Jakarta, NU Online
Pakar hukum pidana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Setya Indra Arifin menyebut bahwa aturan dalam KUHP baru tidak bisa menghalangi vonis hukuman mati terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) Ferdy Sambo apabila aparat penegak hukum konsisten pada putusan hakim.
“Betul bahwa ada kemungkinan aturan baru yang dapat meringankan misalnya, tapi kalau ada konsistensi, setidaknya konsistensi dalam menilai kasus ini, maka sesungguhnya baik vonis pertama, ataupun kemungkinan vonis berikutnya di tingkat atasnya, sampai kepada pelaksanaannya, akan tetap sama bagi terpidana,” ujar Indra, kepada NU Online, Selasa (14/2/2023).
Konsistensi ini, menurutnya, didasarkan pada perbuatan Sambo yang terangkum dalam tujuh poin hal-hal yang memberatkan sebagaimana dikatakan majelis hakim. Yakni perbuatan Sambo dilakukan terhadap ajudan sendiri yakni Brigadir J yang telah mengabdi selama 3 tahun. Perbuatan itu mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga korban Yosua.
Kemudian perbuatan Sambo menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat luas. Hakim menilai perbuatan Sambo tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dalam hal ini Kadiv Propam Polri.
“Makanya butuh perspektif kuat terhadap kasus-kasus kejahatan yang tidak dianggap biasa. Termasuk dalam penerapan aturan secara lebih ketat. Tidak sembarangan apalagi serampangan,” tegasnya.
Persoalan terkait KUHP baru juga banyak mengundang atensi publik. Salah satunya dari Praktisi Hukum sekaligus Pengacara Kondang Hotman Paris yang turut mengomentari ketentuan hukuman mati dalam KUHP baru.
“Setiap pasal di KUHP Pidana yang baru ini gue pusing, nalar pidananya gimana?, bagaimana orang-orang yang buat Undang-undang ini?,” ucap Hotman dalam videonya yang tersebar di media sosial.
Menurut Hotman, pasal 100 ini membuatnya bingung karena meski hukuman mati telah dijatuhkan, namun eksekusi tidak serta merta dapat dilakukan. Terpidana baru bisa dihukum mati setelah 10 tahun menjalani masa kurungan.
“Apa artinya vonis hukuman mati jika tak bisa langsung eksekusi. Apalagi, hal itu membuka celah bagi terpidana untuk melakukan apapun demi mendapatkan surat keterangan kelakuan baik,” imbuhnya.
Sebelumnya, terdakwa sekaligus dalang utama kasus pembunuhan Brigadir Brigadir J, Ferdy Sambo divonis hukuman mati. Vonis hukuman mati dibacakan langsung oleh Hakim Wahyu Iman Santosa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
“Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” kata Ketua Majelis Hakim membacakan vonis.
“Menjatuhkan terdakwa dengan pidana mati,” ucapnya melanjutkan.
Meski begitu, KUHP baru rupanya membuat sebagian warganet yang mengikuti perkembangan kasus Ferdy Sambo merasa ketar-ketir. Pasalnya, sebagian besar warganet menilai Ferdy Sambo akan lolos dari hukuman mati dan vonis akan berubah menjadi hukuman penjara seumur hidup.
Salah satu warganet bahkan menyebut jika KUHP baru memiliki masa percobaan 10 tahun. Jika Ferdy Sambo berkelakuan baik, maka hukuman mati dibatalkan dan diganti menjadi penjara seumur hidup.
“Di KUHP yang baru hukuman mati tuh sama kayak penjara seumur hidup, soalnya ada masa percobaan tahanan 10 tahun. Nanti kalau berkelakuan baik nggak jadi mati tapi turun, penjara seumur hidup,” tulis akun @rdwica_.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.