Jakarta, NU Online
Banyak orang yang memilih lebih baik diam dari pada berbicara. Namun, ada pula yang memilih untuk berbicara dari pada diam. Pengasuh Pesantren Al-Ghazaly Bangkalan, Ning Nafisah Az-Zahra (Ning Nafa) menerangkan sesuai dengan hadits bahwa barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik. Jika tidak dapat berkata baik, maka diamlah.
“Maksudnya, jika bisa berbicara baik dan mengandung manfaat dan hikmah untuk orang lain, maka sampaikanlah. Namun jika sebaliknya, tidak dapat berkata baik dan cenderung mengarah sia-sia maka kemuliaan dan kebaikan kita lebih cenderung dengan berdiam saja. Kita harus bisa menakar kapan harus berbicara dan diam,” tuturnya dalam YouTube TV9 Nusantara.
Jika berbicara bukan pada tempatnya, kata Ning Nafa, maka menjadi tidak baik. Begitu juga ketika kita diam terus-menerus pada waktu yang tidak tepat, maka itu menjadi tidak baik. Oleh karena itu, kita harus dapat menempatkan diri.
“Selama ini kita menilai bahwa diam lebih baik dari pada berbicara. Namun, jika ketika dengan berbicara ternyata memberikan kemanfaatan, mengundang kebaikan, dan memberi hikmah orang lain, maka berbicaralah. Karena dengan berbicara kita dapat menilai tabiat seseorang yang sebenarnya.”
Ning Nafa menuturkan bahwa Sayyidina Ali pernah berkata, jika seandainya kamu ingin dikenal dan diketahui identitasmu oleh orang lain, maka berbicaralah. Suruhlah ia berkata di muka umum, maka mereka akan senantiasa mengetahui dirinya yang sebenarnya.
“Zaman sekarang banyak orang memoles penampilan secara luar saja karena hanya ingin dikatakan baik, kaya, penuh kasih sayang. Padahal sebenarnya kita juga harus mengetahui bahwa penjahat pun bisa memakai pakaian apa saja, dan ketika disuruh berbicara maka akan terlihat kejelekannya,” tuturnya.
Hal senada dalam artikel berjudul Pentingnya Sikap ‘Diam’ menurut Prof Quraish Shihab yang telah dirilis NU Online beberapa waktu lalu. Prof Quraish menerangkan bahwa ungkapan diam adalah emas dan berbicara adalah perak hanya berlaku jika berbicara dengan tepat. Jika tidak, maka berhati-hatilah.
“Banyak yang terjerembab di neraka karena lidahnya dan saat ini tentu karena jari-jarinya lewat informasi bohong, fitnah, caci maki, dan kebencian yang diciptakan serta disebarkan di media sosial,” tuturnya.
Prof Quraish mengatakan, untuk setiap informasi yang akan disampaikan pada tuntunan agama perlu diuji. Pada saat informasi tersebut dapat dibenarkan, maka tahan dulu untuk merenungkan dampaknya.
“Apabila informasi tersebut tidak menimbulkan dampak negatif, maka diajukan lagi pada pertimbangan nalar untuk memperoleh pembenarannya,” tutur doktor jebolan Universitas Al-Azhar Mesir ini.
Menurut Prof Quraish, seandainya informasi tidak sesuai dengan rumus seperti di atas, maka diam adalah rumus yang tepat dan benar.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori
Download segera! NU Online Super App, aplikasi
keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung
aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
https://www.nu.or.id/nasional/lebih-baik-diam-atau-bicara-ini-kata-ning-nafa-madura-3IYUH