah ayahandanya wafat, beliau berguru kepada kakaknya, yaitu Sulaiman bin Abdil Wahhab, dan keduanya baik Muhammad bin Abdil Wahhab, maupun Sulaiman bin Abdul Wahhab mereka berguru pada ayahandanya.sendiri.
Kabar terakhir dari video yang sempat saya dapatkan bahwa Syekh Muhammad bin Abdil Wahab pernah belajar di Yordania, berguru kepada Mr. Hamper, seorang missionaris Yahudi yang menyamar sebagai ulama (syekh) di negeri tersebut, dan menurut cerita tersebut beliau dihadiahi 2(dua) orang gadis Yahudi dan dinikahinya secara muth’ah.
Sebagaimana kita kenal, bangsa Yahudi telah dianugerahi keunggulan dari bangsa-bangsa lain;
واني فضلتكم على العالمين...
Dari kecerdasannya tersebut bangsa Yahudi bisa mengungguli bangsa-bangsa lain, baik di bidang keilmuan, teknologi, maupun bidang siasat demi memenangkan persaingan, tak peduli dengan cara apapun, seperti berita fitnah, adu domba, hoax, dan sebagainya.
Kita maklum bahwa semenjak abad ketiga Hijriyah banyak lahir para ulama, ilmuwan muslim; di bidang aqidah, syari’ah, dan tashawwuf, di samping ilmu-ilmu di bidang kedokteran (kesehatan), sejarah, filsafat, teknologi, biologi, astronomi, dll. yang kesemuanya mengkhawatirkan mereka akan kemajuan kaum muslimin di berbagai bidang kehidupan. Maka usaha mereka untuk menghalangi dan menghancurkan persatuan dan peradaban Islam, yang paling utama mereka menghancurkan persatuan di kalangan kaum muslimin dengan memecah belah, mengadudomba ummat Islam dengan cara yang tidak dirasakan oleh sebagian kaum muslimin bahwa mereka berada dalam kondisi proses penghancuran.
Ciri-ciri bangsa Yahudi antara lain:
Pertama, merasa paling utama dan mulia sehingga tidak perduli dengan bangsa lain.
Kedua, sangat menaruh kebencian yang teramat dalam kepada nabi kita, Muhammad Rasulullah SAW walaupun dalam Taurat maupun Injil telah Allah terangkan bahwa di akhir zaman akan lahir seorang Rasul dengan nama “Ahmad” dan mereka diperintah oleh Allah swt untuk mengikuti ajarannya. Namun karena ketakabburannya mereka tidak mau tunduk, taat kepadanya, bahkan seandainya mereka menemukan Rasuulullah di masa kecil, mereka akan membunuhnya. Di zaman Rasul pun mereka tak mau mengakui kerasulan Nabi Muhammad, mereka tak pernah menyebutkan Rasuulullah, mereka hanya menyebut Muhammad, paling tidak Abal Qasim.
Mereka tahu bahwa Rasuulullah bukan keturunan Bani Israil akan tetapi keturunan Nabi Ismail as hasil pernikahannya dengan wanita bangsa Yaman.
Ketiga, semenjak mereka terusir dari tanah kelahirannya (Syam), mereka hidup mengembara di negara-negara yang berpengaruh di dunia; baik Eropa, Amerika, maupun Asia dan Afrika, dan karena kecerdasan dan keuletannya mereka mampu mempengaruhi para pemimpin dan pembesar negara yang ditumpanginya.
Adapun sejumlah gagasan orang Yahudi untuk menghancurkan ummat Islam yang saya dapatkan dari berbagai sumber, antara lain :
1. Menjauhkan ummat Islam dari Nabi/ Rasul, karena mereka beranggapan bahwa selama umat Islam masih dekat dengan Nabi/Rasulnya akan sulit dipecah-belah. Mereka mungkin mengetahui sejumlah ayat al-Quran yang berkaitan dengan kewajiban mengagungkan Rasul, seperti ayat berikut :
فالذين امنوا به وعزروه ونصىروه والتبعوا النور الذى انزل معه اؤلاءك هم المفلحون…
Maka orang-orang yang mengimani Rasul, dan mengagungkannya, dan membantu, menolongnya, serta mengikuti cahaya, wahyu yang diturunkan menyertainya, mereka tergolong
orang-orang yang bahagia. Begitu pula ayat yang memerintahkan kita untuk bershalawat kepada Rasul. Orang-orang muslim bahkan mengaku sebagai ulama yang telah terprovokasi oleh orang Yahudi begitu entengnya mereka berkata, “Muhammad Rasuulullah itu manusia biasa seperti kita”. Di mana letak kesamaannya (wajah syabah) yang.menjadi illat bahwa Rasul seperti kita.
KH Awan Sanusi, Wakil Ketua PWNU Jawa Barat
https://jabar.nu.or.id/ngalogat/satu-abad-nu-aku-bangga-jadi-warga-nahdlatul-ulama-1-el2Po