Sejarah Pondok Tremas Pacitan, Penerima Anugerah Pesantren Tua dari PBNU

Pacitan, NU Online Jatim

Perguruan Islam Pondok Tremas, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan menerima penghargaan sebagai pesantren tua yang berdiri lebih satu abad dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Pesantren yang terletak di ujung barat daya Provinsi Jawa Timur ini didirikan pada tahun 1830 M oleh sosok santri Indonesia pertama yang menimba ilmu di Al Azhar, Mesir.

Sejarah berdirinya Pondok Tremas Pacitan tidak lepas dari sejarah pendirinya, yaitu KH Abdul Mannan putra R Ngabehi Dipomenggolo, seorang Demang di daerah Semanten pinggiran Kota Pacitan. KH Abdul Manan pada masa kecilnya bernama Bagus Darso. Sejak kecil ia sudah terkenal cerdas dan sangat tertarik terhadap problematika keagamaan.

Di usia remaja, ia dikirim ayahnya ke Pondok Pesantren Tegalsari Ponorogo untuk mempelajari dan memperdalam pengetahuan agama Islam di bawah bimbingan Kiai Hasan Besari. Selama disana Bagus Darso selalu belajar dengan rajin dan tekun. Karena ketekunan, kerajinan dan kecerdasan yang dibawanya semenjak kecil itulah maka kepandaian Bagus Darso dalam menguasai dan memahami ilmu yang dipelajarinya melebihi kawan-kawan sebayanya.

Setelah Bagus Darso dianggap cukup ilmu yang diperolehnya di Pesantren Tegalsari, ia pulang ke Semanten. Di desa inilah ia kemudian menggelar pengajian yang sudah barang tentu bermula dengan sangat sederhana. Karena sejak di Pondok Tegalsari ia dikenal sebagai santri yang tinggi ilmunya, maka banyaklah orang Pacitan yang mengaji kepadanya.

Dari sinilah kemudian di sekitar masjid didirikan pondok untuk para santri yang datang dari jauh. Namun beberapa waktu kemudian pondok tersebut pindah ke daerah Tremas, setelah ia menikah dengan Putri Demang Tremas bernama R Ngabehi Honggowijoyo. Sedang R Ngabehi Honggowijoyo sendiri adalah kakak kandung R Ngabehi Dipomenggolo.

Di antara penyebab perpindahan Kiai Abdul Manan dari daerah Semanten ke Desa Tremas, yang paling pokok adalah pertimbangan kekeluargaan yang dianggap lebih baik mutasi ke daerah Tremas. Pertimbangan itu di antaranya karena mertua dan istrinya menyediakan daerah yang jauh dari keramaian atau pusat pemerintahan, sehingga kondusif bagi para santri yang ingin belajar dan memperdalam ilmu agama. Sehingga menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Tremas.

Asal Mula Kata Tremas
Tremas berasal dari kata Patrem yang berarti senjata atau keris kecil, dan Mas berasal dari kata emas yang berarti logam mulia yang biasa dipakai untuk perhiasan kaum wanita. Kata ini berkaitan erat dengan cerita tentang dibukanya sebuah hutan yang akhirnya dinamakan Tremas.

Adapun yang pertama kali membuka hutan tersebut adalah seorang punggawa Keraton Surakarta bernama Ketok Jenggot, atas perintah Raja Keraton Surakarta. Hutan itu sebagai hadiah atas jasanya yang telah berhasil mengamankan keraton dari mara bahaya.

Perlu diketahui, sebelum Ketok Jenggot membuka hutan Tremas, di daerah tersebut sudah ada sekelompok orang yang lebih dahulu datang dan bermukim, yaitu Raden Ngabehi Honggowijoyo (ayah Nyai Abdul Manan). Setelah meminta ijin dan memberi keterangan tentang tugasnya, baru kemudian Ketok Jenggot mulai melaksanakan tugasnya dengan membuka sebagian besar hutan di daerah tersebut.

Setelah tugasnya selesai, senjata Patrem Emas yang dibawanya itu ditanam ditempat ia pertama kali membuka hutan tersebut. Sehingga akhirnya daerah yang baru dibukanya tersebut diberi nama “Tremas”.

Profil Singkat Pendiri Pondok Tremas
Dalam buku Jauh di Mata Dekat di Hati; Potret Hubungan Indonesia – Mesir terbitan KBRI Kairo, disebutkan bahwa pada tahun 1850-an di komplek Masjid Al Azhar telah dijumpai komunitas orang Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan adanya Ruwak Jawi (hunian bagi orang Indonesia). Selain Ruwak Jawi, di masjid ini juga terdapat tiga Ruwak lain, yakni Ruwak Atrak (Turki), Ruwak Syami (Suriah) dan Ruwak Maghorobah (Maroko).

Salah satu pelajar pertama Indonesia yang tinggal di Mesir dan tercatat di buku terbitan tahun 2010 ini adalah KH Abdul Manan Dipomenggolo Tremas, kakek dari Syaikh Mahfudz Attarmasi.

KH Abdul Manan Dipomenggolo tinggal di Al Azhar Mesir sekitar tahun 1850 M. Selama di Negeri Piramida, Kiai Abdul Manan berguru kepada Grand Syeikh ke-19, Ibrahim Al Bajuri. Pengembaraan KH Abdul Manan dalam menuntut ilmu di timur tengah kelak diikuti oleh generasi selanjutnya, yaitu KH Abdullah (putra KH Abdul Manan), Syaikh Mahfudz Attarmasi, KH Dimyathi Tremas, KH Dahlan Al Falaki Tremas (ketiganya putra KH Abdullah) yang menuntut ilmu di Makkah.

KH Abdul Manan Dipomenggolo telah berhasil meletakkan batu landasan sebagai pangkal berpijak ke arah kemajuan dan kebesaran serta keharuman pondok pesantren di Nusantara. Kegigihannya dalam mendidik putra-putranya sehingga menjadi ulama-ulama yang tidak saja menguasai kitab-kitab yang dibaca.

Lebih dari itu, ia berhasil pula menyusun berbagai macam kitab dan memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan dunia Islam, seperti Syaikh Mahfudz, seorang ulama besar Nusantara, Malaysia, dan Thailand yang pernah menjadi imam Masjidil Haram dan pemegang sanad Shahih Bukhari-Muslim.

​​​​​​​Maka, sangat wajar bila nama KH Abdul Manan Dipomenggolo, pelajar Indonesia pertama di Al Azhar Mesir dan pendiri Pesantren Tremas disebut sebagai peretas jejaring intelectual chains generasi ulama-ulama Nusantara.


https://jatim.nu.or.id/matraman/sejarah-pondok-tremas-pacitan-penerima-anugerah-pesantren-tua-dari-pbnu-CWXEx

Author: Zant