Assalamu’alaikum wr wb. Pak Kiai pengasuh kanal bahtsul masail NU Online. Saya ingin bertanya, apa hukumnya bermain game online berhadiah dengan cara memakai bantuan aplikasi di ponsel lain? Semisal kita main game online catur, lalu kita menang dengan bantuan aplikasi catur di ponsel yang satunya.
Jadi, saya bermain dengan dua ponsel sekaligus. Ponsel yg satu untuk masuk game online catur, sedangkan yang satunya lagi untuk membuat saya menang, berbekal bantuan aplikasi catur offline.
Jawaban
Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh. Penanya dan pembaca yang budiman, semoga Allah senantiasa merahmati kita sekalian. Amin ya rabbal ‘alamin.
Game online pada dasarnya adalah sebuah permainan yang dilakukan oleh dua pihak sekaligus dengan pola relasi yang bisa dipilah sebagai: a) user-user; dan b) user-mesin.
Berangkat dari kedua relasi ini, maka ada satu persoalan yang urgen dan berpengaruh terhadap hukum memainkan game online tersebut, khususnya bila dikaitkan dengan hadiah yang diperoleh oleh setiap pemainnya.
Apabila hadiah disediakan oleh salah satu user, maka hadiah tersebut sah dan permainannya memenuhi syarat adu ketangkasan. Namun, apabila hadiah disediakan oleh setiap user yang terlibat, maka game tersebut memenuhi unsur judi.
Demikian halnya, apabila hadiah itu disediakan oleh penyedia platform game online, maka game tersebut masuk akad adu ketangkasan (munadhalah) yang dibolehkan. Apabila pesertanya terdiri dari 3 orang user atau lebih, maka harus ada salah satu user yang tidak menyerahkan uang sebagai hadiah.
ويخرج العِوَض أحد المتسابقين حَتّى إذا سبق استرده وإن سبق أخذه صاحبه فَإن أخْرجاهُ مَعًا لم يجز إلّا أن يدخلا محللًا بَينهما إن سبق أخذه وإن سبق لم يغرم
Artinya, “Hadiah dikeluarkan oleh salah satu peserta lomba. Apabila dia yang keluar sebagai pemenang, maka hadiah itu kembali padanya. Apabila ia kalah, maka lawan tandingnya berhak untuk mengambilnya. Jika hadiah dikeluarkan keduanya secara bersama-sama, maka tidak boleh, kecuali bila ada satu user lain yang masuk selaku muhallil (penghalal) bagi keduanya dengan catatan apabila muhallil itu memenangkan pertandingan, ia juga turut bisa mengambil. Apabila ia kalah, ia tidak kehilangan harta.” (Taqiyuddin Al-Hishn, Kifayatul Akhyar fi Hilli Ghayatil Ikhtishar, [Damaskus, Darul Khair: 1994], juz I, halaman 537).
Apabila hal di atas ini sudah bisa dipastikan sesuai dengan anjuran syara’, maka selanjutnya kita beralih kepada pertanyaan saudara mengenai penggunaan ponsel yang sudah diinstal game offline.
Sejauh pemahaman penulis, ponsel yang sudah diinstall aplikasi game offline ini fungsinya hanya sebagai instrumen atau alat bantu guna memenangkan permainan game online. Ibarat pertandingan sepakbola, instrumen ponsel ini seolah menempati derajatnya coach (pelatih) yang memberikan instruksi agar pemainnya melakukan taktik sesuai dengan arahannya selama pertandingan itu berlangsung.
Alhasil, meski pelatih memberikan arahan A atau B, yang pokok dan menjadi pelaku pertandingan adalah para pemain itu sendiri, atau user game online itu sendiri. Kemenangan pertandingan ditentukan pada keberhasilan pemain dalam menguasai jalannya pertandingan (permainan game) di medan pertandingan atau adu ketangkasan.
Jadi, pelatih tetap menempati derajatnya instrumen dalam pertandingan sepakbola. Hal yang sama juga berlaku atas ponsel yang diinstal aplikasi game offline.
Sudah barang tentu hal sebagaimana dimaksud di atas adalah diperbolehkan, selama tidak ada syarat atau ketentuan yang disepakati di antara pemain bahwa masing-masing user tidak boleh menyontek dari aplikasi offline.
الأصْلُ فِي الأشْياءِ الإباحَةُ حَتّى يَدُلُّ الدَّلِيلُ عَلى التَّحْرِيمِ هَذا مَذْهَبُنا، وعِنْد أبِي حَنِيفَةَ: الأصْلُ فِيها التَّحْرِيمُ حَتّى يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلى الإباحَةِ، ويَظْهَرُ أثَرُ الخِلافِ فِي المَسْكُوتِ عَنْهُ، ويُعَضِّدُ الأوَّلَ قَوْلُهُ ﷺ «ما أحَلَّ اللَّهُ فَهُوَ حَلالٌ وما حَرَّمَ فَهُوَ حَرامٌ وما سَكَتَ عَنْهُ فَهُوَ عَفْوٌ، فاقْبَلُوا مِن اللَّهِ عافِيَتَهُ فَإنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُنْ لِيَنْسى شَيْئًا» أخْرَجَهُ البَزّارُ والطَّبَرانِيُّ مِن حَدِيثِ أبِي الدَّرْداءِ بِسَنَدٍ حَسَنٍ
Artinya, “Hukum asal perkara adalah kebolehannya sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Ini adalah pendapat kita. Adapun menurut Imam Abu Hanifah, asal segala sesuatu adalah keharamannya sehingga ada dalil yang menunjukkan kebolehannya. Tampak di sini adanya perbedaan pendapat mengenai sesuatu (kriteria) yang didiamkan. Pendapat pertama berpegang teguh pada sabda Nabi saw, bahwa apa saja yang dinyatakan halal oleh Allah maka halal. Sesuatu yang diharamkan olehNya adalah haram. Adapun sesuatu yang didiamkanNya, adalah dimaafkan. Terimalah anugerah kemaafan dari Allah ini, karena sesungguhNya Allah tiada kan pernah melupakan sesuatupun. Hadits riwayat Al-Bazzar dan At-Thabarani dengan jalur sanad dari Abul Darda dengan derajat hasan.” (Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Asybah wan Nazhair, [Beirut, DKI: 1990], juz I, halaman 60).
Ketentuan berupa tidak dicantumkannya larangan menggunakan ponsel offline sebagai panduan memainkan game, menempati derajat al-maskut ‘anhu (tidak masuk dalam kriteria menjalankan permainan). Alhasil, hukum pemakaiannya adalah boleh.
Namun, semua itu juga dikembalikan pada sah atau tidaknya hadiah yang diperebutkan dalam game online tersebut, sebagaimana yang sudah penulis sampaikan dalam catatan di muka. Wallahu a’lam bis shawab.
Ustadz Muhammad Syamsudin, Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, Pulau Bawean, Gresik; Peneliti Bidang Ekonomi Syariah di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.